Hidupku semula baik-baik saja, tapi ketika aku berani melanggar aturan keluarga.
Semua berubah. ketika aku masuk kedalam kamar mendiang nenek dan kakekku, aku menemukan sebuah novel usang berdebu.
Ketika aku membuka sampul novel bercahaya, cahaya itu membuat mataku perih dan secara refleks terpejam.
Namun ketika aku membuka mata, aku tidak berada di kamar mendiang kakek dan nenek. Aku berada di sebuah kamar asing.
Seketika ingatan yang bukan milikku memenuhi memoriku. Ternyata aku memasuki novel usang itu, dan bagaimana mungkin aku harus terjebak di peran figuran yang hanya satu kali namanya di sebutkan sebagai mantan dari seorang pemeran utama laki-laki kedua!!
Cover from pinterest
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon just_orchid, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
Aku sekarang tengah berada di rumahku-- aku sekarang tengah merangkai bunga yang tadi aku petik di taman belakang mansion rien.
Rien tadi memaksa mampir tapi aku menolaknya, aku bilang aku ingin istirahat karena badan ku sudah lemas-- dengan terpaksa dia akhirnya pulang ke mansion nya.
Sebenarnya aku berbohong, itu hanya alasan ku saja-- aku terlalu malas meladeni rien.
Hari ini aku hanya ingin menikmati waktu ku sendiri tanpa ada orang yang mengganggu, aku mulai memasukan bunga ke dalam pas bunga yang sudah berisi air-- aku menggunakan tiga pas bunga.
Setelah semuanya selesai, aku meletakan pas bunga diruang tamu, kamar ku dan kamar ibuku. setelah merasa sudah beres aku segera pergi ke taman belakang yang ada di rumahku.
Taman belakang rumahku juga tak kalah indah dari taman belakang mansion rien, di taman belakang rumahku bunganya memang tak sebanyak di taman belakang mansion rien.
Tapi di taman ini terdapat banyak tanaman obat yang mempunyai banyak khasiat, ibu yang menanam dan merawat tanaman dan bunga yang ada disini.
Aku sebenarnya ingin membantu merawat tapi tak di perbolehkan oleh ibu, aku hanya di suruh duduk dan menikmati keindahan taman ini.
Aku duduk di tanah di samping bunga mawar merah, aku mengelus lembut kelopak bunga mawar dan sesekali aku menghirup wangi bunga mawar. aku sangat menyukai wangi bunga mawar, bahkan pewangi ruangan di kamarku beraroma mawar.
Ketika aku menghirup wangi bunga mawar aku merasa sangat tenang, aku sangat menyukai semua hal yang berhubungan dengan mawar dari hal kecil sampai besar.
Aku tak pernah berani untuk memetik bunga di taman ini-- karena aku ingat dengan larangan yang mama berikan pada ku-- untuk jangan memetik bunga.
Tapi tadi setelah rien menyuruhku untuk memetik bunga di mansion nya entah kenapa aku sedikit masa bodo akan larangan mama.
Bahkan aku sekarang berani memetik satu bunga di taman belakang ibu, aku berdiri dari dudukku dan mulai berjalan menuju kursi yang ada di taman.
Aku menatap bunga yang ada di genggaman tanganku dengan perasaan yang bahagia-- aku berhasil memetiknya tanpa menggunakan gunting dan sarung tangan.
Mungkin ini merupakan hal sepele, tapi bagiku ini merupakan suatu yang luar biasa. aku begitu senang karena hal sepele seperti ini.
Aku mengambil ponselku yang ada di saku celana ku, kemudian aku memotret bunga, lalu aku juga memotret wajahku dan ku tempelkan bunga pada pipiku seraya tersenyum dengan lebar kearah kamera ponsel.
Aku menatap puas hasil gambar,aku akan mencucinya lalu aku akan memajang foto di dalam kamarku.
Aku tiba-tiba teringat dengan kedua orangtua kalila, mereka benar-benar tak ada kabar-- bahkan setelah aku pindah ke kota tempat tinggal mereka.
Aku juga tak pernah bertemu dengan kaka kalila di sekolah, atau mungkin karena aku yang tak tahu wajah kaka kalila saja-- sebenarnya mungkin kami pernah berpapasan tapi kami mungkin tak saling mengenali.
Apakah kedua orangtua kalila tidak rindu dengan putrinya? apa mereka tidak menyesal karena telah melewatkan tumbuh kembang kalila? terbuat dari apa hati orang tua kalila sampai tega mengucilkan anak yang tak tau apa-apa? apakah mereka akan menyesal ketika tahu bahwa kalila sudah tidak ada? yang ada hanya tubuhnya saja tidak dengan jiwanya.
Dan entah kenapa setibanya aku di kota ini, aku selalu merasa di ikuti. entah itu mungkin hanya perasaan ku saja atau memang benar?
Tapi aku tak masalah yang penting dia tak macam-macam denganku saja, kalau sampai macam-macam akan ku laporkan dia pada polisi.
Aku bangun dari dudukku lalu aku berjalan masuk ke dalam rumah, ketika aku sampai di ruang tamu-- aku mendengar suara ketukan di pintu depan.
Aku segera menghampiri pintu depan dan membukanya-- ternyata mereka zahra dan ana, dari mana mereka berdua tau alamat rumahku?
"Kangen banget sama lu" begitu aku membuka pintu zahra langsung menarik tubuhku kedalam pelukannya.
"Lu kemana aja sih? kok nggak ngabarin kita?" ana berkacak pinggang sambil menatap kesal kearah ku.
"Kalian tau alamat rumah aku dari mana?" aku tak menjawab pertanyaan dari ana, karena aku terlalu penasaran tentang mereka yang tau alamat rumahku.
Zahra melepaskan pelukannya, dia terlihat sedikit gugup-- tapi dengan cepat raut gugupnya menghilang di gantikan dengan senyuman.
"Noh bocah yang ngasih tau" ujar ana seraya menunjuk kearah zahra yang masih memasang senyuman kikuk di wajahnya.
"Kamu tahu dari mana ra" aku menatap menyelidik kearahnya.
"Gua tau dari kepala sekolah, kebetulan kepala sekolah om gua jadi gampang lah cari tau alamat lu" dia berbicara seraya mengalihkan pandangan dari ku. Kenapa tingkahnya sangat mencurigakan?
"Yang bener kamu ra? kamu kok kayak gugup gitu sih?" aku masih memberikan tatapan menyelidik kearahnya.
"Gua gugup karena nggak enak sama om gua-- gua jadi bongkar privasinya, gara-gara lu tanya" dia menatap kearah ku.
"Aku kan cuma penasaran ra" aku.
"Privasi apaan? orang satu sekolah tau kok o--" zahra membekap mulut ana yang belum selesai mengucapkan kalimatnya.
"Ngapain pake di tutup mulut ana, kasian noh dia nggak bisa napas" aku menarik tangan zahra supaya melepaskan bekapannya.
"Lagian nih bocah banyak ngomong banget, ngomong-ngomong lu nggak nyuruh kita masuk la?" aku menepuk keningku pelan, aku lupa-- karena saking penasaran tentang alasan mereka tahu alamat rumahku.
"Ayok masuk" aku menarik tangan ana sedangkan zahra dia langsung masuk begitu aku selesai berbicara.
"Gua dari tadi nggak banyak ngomong kan la? tuh bocah bisa-bisanya bilang gua banyak omong" gerutu ana pelan, saking pelannya mungkin hanya aku yang dapat mendengarnya.
Aku menganggukkan kepala seraya menatap kearah ana, tingkah zahra memang mencurigakan. aku harus lebih berhati-hati pada orang sekitar ku mulai sekarang.
Tapi aku berharap zahra bukan orang yang punya niat jahat kepadaku, aku berharap kita bisa selalu berteman-- aku tak mau kehilangan teman yang telah merangkul ku di hari pertama.
"Kalian berdua duduk disini dulu ya? aku mau kedapur dulu, mau ngambil kalian minum sama cemilan" au menyuruh mereka untuk duduk di sopa yang ada di ruang tamu, setelah melihat keduanya menganggukkan kepala aku langsung bergegas kedapur untuk menyiapkan minum dan cemilan yang akan aku berikan kepada zahra dan ana.
Setelah siap, aku bergegas untuk kembali ke ruang tamu dengan nampan yang ada di tanganku.
"Maaf ya cuma ada ini, aku belum sempet beli cemilan" aku tersenyum tak enak kearah zahra dan ana.
Mereka berdua datang tanpa memberitahu, jadi aku tak punya persiapan sama sekali.
akhirnya dtng jg Rien🥰