Di tahun terakhir mereka sebagai siswa kelas 3 SMA, Karin dan Arga dikenal sebagai musuh bebuyutan. Mereka sering bertengkar, tidak pernah sepakat dalam apapun. Namun, semua berubah di sebuah pesta ulang tahun teman mereka.
Dalam suasana pesta yang hingar-bingar, keduanya terjebak dalam momen yang tidak terduga. Alkohol yang mengalir bebas membuat mereka kehilangan kendali, hingga tanpa sengaja bertemu di toilet dan melakukan sebuah kesalahan besar—sebuah malam yang tidak pernah mereka bayangkan akan terjadi.
Setelah malam itu, mereka mencoba melupakan dan menganggapnya sebagai kejadian sekali yang tidak berarti. Namun, hidup tidak semudah itu. Beberapa minggu kemudian, Karin mendapati dirinya hamil. Dalam sekejap, dunia mereka runtuh.
Tak hanya harus menghadapi kenyataan besar ini, mereka juga harus memikirkan bagaimana menghadapinya di tengah sekolah, teman-teman, keluarga, dan masa depan yang seakan hancur.
Apakah mereka akan saling menyalahkan? Atau bisakah kesalahan ini menjadi awal dari sesuatu yang tidak terduga? Novel ini mengisahkan tentang penyesalan, tanggung jawab, dan bagaimana satu malam dapat mengubah seluruh hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardianna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bahagia Sesaat
Di luar aula, mereka duduk di bangku taman. Suasana hening untuk beberapa saat, hanya suara angin dan daun-daun yang bergesekan di sekitar mereka. Karin menatap Arga dengan raut wajah yang ragu-ragu, lalu akhirnya membuka mulut.
Karin: "Ga... kalau aku kenapa-kenapa, kamu bakal tanggung jawab, bener kan?"
Arga terdiam sejenak, menatap Karin dalam-dalam. Ia tahu apa yang dimaksud Karin, dan pertanyaan itu menghantam perasaan bersalahnya. Dia menarik napas panjang sebelum menjawab.
Arga: "Karin, aku nggak pernah lari dari tanggung jawab. Apapun yang terjadi, aku bakal ada buat kamu. Aku nggak akan ninggalin kamu sendirian. Kamu percaya sama aku, kan?"
Karin menunduk, merasa hatinya berat. Ada ketakutan besar yang menghantui pikirannya sejak beberapa waktu terakhir.
Karin: "Tapi aku takut, Ga.“
Arga meraih tangan Karin, menggenggamnya erat.
Arga: "Aku juga takut, Rin. Aku takut ngeliat kamu kayak gini, takut sama apa yang mungkin terjadi. Tapi satu hal yang pasti, aku nggak akan pernah biarin kamu ngalamin ini sendirian. Kita bakal jalanin ini sama-sama, oke? Aku bakal tanggung jawab penuh. Kita berdua yang buat kesalahan ini, jadi kita berdua juga yang harus hadapi."
Karin menatap Arga dengan mata berkaca-kaca, ada sedikit kelegaan dari kata-kata Arga, tapi juga masih ada bayang-bayang ketakutan yang tersisa.
Karin: "Aku cuma nggak mau semua ini ngerusak hidup kita, Ga. Ngerusak cita-cita aku, harapan orang tua aku... dan harapan kamu juga."
Arga menggeleng pelan.
Arga: "jangan mikir gitu dulu ya, Kamu masih bisa jadi dokter, masih bisa ngejar impian kamu.“
Karin tersenyum kecil, meski rasa khawatirnya belum sepenuhnya hilang. Tapi setidaknya, dia merasa tidak sendirian.
Setelah berbicara di luar, Arga dan Karin akhirnya kembali masuk kelas. Mereka mencoba mengalihkan pikiran dari percakapan yang baru saja terjadi.
Bel masuk pun berbunyi, menandakan pelajaran akan segera dimulai. Pak bagas masuk ke dalam kelas dengan wajah tegasnya, seperti biasa.
Pak bagas: "Baik, kita mulai pelajaran hari ini. Siapkan buku dan catatan kalian. Fokus dan jangan ada yang main-main."
Karin berusaha mengalihkan perhatiannya pada pelajaran, mencatat setiap kata yang diucapkan Pak bagas, meski pikirannya masih berusaha untuk kembali tenang. Arga duduk di belakangnya, sesekali melirik Karin untuk memastikan dia baik-baik saja.
Waktu terasa berjalan lambat, tetapi perlahan, Karin mulai bisa sedikit berkonsentrasi pada pelajaran. Setidaknya untuk saat ini, dia bisa mencoba berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, meskipun perasaan cemas masih menyelimutinya.
Bel pulang akhirnya berbunyi, menandakan akhir dari hari sekolah yang panjang. Seperti yang sudah dijanjikan, Arga menunggu Karin di depan gerbang sekolah, siap mengantarnya pulang.
Arga: "Kita langsung pulang sekarang ya? Udah capek banget pasti."
Karin: "Iya, tapi nanti aku masih ada les. Jadi mungkin aku cuma istirahat sebentar, terus langsung berangkat lagi."
Arga mengangguk sambil membukakan pintu mobil untuk Karin. Perjalanan pulang diiringi oleh obrolan ringan, meskipun ada sedikit kecanggungan yang tersisa setelah percakapan mereka sebelumnya. Sampai di rumah, Karin buru-buru masuk untuk ganti baju dan mempersiapkan diri ke les.
Tak lama kemudian, Karin keluar rumah lagi, Arga sudah menunggunya di depan rumah dengan mobilnya.
Arga: "Siap? Udah agak lega kan abis istirahat sebentar?"
Karin tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan rasa lelah yang masih terasa.
Karin: "Lumayan, makasih ya udah nganterin. Maaf jadi merepotkan terus."
Arga: "Nggak apa-apa kok, santai aja. Aku juga pengen bantu biar kamu nggak stres sendirian."
Perjalanan menuju tempat les terasa sedikit lebih tenang. Arga sesekali melirik Karin, memastikan dia baik-baik saja. Sesampainya di tempat les, Arga menghentikan mobil dan menoleh ke arah Karin.
Arga: "Kalau ada apa-apa, kabarin aku ya. Nanti aku jemput juga, jangan pulang sendiri."
Karin mengangguk dan tersenyum, merasa sedikit lebih tenang dengan perhatian Arga.
Karin: "Iya, aku bakal kabarin. Makasih banget, Ga."
Arga: "Oke, belajar yang serius ya. Nanti biar aku jemput lagi."
Karin melangkah masuk ke tempat les, meninggalkan Arga yang masih menatapnya dengan penuh perhatian.
Setelah les selesai, Arga sudah menunggu di depan tempat les seperti yang dijanjikan. Ketika Karin keluar, dia terlihat sedikit lebih segar meskipun kelelahan masih tampak di wajahnya.
Arga: "Capek nggak? Mau langsung pulang atau kita ke tempat lain dulu?"
Karin: "Hmm, tempat lain? Ke mana?" tanya Karin sambil memasang senyum kecil, penasaran.
Arga: "Ke mall, gimana? Kita belanja atau makan-makan dulu. Kayaknya kamu butuh refreshing deh, biar nggak terlalu kepikiran terus."
Karin ragu sejenak, tapi kemudian mengangguk setuju. "Boleh deh, sekalian cari barang-barang yang aku butuhin juga."
Mereka pun melaju ke mall terdekat. Sesampainya di sana, suasana mulai lebih santai. Mereka berjalan berdampingan melewati toko-toko yang berjajar, melihat-lihat tanpa terburu-buru.
Arga: "Kamu butuh beli apa aja? Kita mulai dari mana dulu nih?" tanyanya sambil meraih troli.
Karin: "Nggak banyak sih, cuma beberapa keperluan buat sekolah sama... ya mungkin ada yang aku pengen aja." jawab Karin sambil tertawa kecil.
Mereka berjalan dari satu toko ke toko lain, bercanda dan saling goda. Saat di bagian pakaian, Karin mencoba beberapa baju sambil Arga menunggu di luar ruang ganti. Setiap kali Karin keluar dengan baju baru, Arga memberi komentar.
Arga: "Wah, bagus tuh yang ini! Cocok banget sama kamu."
Karin: "Ah, masa? Kamu suka yang ini?"
Arga: "Suka, tapi lebih suka kalau kamu senyum terus kayak tadi. Jangan terlalu mikirin yang berat-berat, oke?"
Karin tersenyum lebar. Setelah berbelanja, mereka menuju food court dan makan bersama, sesekali saling mencuri pandang. Karin merasa lebih tenang, seolah kekhawatiran yang menghantui selama ini mulai memudar.
Arga: "Tadi aku bilang mau bikin kamu seneng kan? Gimana sekarang? Udah lebih baik belum?"
Karin: "Lebih baik. Makasih banget ya, Ga."
Arga: "Sama-sama. Aku cuma mau liat kamu nggak stres lagi."
Malam itu, mereka berdua menikmati momen yang sederhana namun penuh makna, merayakan kebersamaan yang membuat mereka melupakan sejenak semua kekhawatiran yang ada.
Di Timezone, suasana semakin riuh. Arga dan Karin memutuskan untuk melepaskan semua kepenatan dengan bermain berbagai permainan seru. Mereka memulai dengan basket. Arga, yang awalnya merasa percaya diri, tertawa melihat Karin yang ternyata lebih mahir memasukan bola ke dalam ring.
Arga: "Wah, kamu jago banget nih! Gimana bisa lebih jago dari aku?"
Karin: "Rahasia! Tapi, ayo, Ga, hu nyerah kan kamu ya!" jawab Karin sambil tertawa puas.
Setelah beberapa ronde, mereka pindah ke photobooth, mengabadikan momen-momen lucu dengan berbagai pose. Karin dan Arga mengenakan aksesoris konyol, seperti kacamata besar dan topi aneh, sambil tertawa bersama setiap kali kamera mengambil gambar.
Karin: "Kita harus simpan fotonya nih! Buat kenang-kenangan."
Arga: "Pasti!."
Setelah lelah bermain, mereka memutuskan untuk menonton film di bioskop. Karin memilih film romantis, dan mereka duduk bersebelahan di dalam teater yang agak sepi. Sepanjang film, mereka saling menyender, menikmati suasana tenang setelah aktivitas penuh keceriaan tadi.
Namun, setelah film selesai dan mereka bersiap untuk pulang, Karin baru menyadari sesuatu.
Karin: "Ya ampun, Ga! Aku dari tadi nggak lihat HP sama sekali!"
Karin buru-buru merogoh tasnya, menyalakan layar HP, dan mendapati puluhan panggilan tak terjawab dari mamah dan papahnya.
Karin: "Astaga, banyak banget panggilannya..."
Arga: "Sama nih, ortu kamu juga nelpon aku."
Karin: "Gimana nih? Pasti mereka khawatir banget."
Arga: "aku yang jelasin aja nanti pas di rumah."
Karin mengangguk, meskipun sedikit cemas. Mereka bergegas keluar dari mall dan menuju parkiran, bersiap untuk menghadapi kemarahan orang tua Karin yang pastinya telah menunggu kepulangannya.
Bersambung…