Dewasa 🤎
Jika aku boleh memilih...
Aku lebih suka
mencintai seseorang yang tidak mencintaiku.
Setidaknya, disitu aku mengetahui
bahwa aku benar-benar mencintainya
dengan tulus tanpa mengharapkan apapun.
~anonim~
Quote diatas menggambarkan perasaan seorang Farel kepada Nada.
Awalnya Nada hanyalah adik dari temannya, seiring waktu perasaan itu berubah menjadi cinta.
Kisah ini menceritakan perjuangan Farel mendapatkan cinta Nada, juga perjuangan mereka untuk dapat saling mengerti dan menerima. Saat Farel berhasil menikahi Nada, mereka berusaha mengerti arti kata pernikahan yang sesungguhnya.
Full of love,
Author ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghindari Farel
"Rum... disini", panggilku sambil melambaikan tanganku.
"Jadi gimana, ada gosip apa nih Na?", tanya Arum sambil membawa segelas jus ditangannya.
"Panjang gosipnya, pesan makan dulu sana", ucapku.
"Diet Na, ini makan siang aku", sambil menggoyangkan gelas plastik ditangannya.
"Ya ampun niat amat ampe segitunya Rum".
"Demi Na, demi... kan bulan depan Rico pulang libur semesteran. Udah ahh, sengaja ya ga mau cerita?".
Aku tertawa kecil mendengarnya.
"Kak Farel kemarin ngajak nikah, bilangnya sih suka, tapi aku sih ga percaya".
"Hah!!".
"Jangan berisik ihh Arum, rese deh", sambil melihat sekelilingku dan benar saja beberapa mahasiswa yang sedang makan disekitar kami menoleh ke arah Arum.
"Sorry.... terus gimana?", ucapnya sambil sedikit berbisik.
"Aku kemarin tanya soal ini ke kak Nael, kata kak Nael sih kak Farel serius sama aku, tapi entahlah Rum".
"Apanya yang entahlah Na? Kalau kamu bingung berarti kak Farel mengatakan sesuatu yang membuatmu berpikir ulang, benar ga? Terus kak Nael sendiri setuju kamu sama kak Farel?".
"Dia sih setuju aja, mereka udah kaya saudara, lebih dekat hubungan mereka dibanding aku yang jelas-jelas adik kandung".
"Kak Farel bilang kalau aku menikah dengannya, dia bisa membuat papa untuk mengizinkanku memilih karir animator. Soalnya dia mau melepas perusahaan keluarganya dan bekerja di kantor papa menggantikan aku. Apa kamu bisa percaya itu Rum?".
"Percaya yang mana Na? Percaya kalau dia mau lepas karir keluarganya demi kamu, ya aku percaya itu. Inget ga dulu aku pernah bilang kayanya kak Farel tuh suka sama kamu, sekarang aku dengar ini ya aku percaya aja. Percaya kalau dia bisa meyakinkan papa kamu, mmmm...mungkin iya dia bisa Na. Keluarga kalian kan dekat udah lama Na, mungkin aja papa kamu bisa diyakinkan sama kak Farel".
"Ah masa sih, aku masih ga percaya dia suka sama aku Rum, dia aja mantan pacarnya banyak, bagaimana kalau ini cuma demi kepentingan dia yang entah apa aku ga tau".
"Ya, kamu juga manfaatin dia aja Na, selain kamu bisa kabur dari papa kamu, kamu juga bisa manfaatin dia untuk lupain Gallen, udah berapa lama kamu jomblo tapi masih mikirin Gallen yang entah sejak kapan tau udah punya pacar baru".
"Aku ga mikirin Gallen kok", protesku.
"Ga mikirin tapi kalau ada cowok yang mau deketin udah diblokir duluan", ucap Arum.
Aku terdiam memikirkan perkataan Arum.
"Kenapa kamu ga coba aja dulu, pendekatan dulu gitu, kalau ternyata kamu ga bisa suka sama kak Farel ya udah ga usah lanjut, seengganya menurut aku sih kamu harus ambil kesempatan ini Na".
"Kak Farel juga bilang, dia hanya minta waktu setahun saja untuk mencoba, Rum".
"Nah apalagi itu. Menurutku kak Farel itu lumayan loh Na, cakep, kaya, lagipula dia ga mungkin seburuk yang kamu pikir, buktinya kak Nael setuju aja tuh Na, mungkin ada alasan lain kenapa dia putus sambung, selama ini kamu ga pernah mau tau soal kak Farel kan Na".
"Ya... benar juga sih", jawabku pelan.
Berbicara dengan Arum membuatku merasa sedikit lebih baik, kupikir saat ini membiarkan kak Farel menunggu adalah keputusan yang tepat.
Selama beberapa hari berikutnya aku mengacuhkan panggilan telepon dari kak Farel, begitu juga pesan dari kak Farel, aku jarang membalasnya, kalaupun aku balas maka aku akan menulisnya sesingkat mungkin. Ya kupikir tindakanku tepat hingga Sabtu siang orangtuaku membicarakan Farel di meja makan.
"Nada, kemarin sore Farel menemui papa dikantor".
"Ooo...", jawabku acuh dan terus menikmati makan siangku.
"Dia berkata bahwa ia menyukaimu dan meminta izin papa untuk mendekatimu".
"Uhuk... uhuk... uhuk...", aku tersedak oleh makanan dan segera meraih segelas air untuk meredakan batukku.
"Kamu tuh Na... kalau Farel ga bilang sama papa, mana mama tau kalau dia sebenarnya suka sama kamu. Kamu memang ga berniat cerita ya Na?", tanya mama.
Aku mengacuhkan pertanyaan mama, dan bertanya pada papa.
"Kemarin? Jumat sore? Kak Farel bilang apa saja pa?".
"Dia bilang menyukaimu. Papa juga menyukai Farel Na, jadi papa sih setuju aja kalau kamu jadian sama Farel, iya kan ma?".
Mama tersenyum dan mengangguk mengiyakan papa.
"Papa ga jawab pertanyaanku, kak Farel bilang apa saja selain suka aku pa?".
"Kata Farel, dia sudah menyatakan perasaannya ke kamu, tapi kamu cuekin dia, jadi dia minta izin untuk mendekati kamu".
"Hah! Dasar nih kak Farel emang.... dasar!", aku menghentikan ucapanku, karena sebenarnya entah berapa kali aku mengutuk kak Farel dan memanggilnya sialan dalam hatiku.
"Papa juga sudah bertanya mengenai kesungguhan niat Farel pada Nael, dan sepertinya dia memang berniat serius Na".
"Farel anak yang baik, sopan, selama ini dia juga cukup berhasil menunjukkan kemampuannya di perusahaan, jadi kenapa kamu ga coba aja dulu Na", ucap mama.
"Tau darimana Farel serius sama aku pa? Ma, mama tau kan mantannya Farel tuh banyak ma, yakin mama izinin aku sama Farel?".
"Nada, setau mama selama ini Farel anak baik yang menuruti permintaan orangtuanya. Yang kamu sebut mantan, semua itu adalah calon hasil perjodohan orangtuanya, wajar saja kalau ia terlihat seperti sering berganti pasangan".
"Papa juga dulu mengalami apa yang Farel alami Nada, tapi itu bukan berarti dia cowok playboy yang tidak bertanggung jawab".
"Apa kamu tau mama Farel bilang apa? Ini pertama kalinya Farel meminta untuk memilih pasangannya sendiri, dan orang itu adalah kamu", ucap mama.
Jadi Farel juga sudah mengatakan kepada orangtuanya, tentu saja betapa bodohnya aku, jika ia berani memintaku pada papa dan mama tentu saja hal pertama yang harus ia lewati adalah izin orangtuanya.
"Jika hubunganmu dengan Farel lancar, itu adalah mimpi yang menjadi kenyataan untuk mama dan mama Farel. Jadi Nada, tolong pertimbangkan ini ya, demi mama nak", ucap mamaku lagi.
"Baiklah ma", ucapku pelan.
Sialan Farel, aku memakinya lagi dalam hati.