Malam "panas" antara Danar dan Luna, menjadi awal kisah mereka. Banyak rintangan serta tragedi yang harus mereka lalui. Masa lalu mereka yang kelam akankah menjadi batu sandungan terbesar? atau malah ada hamparan bukit berbatu lainnya yang terbentang sangat panjang hingga membuat mereka harus membuat sebuah keputusan besar dalam hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kata Kunci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28.
Danar sudah tiba di ruang rapat yang didampingi oleh Mutiara. Seluruh anggota rapat sempat berdiri sesaat ketika menyambut dirinya dan kembali duduk setelah dipersilakan juga ketika dilihat Sang Atasan duduk. Namun ketika akan memulai rapat, tiba - tiba pintu ruangan sangat luas itu kembali terbuka hingga membuat semua mata tertuju pada se sosok yang masuk dengan diiringi 2 orang lainnya dibelakang. Seketika anggota rapat kembali berdiri dan memberi hormat. Mata Mutiara membesar sesaat namun kemudian berubah menjadi kerutan dan juga gumaman tidak sukanya,
"Ngapain nih ulet keket ada disini?" satu ujung bibir perempuan muda berambut hitam itu naik seiring dengan pandangan mata naik - turunnya pada Nadia yang dibawa oleh Ibu Rania masuk ke dalam ruang rapat.
Danar menggelengkan kepala dengan memejamkan sesaat kedua mata serta memijit pelipisnya karena tiba - tiba dirasa pening. Ibu Rania kemudian berjalan dengan diikuti oleh Nadia dan juga ajudan setibanya menuju ke kursi mereka masing - masing.
Danar duduk di ujung meja begitu pun dengan Sang Ibu namun di sisi yang lain hingga mereka saling berhadapan dengan jarak yang cukup jauh. Ibu Rania kemudian memperkenalkan Nadia serta sebuah jabatan yang akan di duduki perempuan cantik nan seksi itu.
"Direktur akunting? Belum apa - apa..." lanjut Danar ketika ia sudah berada kembali di ruang kerjanya dan terlihat berbincang serius dengan Sang Ibu.
Senyum lebar dengan tawa kecil mengiringi anggukan kepala seorang Rania Aditama Perkasa. Dimainkan salah satu cincin kesayangan yang melekat di salah satu jemari cukup lentiknya.
"Sama kan kayak kamu, anakku sayang. Pergi dari rumah dan menjalin hubungan dengan perempuan tidak jelas latarbelakang keluarganya dan posisi di perusahaan ini hanya menjadi cleaning service. Masih jauh lebih baik Mama, Nadia punya basic pendidikan dibidang keuangan dan pernah menjabat di salah satu bank besar di Jerman. Come on Son..." Ibu Rania memukul bola yang diberikan Danar kemudian meng smash sekaligus.
Posisi Danar dari duduk agak tegang di sofa ruang kerja itu berubah menjadi lebih santai. Kepalanya agak diangkat dan satu alisnya naik.
"So, maksud Mama, aku harus menerima keputusan sepihak Mama sama seperti Mama yang menerima semua keputusanku. Right?" Danar mengembangkan kedua tangannya setelah mencoba menangkis peran bola tajam Sang Ibu.
Satu jari telunjuk Ibu Rania naik dan bergoyang tepat di depan tubuhnya mengarah ke Danar.
"Nope, Son. Keputusan kamu, tidak pernah Mama setujui. Remember, you will always be mine Son, always..." Ibu Rania mengatakan kalimat terakhirnya dengan posisi duduk agak ke depan dan wajah tajam sangat mirip dengan Sang Putra.
xxxxxxxx
Luna terlihat baru saja selesai membersihkan divisi akunting dan sedang berjalan kearah salah satu lift berada. Ketika dia melintas sebuah lorong cukup panjang dan agak ramai, dia harus pintar - pintar mengendalikan troli yang didorongnya. Disaat yang hampir bersamaan, Nadia terlihat berjalan dari lawan arah dan berjarak agak jauh. Luna yang sedang sibuk berkonsentrasi mengendalikan jalan trolinya tidak sama sekali mengetahui maksud jahat seorang Nadia Astari Moelyoto. Perempuan cantik nan seksi itu memiringkan wajahnya dan agak mempercepat jalannya guna menjahili Luna dengan menyenggol keras troli kekasih Danar itu agar trolinya miring dan jatuh hingga isi di dalamnya tumpah dan berserakan bahkan mengenai Luna sendiri, begitu rencana yang ada dibenak Nadia.
Benar adanya, dia mengarahkan langkah cepatnya ke troli Luna dan dia berhasil menyenggol dengan sengaja serta lumayan keras badan trolit, namun sayangnya, Luna mahir mengendalikan laju dan gerak troli itu hingga laju serta gerakan jatuh troli itu bukan kearahnya, melainkan kearah Si Pembuat Masalah itu sendiri, selain itu ujung pakaian unik Nadia tersangkut di salah satu alat kerja Luna dan akhirnya alat itu juga yang menggiring Si Troli mengikuti gerakan serta langkah Nadia, kesialan perempuan cantik itu tidak sampai disana, kakinya yang tidak sengaja tersandung akibat kepanikan dirinya, alhasil troli itu terjatuh ke samping dirinya yang juga terjatuh dan air kotor yang ada di dalamnya bercampur beberapa cairan pembersih bergabung dengan solit membasahi dari bawah tubuh Nadia. Pupil Luna yang membesar akibat insiden itu juga ekspresi terkejutnya tidak terindahkan. Orang - orang yang melihat disana pun sama terkejutnya, ditambah teriakan melengking Nadia membuat suara gema yang luar biasa, hingga seorang Danar dapat mendengarnya.
xxxxxxxx
Wajah menahan tawa serta senyum yang sangat lebar ingin dikeluarkan oleh Mutiara ketika melihat kondisi Nadia. Perempuan yang sudah benar - benar basah, kotor serta mengeluarkan berbagai aroma dari sekujur tubuhnya itu terlihat duduk dengan wajah merah karena malu bercampur kesal, ditambah tubuhnya terbalut handuk tebal berwarna putih.
"Pokoknya dia yang salah..." teriak perempuan itu sambil mengacungkan jari kearah Luna.
Perempuan berambut kepang itu menghela napas panjang saat berdiri sejajar agak jauh dari Nadia. Mereka berkumpul di ruangan HRD dan selain Pak Nurdin serta Mutiara ada Luna juga Ibu Rahma yang sedang menginvestigasi kejadian siang tadi. Pak Nurdin menoleh ke Ibu Rahma lalu memberikan anggukan.
"Maaf sebelumnya Ibu Nadia, dari rekaman CCTV yang sudah saya putar dan kita semua saksikan bersama, sangat jelas terdengar dan juga terlihat itu bukan salah Luna, melainkan Ibu sendiri yang memang berjalan mendekat kearah troli Luna. Sehingga, kami tidak bisa memberikan sanksi pada staf yang tidak melakukan kesalahan..." jelas Pak Nurdin dengan mencoba menahan emosi juga mimik wajahnya yang tetap ramah serta sopan.
Seketika Nadia berdiri dan melepas kasar handuk yang membalut dirinya lalu menatap tajam kearah Luna yang bahkan tidak sekalipun melihat kearahnya. Dihentakkan kakinya sekali lalu dia pergi dari ruangan HRD dengan menyenggol keras lengan Luna dan akhirnya perempuan itu melihat kearah Nadia melangkah dengan ekspresi terkejutnya.
Nadia keluar dengan perasaan kesal, dia masuk ke salah satu lift dengan kemudian mengenakan kacamata hitam lalu setelah sampai di tempat parkir bawah tanah, tempat mobilnya terparkir dengan cepat dia melangkah hingga sampai di depan sebuah mini SUV mewah. Dibuka kunci pintu kendaraan itu, lalu dia masuk, dilampiaskan kekesalannya lagi dengan berteriak dan memukul - mukul setir di depannya. Napasnya naik - turun dan debaran jantungnya meningkat, disaat itu pula panggilan telepon mengalihkan perhatiannya.
"Ckckck, harusnya sekalian aja, cairan pembersih itu tertelan semua sama kamu, Nadia..." ucap seseorang dari seberang dengan tawa sebagai bumbu penyedap cemoohnya pada perempuan seksi itu.
Kerutan di dahi Nadia bertambah dalam, lalu semua ucapan kasar dengan kalimat penuh umpatan keluar dari mulut merah meronanya. Tawa semakin keras terdengar dari Si Penelepon dan diakhiri dengan sebuah kalimat,
"Until next time Nadia Astari Moelyoto dan thank's kiriman makanan juga minumannya, very delicious, sampai - sampai aku bisa menikmati malam paling panas dan ganas bersama kekasihku, Luna..."
Mata Nadia lalu membesar dan dijauhkan dengan cepat gawai pintarnya guna melihat nama Si Penelepon.
"Danar? Tapi ini bukan nomer..." ucapan gugup Nadia ketika mengetahui identitas Si Penelepon yang langsung memutus sambungan telepon mereka.
Nadia dengan cepat berinisiatif kembali menghubungi nomer itu, namun sayang tidak tersambung dan tingkat kemarahannya pun meningkat. Kini bukan hanya kembali berteriak keras dan memukul gagang kemudi kendaraannya, perempuan berambut ikal pendek itu juga melempar gawai pintarnya dan terjatuh ke salah satu kursi. Napas tersengal dan tatapan bengisnya terlihat jelas melalui kaca spion samping ketika kedua tangan perempuan itu memegang gagang kemudi dan menatap lurus ke depan.
Malam hari di apartemen Danar...
Luna dan Danar terlihat sedang duduk berhadapan di sofa nyaman lelaki itu, dengan ekspresi sangat ceria ketika mereka sama - sama berbagi kejadian siang tadi. Luna akhirnya tahu bahwa pengirim makanan yang bercampur obat kuat itu adalah Nadia dan juga rencana balas dendam lain yang akan dilakukan oleh Danar.
Setelah puas tertawa Danar kemudian memutar tubuh Luna yang awalnya duduk berhadapan dengannya menjadi berada di depan tubuhnya yang agak bersandar di dinding sofa dengan kaki lurus agak menyerongnya. Dipeluk hangat tubuh agak kurus Luna yang sudah bersandar di bagian depan tubuh Danar.
"Mas..." panggil Luna sambil memainkan jemari Danar yang berukuran lebih besar darinya itu.
Danar memberikan jawaban dengan berdeham dan salah satu tangannya mengelus kepala bagian belakang Sang Kekasih.
"Mmm, aku pengen tahu banget, kenapa setiap Mas demam dan sampai tahan ngigau, selalu kata maaf berkali - kali terlontar juga aliran air mata Mas, bener - bener pilu banget?" pertanyaan Luna membuat Danar membeku sesaat juga terdiam.
Luna merasakan perubahan dari Sang Kekasih dan kemudian memutar bola matanya sesaat, dia berusaha berpikir cepat untuk mencarikan suasana, namun Danar kembali sadar dan kembali merubah posisi duduk Luna juga dirinya menjadi berbaring dengan kepala Luna berada diatas dadanya. Perempuan itu bisa mendengar dan merasakan debaran jantung prianya yang cukup cepat dan Danar masih terdiam.
"Akan aku ceritakan..." suara Danar akhirnya keluar setelah beberapa saat.
********