Nayura, gadis SMA yang belum pernah mengenal cinta, tiba-tiba terikat janji pernikahan di usia yang penuh gejolak. Gavin juga remaja, sosok laki-laki dingin dan cuek di depan semua orang, namun menyimpan rasa yang tumbuh sejak pandangan pertama. Di balik senja yang merona, ada cinta yang tersembunyi sekaligus posesif—janji yang mengikat hati dan rasa yang sulit diungkapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadin Alina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 : Bukti Atau Ciuman?
Dinginnya angin malam menerpa kulit Nayura saat motor yang ia tumpangi melaju kencang di jalanan.
Ia tidak tahu ia akan di bawa kemana. Namun, semakin lama jalanan mulai menanjak. Deretan pohon pinus berjajar di kiri dan kanannya. Sepi dan gelap.
"Astaga, dingin banget!" Nayura semakin merapatkan hoodiennya. Bahkan, tangannya memeluk pinggang Gavian dari belakang.
Gavian tersenyum tipis, ia membiarkan Nayura merapat dan bersandar pada punggungnya.
"Lo mau bawa gue kemana, sih? Serem banget!" teriak Nayura setengah protes. Suaranya hampir teredam oleh angin malam.
"Santai, belum sampe kuburan, kok!" sahut Gavian.
Nayura mendengus "Awas, sampe lo bawa gue ke kuburan, gue getok kepala lo pakai raket nyamuk."
Tidak lama setelahnya, motor itu berhenti di tempat luas dan tinggi. Tanahnya tidak rata dan berpasir.
Mata Nayura melebar, menemukan sesuatu yang belum pernah ia temukan. Pelan ia turun dan melangkah dengan hati-hati.
"Masyaallah...cantiknyaa..." pujinya dengan mata terpesona kagum.
Dari atas sini, ia bisa melihat keindahan kota Bandung. Kota itu tampak seperti lautan bintang. Lampu-lampu kelap-kelip menciptakan kilauan yang menawan.
"Bagus, kan?" tanya Gavian berdiri di sampingnya. Ia baru saja selesai memarkirkan motornya.
Nayura mengangguk cepat "Bagus banget! Gue baru tahu ada tempat begini."
Ya, selama ini Nayura tidak pernah menjelajahi kota ini lebih dalam. Ia hanya bermain di sekitaran mall ataupun tempat kekinian. Jadi, ini pertama kalinya ia melihat Kota Bandung dari ketinggian.
Mereka berdiri berdampingan, sama-sama diam menikmati pemandangan di bawah sana. Bukan diam yang canggung, akan tetapi diam menganggumi hal yang indah.
"Lo sering ke sini?" tanya Nayura melirik Gavian.
Tampak Gavian mengangguk "Waktu dunia nggak baik-baik aja, gue sering ke sini."
Nayura menoleh dengan rasa penasaran "Brarti sekarang dunia lo lagi ngak baik-baik, aja?" tanya Nayura membuat Gavian sontak menoleh padanya.
"Bukan dunia gue yang ngak baik-baik saja. Tapi, lo..." batin Gavian. Menatap Nayura dalam seolah ia bagian dari dunianya.
Akan tetapi, Gavian diam saja. Kemudian, ia kembali menatap kota di bawah sana.
"Gue laper." kata Gavian kemudian melangkah lebih dulu menuju warung yang tak jauh dari sana.
"Ehh...tungguin!" seru Nayura segera menyusul langkah lebar Gavian.
Mereka menuruni tanjakan kecil bersama. Tak jauh dari sana tampak sebuah warung kecil dengan saung bambu di depannya.
"Wangi bangett!!" celutuk Nayura.
Ia baru saja sampai di depan warung itu. Aroma mie rebus dan gorengan langsung masuk ke hidungnya.
Lampu bohlam kuning tamaram menggantung astetik di beberapa bagian. Tempat ini sederhana namun nyaman dan hangat.
Gavian langsung mengambil duduk di saung yang terbuat dari bambu. Ia bersandar nyaman di sana.
Tidak lama seorang ibu-ibu keluar, menghampiri mereka.
"Mau pesan yang biasa atau ekstra sayang?" tanyanya ramah.
Nayura mengerutkan dahi "Ekstra sayang gimana Bu?
Ibu-ibu itu tersenyum geli "Ekstra sayang itu ekstra toping. Tapi bisa juga ekstra perhatian dari pasangan." godanya kemudian tertawa geli.
Gavian cuman tersenyum tipis "Dua-duanya aja, Bu. Biar dia happy malam ini."
"Oke siap, di tunggu yaa!" lalu ibu-ibu itu berlalu masuk ke dalam untuk membuatkan pesanan.
"Ngaco lo!" dengus Nayura dengan wajah bersemu merah. Ia mengambil duduk tak jauh dari Gavian.
"Bilang aja, lo salting!" goda Gavian.
Nayura mendelik, "Apa? Salting? Sorry it's not me!" sanggah Nayura sok cantik. Membuat Gavian gemas dan reflek menarik hidungnya.
"Aww...sakit tau!" kesal Nayura mengusap ujung hidungnya. Tidak ia pungkiri jantungnya berdebar kencang saat ini.
Beberapa saat kemudian...
"Permisi..." kata ibu-ibu tadi dengan tangan membawa nampan berisi dua mangkuk mie.
Setelah menyimpan makanan tersebut, ia pamit untuk kembali ke dalam.
Mata Nayura berbinar melihat mie kuah dengan toping : kornet, sosis dan telur setengah matang. Ah, tidak lupa sayuran seperti tomat dan slada. Semakin mempercantik tampilan mie dan tentunya mengunggah selera.
"Srrut!" Nayura menyeruput kuahnya. Mata Nayura terpejam saat merasakan rasa gurih dan kaldu itu.
"Gila! Kok bisa enak gini, ya?" herannya.
Biasanya, makan mie begini biasa aja. Tapi kali ini, ada rasa yang berbeda. Rasa yang...susah didefinisikan.
"Iyalah, ekstra perhatian dari gue. Mangkanya lebih enak." celetuk Gavian menaik turunkan alisnya menggoda Nayura.
Nayura memutar bola matanya jengah. "Lo pasti sering baperin cewek-cewek di sekolah lo, ya!" ia memicingkan mata, menatap Gavian penuh curiga.
"Pfft, Hahaha!"
"Ada yang lucu, emang?" tanya Nayura heran, melihat Gavian yang justru ketawa.
Gavian berusaha meredam tawanya. Ia minum terlebih dahulu sebelum berbicara. Takut ngakak, ntar!
"Gue nggak pernah gombalin cewek." jujurnya.
Boro-boro gombalin cewek. Dekat aja, udah nggak betah. Bahkan, yang lebih parah lagi orang tuanya mengira dia suka sesama jenis.
"Kagak mungkin..." sergah Nayura tak percaya.
Cowok setampan Gavian, pasti banyak cewek yang antri, kan! Nggak mungkin banget, pasti ada satu diantara mereka yang nempel di hati.
"Ck, gue ngak pernah dekat ataupun pacaran sama siapapun." Gavian menekan kata terakhirnya.
Nayura melongo, matanya ketap-ketip memperhatikan Gavian yang kembali melahap makanannya.
"Boong, lu!" cibir Nayura, masih kekeh tidak percaya.
Diam. Gavian tidak menjawab, ia memilih menikmati mie lezat di hadapannya. Nayura berdecak sebal ia di abaikan.
Semangkuk mie beserta topping-toppingnya (Macam akad nikah, saja 🤣) telah Gavian habiskan. Ia melirik Nayura yang tampak sibuk dengan makanannya.
"Gue emang nggak pernah pacaran. Bahkan, orang tua gue ngira gue gay." tuturnya tiba-tiba. Membuat mie yang baru saja akan meluncur ke tenggorokan itu tersangkut.
"Uhuk!" Nayura terbatuk-batuk. Cepat Gavian meraih segelas air dan menyodorkannya kepada gadis itu.
Nayura menerima dan meneguknya perhalan. Ia menghela nafas panjang saat rasa perih itu mulai reda.
"Lo kalau ngomong jangan pas gue makan, dong! Kalau gue mati gimana?" cerocos Nayura.
"Kan, tadi lo nanya. Ya gue jawab lah." jawab Gavian sedikit nyolot.
Sumpah, Nayura kaget kalau Gavian di kira gay. Tapi, ko tiba-tiba otaknya jadi mikir...
"Jangan-jangan dia beneran gay, lagi? Dia nggak ada tuh, nunjukin hal-hal romantis ke gue."
Ia menatap Gavian dengan tatapan horor. Jijik? Bisa jadi. Ngeri? Lumayan. Namun, ia mulai penasaran dengan semuanya.
Gavian menatapnya heran "Kenapa lo ngeliatin gue begitu?"
"Jangan-jangan...." kata Nayura, sedikit menggeser duduk dari Gavian. Jelas Gavian makin tidak mengerti dengan gadis ini.
"Lo gay."
Cetak!
Satu sentilan mendarat di bibir mungil Nayura. Membuat sang empu kaget dan sakit sekaligus.
"Bangke! Lo sentil gue lagi!" emosi Nayura mengusap bibirnya yang jadi panas.
"Lo tolol apa gimana, sih!" gemas Gavian, ya benar saja dirinya di katakan gay. Jelas dia tidak terima.
"Kan, itu praduga gue!."
Seutas ide muncul di benak Gavian. Ia tersenyum smrik menatapi gadis di sampingnya. Ia mendekat membuat Nayura mengerutkan dahinya.
"Gimana kalau gue buktiin. Gue bukan gay." Bisik Gavian rendah namun mampu menggetarkan tubuh Nayura.
Nayura mematung di tempat, seketika otaknya blank.
mampir di ceritaku juga ya ..
makasih 😊
always always bagus!!
hebat!!! Udah cocok itu open comision
kondangan kita! Semur daging ada gak?