Clara terpaksa menerima perjanjian nikah kontrak dengan Gery Rochstein, bosnya sendiri, demi membantu menyelamatkan perusahaan sang CEOyang terancam bangkrut. Semua itu berada dalam ancaman Gery yang mengetahui rahasia Clara yang divonis sulit memiliki anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon takiyaratayee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32 - Hampir Jadian
Di sela menunggu sang kandidat selanjutnya, telpon Gery berbunyi, sebuah panggilan dari Dexter. Gery otomatis menghela napas panjang. Mantan calon mertuanya ini sangat pandai mendesak. Gery yakin pasti Dexter ingin menekannya sekali lagi soal pelunasan hutang.
"Halo, Tuan Dexter."
"Halo, Gery. Bagaimana kabarmu? Apakah kamu baik-baik saja?"
"Kabarku sangat baik, Tuan. Bagaimana dengan Anda?"
"Aku juga baik. Gery, aku hanya ingin mengatakan jika tenggang waktu pelunasan hutangmu tinggal 15 hari lagi. Kamu yakin, kamu mampu melunasinya?"
"Anda jangan khawatir, Tuan. Aku sudah menggenggam separuh uang untuk melunasi penaltiku kepada Nymte," kata Gery berbohong. Dari kejauhan, Dexter terkekeh.
"Baguslah. Aku tunggu itu. Kalau kamu menyerah, katakan saja padaku secepatnya. Aku nggak akan meninggalkanmu begitu saja kok," kata Dexter masih tetap pada pendiriannya untuk berdamai dengan Gery.
Gery pun menutup teleponnya. Hatinya bergejolak. Setiap omongan Dexter selalu membekas di benak Gery. Bahkan kenangannya bersama Adel pun sesekali terbayangkan. Gery memejamkan mata, berusaha menghilangkan ingatan itu.
"Permisi, apakah Anda Tuan Rochstein?" tanya seseorang bersuara lembut menyapa Gery. Ketika Gery membuka mata, ia melihat seorang wanita dengan rambut terurai dan separuhnya dijepit ke belakang.
"Ya, benar."
"Halo, Tuan Rochstein, aku Amber. Salam kenal," katanya lembut. Tidak ada basa-basi yang berlebihan. Gery mengangguk kecil, dan menerima jabatan tangan wanita bertubuh tinggi tersebut.
"Aku sudah membaca CV-mu. Aku nggak mau basa-basi di sini. Aku langsung to do point aja. Apa pandanganmu tentang pernikahan?"
Wanita bernama Amber itu terkekeh. "Apakah kita langsung berbicara tentang pernikahan?"
"Iya. Aku sedang mencari calon istri sekarang. Karena aku ngga punya banyak waktu untuk mengulur-ulur hubungan dengan seseorang," kata Gery. Namun, ucapannya justru ditertawakan oleh wanita lembut ini.
"Dengar, Tuan. Jujur, aku trauma dengan yang namanya pernikahan."
Pengakuan Amber kepada Gery membuat pria itu tertegun. Mengapa wanita itu mengatakan hal tersebut seolah-olah pernah menjalani pernikahan?
"Apa maksud Anda?"
"Aku pernah menikah, Tuan. Jadi, aku nggak percaya namanya pernikahan atas dasar cinta," kata wanita itu penuh dengan penekanan.
Sontak Gery menyunggingkan senyum, ia tampak puas dengan jawaban Amber. Ini yang sedang Gery cari. Sesuai dengan kriteria yang ia inginkan.
"Duduklah sini, di sampingku." minta Gery, mengetes secara langsung apakah wanita itu bereaksi atas sikap manisnya. Amber tertawa keras, "Apakah ini jebakan? Aku nggak semurah itu."
"Bukan. Ini adalah pendekatan. Aku sudah lama nggak berkencan. Anggap ini adalah caraku mencuri hatimu," kata Gery alasan. Amber tersenyum, ia sedikit memalingkan wajah. Tubuhnya bergerak menuruti permintaan Gery. Kini, Amber dan Gery sudah duduk bersama.
Tak bisa dipungkiri, Amber tampak terlena dengan aroma parfum Gery yang kuat. Akan tetapi, Amber tahu situasi. Dia tidak akan memperlihatkan sisi lainnya di depan Gery demi menjaga hubungan ini.
"Kamu sangat wangi, Tuan."
"Terima kasih." Selama mereka mengobrol, Gery dapat merasakan jika Amber menunjukkan sikap menjaga jarak padanya. Wanita itu tidak banyak tanya, justru lebih banyak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Gery. Dari penilaian Gery, wanita ini sudah cukup memenuhi standar kriteria sebagai calon istrinya.
"Jadi, kapan aku bisa bertemu dengan orangtuamu?"
Mata Amber berbinar, pipinya tersipu malu. "Untuk apa bertemu orangtuaku?"
"Untuk membahas tentang masa depan kita. Aku sudah bilang, aku nggak mau basa-basi tentang sebuah hubungan," ujar Gery tanpa ragu.
"Akan aku kabari kapan bisa bertemu dengan orangtuaku," jawab Amber kemudian. Gery mengangguk, ia memberi kode kepada Walt untuk menyodorkan perjanjian kontrak pernikahannya. Tidak butuh waktu lama bagi Gery untuk mempertimbangkan Amber senagai calon istrinya.
Saat Walt menyodorkan sebuah dokumen berisi kontrak, Amber memasang wajah agak bingung.
"Sebelum aku ke rumahmu dan bertemu orangtuamu, aku ingin kamu membaca dulu tentang itu. Silahkan dibaca, tanyakan apa yang membuatmu bingung."
Sembari menunggu Amber membaca surat kontrak mereka, secara tidak sengaja Gery melihat dua orang memasuki restoran tersebut. Mata Gery bertemu dengan seorang wanita yang berjalan masuk ke dalam restoran tersebut.
Sang wanita yang berjalan bersama seorang pria di sampingnya sama terkejutnya ketika melirik ke arah Gery.
Untungnya, Gery segera membuang muka. Bagaimana tidak, wanita itu terus menerus menyulut amarahnya. Siapa lagi kalau bukan Clara.
Setelah berbuat onar di kantor dan menyebarkan cerita hoax, kini Clara berani mencoba merayu adiknya, Drew. Walau Gery tahu sifat Drew, namun ia justru membenci Clara karena terus mendekat kepada Drew.
"Tuan, apakah aku boleh bertanya?" Amber yang tidak tahu jika Gery berfokus pada orang lain dari jauh, membuat pria di sampingnya itu menoleh. "Ya?"
"Apa maksud poin 10 ini?"
Gery pun menjelaskan menggunakan bahasa ringan terkait perjanjian kontrak tersebut. Sementara Amber mengangguk-angguk mengerti kala Gery menjelaskan.
Di sisi lain, Clara masih bungkam kepada Drew bahwa ia baru saja melihat Gery sedang bersama seorang wanita cantik di restoran ini. Awalnya, Drew ingin bertemu dengan Clara di apartemen. Namun sayangnya, Drew tidak punya banyak waktu sehingga mereka memutuskan bertemu di restoran langganan Drew.
"Kamu kenapa, Clara? Seperti ketakutan?" tanya Drew ketika Clara duduk dengan raut wajah was-was.
"Waktu kita masuk ke sini, aku bertemu Tuan Gery."
"Oh, ya? Di mana? Apakah kita harus pindah?"
"Sebaiknya begitu. Karena aku mengajakmu ngobrol untuk membahas tentang kakakmu," kata Clara berbisik. Drew pun mengerti, ia menggandeng tangan Clara untuk keluar dari restoran itu.
Sayangnya, keduanya justru berpapasan dengan Gery dan Amber yang sedang bergandengan tangan menuju ke pintu keluar restoran.
"Drew, bukankah kamu baru aja datang ke sini?" sapa Gery dingin kepada adiknya, dan sedikit melirik sinis ke arah Clara.
Sementara Clara memilih menunduk dan bersembunyi di belakang tubuh jangkung Drew.
"Oh, hai Gery! Iya, kami mau ganti ke restoran Jepang saja karena ternyata di sini ada yang kurang cocok dengan lidahku," kata Drew berbohong. Gery menaikkan alisnya, dia tahu Drew berbohong. Bagaimana tidak, restoran ini adalah andalan keluarganya. Dan Gery tahu persis menu apa yang paling Drew sukai.
"Siapa dia? Pacar baru?" tanya Drew ingin tahu. Gery membuang muka.
"Bukan urusanmu. Ingat, Drew. Jangan macam-macam padaku," ujar Gery mengintimidasi. Terutama tatapan sinisnya pada Clara.
Mungkin Drew tidak takut sama sekali. Lain halnya dengan Clara yang merasa bernyali kecil di antara para pria itu.
Gery bersama wanitanya itu pun pergi meninggalkan Drew dan Clara. Sementara Drew melihat Clara, masih dengan wajah khawatir. "Kamu okey, Clara?"
"Iya, aku baik-baik saja."
"Jadi, bagaimana? Mau tetap di sini atau pindah tempat? Dia sudah pergi," kata Drew kemudian. Clara pun memilih untuk tetap di restoran tersebut agar tak bertemu dengan Gery lagi di jalan.
Sementara itu, di dalam mobil Gery. Amber memberanikan diri untuk bertanya.
"Cowok tadi, apa itu kembaranmu?"
"Bukan. Dia adik bungsuku."
"Tampan, sepertimu," kata Amber keceplosan. Gery melirik aneh padanya. Tampaknya Amber sedikit tertarik pada Drew. Namun itu bukan masalah besar. Gery sudah paham jika pesona Drew selalu berhasil mengalahkannya.
*
awas kau Gery... aku doain nanti kamu bucin ke Clara lhoo 😂😂