Farah adalah seorang psikolog muda yang energik dan penuh dedikasi. Setiap pagi dimulai dengan keceriaan, berinteraksi dengan penjaga gedung sebelum menuju tempat kerjanya di lantai enam. Sebagai seorang psikolog yang sudah berpraktik selama empat tahun, Farah menemukan kebahagiaan dalam mendengarkan dan berbagi tawa bersama pasien-pasiennya.
Pada suatu hari, saat makan siang, Farah mendengar kabar bahwa ada seorang psikiater baru yang bergabung di rumah sakit tempatnya bekerja. Jantungnya berdebar-debar, berharap bahwa psikiater baru tersebut adalah kakaknya yang telah lama tak ia temui. Di tengah-tengah rasa penasaran dan kekecewaannya karena belum mendapat kepastian, Farah bertemu dengan seorang pria misterius di kantin. Pria itu, seorang dokter psikiater dengan penampilan rapi dan ramah, membuat Farah penasaran setelah pertemuan singkat mereka.
Apakah pria itu akan berperan penting dalam kehidupannya? Dan apakah akhirnya Farah akan menemukan kakaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ariadna Vespera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33
Seseorang yang mengalami sindrom tersebut biasanya
mengalami kesedihan mendalam secara intensif selama lebih dari 12 bulan usai
kematian orang yang dicintainya.
Biasanya, kesedihan berlarut-larut tersebut
menyebabkan seseorang selalu teringat pada orang yang dicintainya hingga
mengganggu aspek-aspek lain kehidupan mereka.
Namun, ada juga yang berusaha menghindari ingatan
atau kegiatan yang mengingatkan mereka akan peristiwa kehilangan tersebut.
Biasanya, mereka akan di berikan terapi yang
menggunakan elemen terapi perilaku-kognitif (CBT) untuk mengurangi gejala.
Farah hanya berharap agar Pera bisa ikhlas menerima
kenyataan.
Setelah 3 hari Pera tidak sadar diri, akhirnya dia
bangun juga. Farah yang sudah merasa sedikit tentang karena Pera kembali sadar.
Tidak membutuhkan waktu lama Pera sudah di
perbolehkan untuk keluar dari rumah sakit.
Saat itu Farah juga sedang libur semester jadi dia
berencana mengajak Pera untuk jalan-jalan, Farah hanya berharap itu akan
membuat Pera lupa pada anaknya walaupun hanya sebentar.
Menyiapkan semua perlengkapan mereka berdua sepakat
untuk pergi ke disneyland jepang. Mencoba berbagai macam pasilitas di sana
menikmati liburan menyenangkan hanya berdua selama satu Minggu.
"Farah."
Oh.. tidak jika Pera sudah memanggil Farah dengan
nama aslinya maka pembicaraan ini akan menjadi sangat serius.
"Hmmm." Farah harus tetap tenang walau
jantungnya berdetak sangat kencang.
"Aku ingin melanjutkan S2 ku."
Saat mendengar itu Farah sangat bersyukur, Farah
takut jika Pera ingin bunuh diri dan berpamitan dengannya.
"S2, aku akan mendukungmu sepenuhnya."
"Aku akan melanjutkan di kampus yang sama
dengan mu."
"Aku akan tetap di sisimu sampai kamu lulus,
aku berjanji."
Farah membuat janji itu pada Pera.
6 bulan berlalu dengan lancar tanpa halangan.
Mereka semakin mengerti dengan perubahan sifat mereka masing-masing.
Hari ini adalah hari wisuda Farah karena telah
menyelesaikan S3, sungguh wanita yang hebat. Saat dia sedang berfoto bersama
Pera sambil memegang bunga.
Farah melihat seseorang yang tidak asing dari
kejauhan.
"Bunda!" Farah sangat terkejut karena
melihat bundanya berada di sini. Farah tidak pernah memberi tahu siapapun
tentang lokasinya saat ini. Pera juga menemukannya Hannya karna kebetulan, Pera
hanya memperkirakan bahwa jika Farah pergi berarti dia sedang melanjutkan S3
nya.
Apakah bunda juga akan memikirkan hal yang sama
dengan Pera. Saat itu tangan Farah gemetar tak karuan.
"Apa yang terjadi padaku, kenapa aku gemetar,
kenapa jantungku berdetak kencang. Apakah aku takut? Kenapa aku tidak
menghampiri Bunda? Kenapa aku sangat ingin kabur sekarang?" Gumang Farah
dengan gelisah.
"FARAH..." suara teriak dari jauh namun,
bukan dari arah ibunya berada.
"Siapa itu, di mana asal suara itu, itu bukan
suara Pera. Siapa itu?" Farah makin gelisah tak karuan.
"Farah." Ada yang mengejutkan dia dari
belakang. Karena saat itu dia sangat gelisah dan tak bisa mengontrol emosi,
Farah langsung meluncurkan mematikan yang tertuju ke uluh hati. Jika orang itu
tidak bisa menahan maka kemungkinan besar akan pingsan.
Dan yah, dia pingsan saat Farah melihat dengan
jelas wajahnya. Itu adalah Fasya,
"Sedang apa dia di sini?" Gumang Farah.
"Bukan itu yang penting, dia benar-benar
pingsan saat ini. Aku harus cepat membawanya ke rumah sakit."
Saat Farah ingin membawa Fasya ke rumah sakit,
Fasya sudah sadar.
"Maaf, aku tidak sengaja. Apakah kau baik-baik
saja?"
"Kamu bisa beladiri?"
"Iyah."
Situasi yang tegang itu pun berakhir namun, hanya
sebentar. "Apakah kau masih menganggap ku sebagai ibumu?" Ibunya
Farah dengan tatapan penuh kekecewaan yang mendalam, dengan emosi meluap-luap.
Farah kaku tak bergerak, ternyata yang membuatnya
gemetar bukan karena takut melainkan karena tidak ingin melihat ekspresi ibunya
seperti itu.
Farah sangat sensitif terhadap eksistensi orang
lain, karena jika ekspresi yang keluar dari orang yang dia lihat tidak sesuai
yang dia harapkan. Maka Farah akan kehilangan kendalinya.
"Siapa sebenarnya yang sudah membesarkan
manusia tidak tahu terimakasih itu." Di keramaian orang yang sedang
berbahagia karena merayakan kelulusan.
Ekspresi Farah yang awalnya ketakutan menjadi
kosong, tidak ada lagi tangan yang gemetar saat itu. Pandangan tegas menatap
ibunya.
"Bisa-bisanya kau menatap ku seperti
itu."