NovelToon NovelToon
Reany

Reany

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Aerishh Taher

Selama tujuh tahun, Reani mencintai Juna dalam diam...meski mereka sebenarnya sudah menikah.


Hubungan mereka disembunyikan rapi, seolah keberadaannya harus menjadi rahasia memalukan di mata dunia Juna.

Namun malam itu, di pesta ulang tahun Juna yang megah, Reani menyaksikan sesuatu yang mematahkan seluruh harapannya. Di panggung utama, di bawah cahaya gemerlap dan sorak tamu undangan, Juna berdiri dengan senyum yang paling tulus....untuk wanita lain.

Renata...
Cinta pertamanya juna
Dan di hadapan semua orang, Juna memperlakukan Renata seolah dialah satu-satunya yang layak berdiri di sampingnya.

Reani hanya bisa berdiri di antara keramaian, menyembunyikan air mata di balik senyum yang hancur.


Saat lampu pesta berkelip, ia membuat keputusan paling berani dalam hidupnya.

memutuskan tidak mencintai Juna lagi dan pergi.

Tapi siapa sangka, kepergiannya justru menjadi awal dari penyesalan panjang Juna... Bagaimana kelanjutan kisahnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aerishh Taher, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 : Pesta penyambutan dan drama

Beberapa jam sebelum pesta penyambutan

Juna baru keluar dari kamar mandi hotel ketika ponselnya bergetar.

DARI: Sekretaris Acara – Tekno Air

SUBJEK: Undangan Resmi Pesta Penyambutan Direktur Baru

Ia membaca cepat.

Wajahnya langsung berubah.

“Renata…” panggil Juna pelan.

Renata muncul dari balkon dengan mata bengkak, tubuh masih tremor karena tekanan mental dari ibu Juna sebelumnya.

“Ada apa…?” suaranya lemah.

Juna menatap layar ponsel dengan kebingungan.

“Kita… diundang ke pesta penyambutan Reani.”

Renata membeku seperti patung.

“Ma—maaf? Kita…?”

“Iya,” Juna duduk di tepi ranjang.

“Namamu tertulis sebagai partner.”

Renata menggertakkan gigi. “Ini pasti ulah Reani! Dia mau mempermalukan kita lagi!”

Juna menggeleng pelan.

“Tidak mungkin. Reani tidak akan melakukan undangan formal seperti ini.”

Renata menajamkan tatapan.

“Atau mungkin… seseorang mengatur supaya kita datang. Dengan niat buruk.”

Juna menggenggam ponsel lebih erat. “Tapi siapa…?”

Renata tersenyum tipis—senyum berbahaya, lebih gelap dari yang pernah ia tunjukkan sebelumnya.

“Kalau bukan Reani… sudah jelas cuma satu orang…”

Ia menatap Juna lurus-lurus.

“Doroti.”

Juna terdiam, dan tubuhnya gemetar kecil.

Renata mendekat, tangannya menyentuh dada Juna.

“Jun… kau tahu, orang-orang seperti mereka tidak akan pernah berhenti sampai kita hancur total. Kita harus menyerang balik.”

Juna mengalihkan tatapan. “Aku… tidak tahu lagi harus bagaimana…”

Renata tersenyum lembut—tapi matanya penuh racun.

“Aku tahu bagaimana.”

Ia mengambil ponselnya.

Jari-jarinya bergerak cepat, membuka kontak yang tidak seharusnya ia punya.

Nama kontak itu: “Tukang Lengan Kotor - D”

Juna tiba-tiba menoleh.

“Ren… kamu menghubungi siapa?”

Renata mengabaikannya.

Telepon tersambung.

Sebuah suara serak, berat, jelas bukan suara orang biasa, menjawab:

“Ada pekerjaan?”

Renata berkata dengan suara rendah, licin, dan penuh dendam.

“Aku mau seseorang ‘jatuh’ malam ini.”

“Siapa target?”

Renata tersenyum miring.

“Reani Wijaya.”

Juna tersentak.

“RENATA! Kamu gila?! Kita—”

Renata menaikkan tangan, menenangkan Juna dengan lembut seperti menenangkan hewan liar.

“Tenang, sayang… aku tidak menyuruh orang itu membunuhnya.”

Lalu ia kembali ke telepon.

“Aku hanya ingin dia mengalami… pelecehan publik yang membuat reputasinya jatuh jauh. Tidak perlu menyentuhnya. Cukup… membuatnya terlihat rendah, hina, dan memalukan di depan semua tamu.”

Suara lelaki itu bergemuruh.

“Cara?”

Renata tersenyum semakin gelap.

“Gunakan incident.

Pakai cara paling klasik: wine.

Buat seolah dia seperti perempuan yang mencoba menggoda siapa saja.

Buat dia terlihat murahan.”

Napanya bergetar—antara marah dan puas.

“Dan pastikan semua kamera menangkapnya.”

Juna menatap Renata, shock dan takut.

“Renata… jangan lanjutkan. Ini sudah keterlaluan—”

Renata menutup telepon tanpa mempedulikan Juna.

Lalu menatapnya dengan dingin.

“Kau tahu apa yang aku pelajari hari ini, Jun?”

Juna menelan ludah.

“Apa?”

Renata tersenyum getir.

“Dalam perang… hanya ada dua pilihan: membunuh, atau dibunuh.”

Ia menyentuh pipi Juna.

“Kalau Reani mau menyerang kita… kita harus lebih dulu menghancurkannya.”

Juna tidak setuju, tapi ia terlalu kacau untuk membantah.

Renata memeluk Juna.

“Tenang. Kita akan datang malam ini. Kita akan tunjukkan pada mereka… bahwa kita belum kalah.”

__

Aula utama Grand Luxury memancarkan kemewahan. Lampu kristal, kilau gaun tamu, dan musik live menyatu menciptakan suasana pesta eksklusif.

Semua tamu penting hadir.

Dan Reani…

berdiri di tengah ruangan dengan aura dingin yang elegan—

seperti ratu.

Tamu-tamu mengerubungi, memberi selamat.

Doroti melangkah mendekat dengan segelas champagne dan menyeringai.

Ia menunduk sedikit lalu membisik di telinga Reani.

“Waspada pada minumanmu, Rea. Orangku baru lapor. Minuman yang pelayan itu bawa… tidak beres.”

Reani yang hendak mengambil gelas dari pelayan langsung berhenti dan mengambil gelas yang lain.

Ia menoleh pelan.

“Hmmm… kamu sudah tahu siapa pelakunya?”

Doroti mengedip santai.

“Tentu saja.

Siapa lagi yang hatinya sebusuk tong sampah?

Renata Anggraini.”

Reani tertawa pendek.

Dingin.

“Dia datang malam ini?”

Doroti mengangguk.

“Kupaksa datang. Aku atur dengan sangat manis.”

Reani melirik aula.

“Menyenangkan.”

Doroti menyenggol bahu Rea.

“Ngomong-ngomong, Arian dan Breinzo? Mereka di mana?”

Reani menghela napas.

“Mereka sedang sibuk. Kukirim kabar, tapi mereka bilang belum bisa hadir. Mereka sedang menyiapkan sesuatu untukku.”

Doroti menyeringai nakal.

“Kejutan?”

“Begitulah.”

Reani menyesap champagne miliknya sendiri.

“Kuharap kejutan itu tidak membuatku ingin melempar mereka ke kolam.”

Doroti tertawa.

“Kedua orang itu memang harus diwaspadai. Terutama kakakmu Breinzo.”

Rea tersenyum tipis.

“Ya… tapi malam ini bukan tentang mereka.”

Doroti mendekat sedikit.

“Jadi, apa rencanamu? Katanya ada pertunjukan?”

Reani memutar gelas nya, tatapannya seperti pisau.

“Aku menyiapkan panggung kecil… untuk dua pasangan itu.”

Doroti gemetar saking antusias.

“Asik! Astaga Rea, katakan apa pertunjukannya!”

Reani menatapnya santai.

“Sabarlah, Doroti. Wajahmu memerah karena terlalu semangat.”

“Hehehe… aku terlalu banyak minum.”

Reani menepuk bahu Doroti.

“Jangan melakukan hal konyol. Kontrol dirimu.”

Doroti mengacungkan gelas.

“Aku selalu profesional… dalam kekacauan.”

Mereka tertawa kecil bersama.

Lalu musik berhenti.

Semua tamu menoleh.

Juna dan Renata… memasuki aula.

Dengan langkah lambat,

Reputasi mereka sudah hancur... namun mereka berdiri dengan kepala tegak.

Reani tersenyum kecil.

“Pertunjukan… dimulai.”

__

Musik ballroom mengalun lembut ketika Reani menoleh pada Doroti, menahan langkahnya sebelum mendekati pasangan busuk itu.

“Semua sudah aman?” bisiknya pelan, sorot matanya tajam.

“Maksudku… orang suruhan Renata. Sudah ditangkap?”

Doroti tersenyum tipis, penuh kemenangan.

“Sudah, mereka semua sudah diamankan.”

Ia mendekat, suaranya setengah berbisik, “Malam ini panggung dramamu bebas hambatan, Rea.”

Reani mengangguk tipis… lalu melangkah maju.

Gaun merah gelapnya terlihat elegan dan anggun—membuat seluruh tamu menoleh.

Ia berjalan seperti badai yang terlatih menari.

Di depan, Juna dan Renata berdiri berdampingan memakai jas dan gaun serba putih seperti pasangan suci—padahal semua orang tahu warna itu hanyalah ironi telak.

Juna menyadari kehadirannya pertama kali.

Ia tersenyum—berusaha tenang, padahal gugup.

“Malam, Reani… Kau sangat cantik.”

Reani membalas senyum itu dengan tatapan yang menusuk.

“Kau juga terlihat… sangat menyedihkan berdampingan dengan…”

Ia memiringkan kepala, “wanita yang murahan.”

Renata tersentak. Matanya melebar marah.

“Paling tidak aku dicintai,” katanya sinis, “dan tidak hidup tujuh tahun dalam pernikahan palsu. Ckckck… Menyedihkan sekali, Reani.”

Sebelum Reani sempat menjawab, Doroti sudah melayang ke depan seperti roket yang kehilangan rem.

Wajahnya memerah oleh alkohol, tapi tubuhnya tetap stabil.

“Lancang!”

Doroti menunjuk Renata dengan marah.

“Bisa-bisanya wanita rendahan seperti kau bicara tentang cinta. Aku sudah muak mendengar drama murahanmu!”

PLAK!

PLAK!

PLAK!

PLAK!

Empat tamparan beruntun. Membuat topi mulus Renata seketika membengkak seperti kepala babi.

Renata terhuyung, memegangi pipinya.

“J-Jangan! Aku—Ugkh!”

Juna langsung maju, “Doroti! Hent—”

BRUK!

Doroti mendorong Juna dengan kekuatan penuh.

Ia terjerembab ke lantai, terkejut bukan main.

“Jangan halangi aku!”

Mata Doroti menyala.

“Kalau tidak… akan kupatahkan dua kakimu!”

Renata memegangi perutnya, menangis.

“Doroti… aku hamil! Tolong!”

“Hah!” Doroti menarik rambut Renata kasar.

“Kau pikir aku peduli?”

Tapi tepat saat itu—

“DOROTI!”

Suara lantang memecah keributan.

Aunty Cassy—mama Doroti—masuk bersama suaminya.

Di belakang mereka, Om Johan dan Tante Sisilia—orang tua Reani—mengikuti.

Cassy menunjuk putrinya.

“ASTAGA! Kau hampir membunuh seseorang, sayang!”

Doroti membeku.

“Mama—aku cuma… bercanda. Benarkan, Renata?”

Renata tidak bisa menjawab. Ia hanya menangis.

Tante Sisilia mendekat, memegang lengan Doroti lalu berbisik…

tapi volume bisikannya jelas terdengar semua orang.

“Doroti… Tante sudah sering bilang.”

Ia tersenyum manis.

“Kalau mau memukul orang, jangan di depan umum. Jaga martabatmu.”

Renata menatapnya tak percaya, wajahnya hancur total.

Di seluruh ballroom, bisik-bisik mulai menggema.

“Itu keluarga Wijaya…”

“Pemilik Wijaya Corp…”

“Ya Tuhan… mereka bukan sekadar kaya. Mereka… sangat kaya.”

Arah tatapan semua tamu berubah.

Ada rasa kagum yang tercampur dengan rasa hormat yang besar dan sedikit takut.

Juna mendengar semuanya.

Untuk pertama kalinya… wajahnya menegang.

Alisnya bertaut.

“…Keluarga Wijaya…?”

Ia menatap Reani—istri yang tujuh tahun ia remehkan—dengan pandangan bingung.

Pandangan yang mengatakan.

“Siapa sebenarnya Reani… dan apa yang sudah kulakukan…?” lirih Juna.

bersambung....

1
Noor hidayati
wah saingan juna ga kaleng kaleng
Noor hidayati
ayahnya juna tinggal diluar kota kan,waktu ayahnya meninggal juna balik kampung,ibunya juna itu tinggal dikampung juga atau dikota sama dengan juna,ibunya juna kok bisa ikut campur tentang perusahaan dan gayanya bak sosialita,aku kira ibunya juna tinggal dikampung dan hidup bersahaja
drpiupou: balik Lampung bukan kampung beneran kak, maksudnya kita kecil gitu.
ibunya Juna itu sok kaya kak 🤣
total 1 replies
Noor hidayati
mereka berdua,juna dan renata belum mendapatkan syok terapi,mungkin kalau juna sudah tahu reani anak konglomerat dia akan berbalik mengejar reani dan meninggalkan renata
drpiupou: bener kak
total 1 replies
Noor hidayati
lanjuuuuuuuut
Aulia
rekomended
drpiupou
🌹🕊️🕊️👍👍👍👍
Noor hidayati
apa rambut yang sudah disanggul bisa disibak kan thor🙏🙏
drpiupou: makasih reader, udah diperbaiki/Smile/
total 2 replies
Noor hidayati
juna berarti ga kenal keluarga reani
drpiupou: bener kak, nanti akan ada di eps selanjutnya.
total 2 replies
Noor hidayati
definisi orang tidak tahu diri banget,ditolong malah menggigit orang yang menolongnya,juna dan renata siap siap saja kehancuran sudah didepan mata
Noor hidayati
lanjuuuuuuut
Noor hidayati
kok belum up juga
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!