Amira kira setelah menikah hidupnya akan bahagia tapi ternyata semua itu tak sesuai harapan. Ibu mertuanya tidak menyukai Amira, bukan hanya itu setiap hari Amira hanya dijadikan pembantu oleh mertua serta adik iparnya. Bahkan saat hamil Amira di tuduh selingkuh oleh mertuanya sendiri tidak hanya itu setelah melahirkan anak Amira pun dijual oleh ibu mertuanya kepada seorang pria kaya raya yang tidak memiliki istri. Perjuangan Amira begitu besar demi merebut kembali anaknya. Akankah Amira berhasil mengambil kembali anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Non Mey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anjani
Angga masih sibuk dengan pekerjaannya setiap hari. Pagi itu, suasana di toko serba 35 ribu yang dikelola Angga cukup sibuk. Barang-barang baru baru saja tiba, dan Angga bersama dua karyawannya tengah sibuk menyusun rak. Saat sedang bekerja, seorang wanita masuk dengan membawa map lamaran kerja.
Angga melihat ke arah wanita itu dan tersenyum ramah. "Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanyanya.
Wanita itu membalas dengan senyuman manis. "Maaf, Pak. Saya dengar di sini sedang mencari karyawan. Ini lamaran kerja saya."
Angga mengangguk dan mengambil map tersebut. "Kebetulan memang kami butuh satu orang lagi. Nama Mbak siapa?"
"Saya Anjani," jawabnya dengan nada sopan.
Setelah membaca sekilas lamaran kerja Anjani, Angga merasa bahwa wanita ini cukup memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan. Selain itu, sikap ramah dan penampilannya yang menarik juga membuatnya tampak cocok untuk pekerjaan tersebut.
"Baik, Anjani. Kamu bisa mulai bekerja hari ini, ya? Aku akan jelaskan tugas-tugasnya nanti," kata Angga sambil tersenyum.
"Baik, Pak." Anjani mengangguk pelan.
Setelah Angga jelaskan semua pekerjaan yang harus dikerjakan oleh Anjani, dengan cepat wanita itu melakukan pekerjaannya. Anjani segera beradaptasi dengan lingkungan kerja di toko tersebut. Ia ramah kepada semua orang, termasuk Loli yang juga bekerja di sana sekarang dan tak lagi bekerja di laundry Bu Sari. Loli awalnya sedikit canggung karena Anjani terlihat begitu dewasa dan anggun, berbeda dengan dirinya yang cenderung sederhana.
Namun, Anjani tidak membuat jarak dengan siapa pun. Ia bahkan sering membantu Loli menyusun barang atau mengangkat kotak-kotak berat.
Siang itu, Anjani diminta untuk membantu memasang boneka hias di rak bagian atas. Dengan hati-hati, ia naik ke tangga kecil untuk merapikan posisi boneka. Namun, tanpa sengaja, tangga yang ia pijak sedikit bergoyang.
"Ahh!" teriak Anjani, hampir terjatuh.
Dengan sigap, Angga yang berada tidak jauh dari sana langsung menahan tubuhnya. "Hati-hati, Anjani! Kamu nggak apa-apa kan?" tanyanya cemas.
Anjani terdiam sejenak, wajahnya memerah karena malu. "M-maaf, Pak. Aku begitu ceroboh. Makasih udah menolongi."
Angga tersenyum kecil. "Nggak apa-apa. Yang penting kamu nggak terluka. Kalau nggak yakin, jangan memaksakan diri. Kamu bisa minta bantuan Loli atau Rika mereka juga teman satu team dengan mu disini," jelas Angga.
Anjani mengangguk tanda mengerti.
Setelah kejadian itu, interaksi mereka menjadi lebih akrab. Anjani dan Angga mulai bercanda satu dengan yang lain tak jarang kadang mereka makan siang berdua diluar toko.
"Aku merantau untuk mencari pengalaman, Pak Angga. Rasanya lebih menantang dibandingkan tinggal di kampung terus," katanya suatu sore sambil membantu Angga mencatat stok barang.
Angga mengangguk sambil tersenyum. "Aku mengerti. Merantau memang nggak mudah, tapi kalau niat kita baik, pasti ada jalan. Oh Iya Anjani jangan panggil aku Pak, panggil aja Angga atau apapun itu."
"Lalu harus panggil apa? kan Bapak Bos saya?"
"Panggil, Mas aja. Disini semua orang memanggilku begitu," jelas Angga.
"Oh Baiklah, Mas."
Sementara itu Loli, yang sering memperhatikan hubungan antara Angga dan Anjani, merasa sedikit risau, Bukan karena ia tidak menyukai Anjani, tetapi karena ia khawatir hubungan tersebut akan memperumit situasi keluarga mereka.
"Ibu pasti nggak akan suka kalau tahu ada wanita lain dekat dengan Mas Angga," gumamnya pelan saat bercerita kepada Reza.
Reza tertawa kecil. "Loli, kamu terlalu banyak mikir deh. Biarin aja Mas Angga punya teman baru. Siapa tahu Anjani itu bisa membuat Mas Angga jatuh cinta lagi."
"Tapi, aku tetap merasa nggak nyaman, aku nggak mau nanti ada Amira kedua gara-gara Ibu," jawab Loli dengan nada ragu.
Seiring berjalannya waktu, kehadiran Anjani membawa energi baru ke dalam kehidupan Angga. Ia merasa lebih termotivasi untuk bekerja keras karena Anjani sering memberikan semangat.
"Mas Angga, aku yakin toko ini bisa berkembang lebih besar lagi kalau kita terus konsisten," kata Anjani suatu hari.
Angga tersenyum. "Kamu benar. Aku juga punya mimpi untuk membuka cabang baru suatu saat nanti. Tapi, semua butuh proses."
Anjani mengangguk penuh semangat. "Dan aku akan membantu turut membantu, Mas."
Mendengar itu, Angga merasa dihargai. Ada perasaan nyaman yang perlahan tumbuh di hatinya terhadap Anjani. Namun, ia sadar bahwa kehidupannya masih penuh dengan tanggung jawab, terutama terhadap Loli dan Ratna.
Ratna, yang selalu ingin tahu tentang kehidupan anak-anaknya, kini ia mulai mendengar desas-desus tentang Anjani dari tetangga sekitar.
"Angga sekarang kerja bareng cewek cantik, ya? Kalau nggak salah namanya Anjani," kata salah satu tetangga dengan nada bercanda saat membeli sayur.
Ratna langsung merasa was-was. "Apa lagi ini? Jangan-jangan Angga mau cari istri baru? Memangnya dia lupa sama tanggung jawabnya di rumah?" gumam Ratna.
"Iya, cantik banget pokoknya. Tapi ya itu Angga kan udah dia kali menikah dan mereka berpisah gara-gara si ono," singgung Ibu itu.
"Eh, kalian ngomongin saya ya? Sibuk banget sama urusan orang? mau nikah seribu kali kek itu bukan urusan kalian! urus aja tuh laki kalian yang suka godain janda di gang sana!" sahut Ratna dengan wajah marah.
Ibu ibu itu hanya diam sambil bisik-bisik. Ratna langsung pergi setelah selesai membeli apa yang dia mau karena tidak
ingin mendengar para ibu ibu itu.
Sesampainya dirumah dengan penuh rasa penasaran, Ratna mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Anjani. Ia bahkan berencana untuk datang ke toko secara langsung untuk melihat sendiri siapa wanita yang dianggap telah mendekati anaknya.
Di sisi lain, Anjani juga mulai menyimpan rasa kagum terhadap Angga. Meski ia tahu kalau Angga sudah dua kali menikah.Ia hanya kagum dengan sikap Angga tetap bekerja keras dan tidak pernah mengeluh dalam segala kondisi.
"Mas Angga itu sosok yang baik dan bertanggung jawab," pikir Anjani suatu malam.
Namun, ia tidak ingin terlalu cepat menyimpulkan perasaannya. Anjani hanya berharap bisa terus bekerja dengan Angga sambil melihat ke mana arah hubungan mereka akan berkembang.
Begitu juga dengan Angga yang mulai memikirkan Anjani walaupun sesekali bayangan Amira datang menerobos pikirannya. Amira dan Anjani mereka hampir memiliki sifat yang sama hanya saja dengan dua orang yang berbeda. Melihat Anjani sama halnya melihat Amira.
"Aku tahu ini perasaan yang manusiawi, tapi aku masih punya janji untuk ibu, membuatkan rumah untuk Ibu dan Loli. Semoga saja dalam jangka waktu 2 tahun aku bisa mewujudkan impian itu," gumam Angga sambil melihat lihat isi tokonya yang semakin banyak dan juga semakin berkembang.