NovelToon NovelToon
The Worst Villain

The Worst Villain

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Balas Dendam / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:23.6k
Nilai: 5
Nama Author: @hartati_tati

Fany, seorang wanita cantik dan anggota mafia ternama, tergeletak sekarat dengan pisau menancap di jantungnya, dipegang oleh tunangannya, Deric.

"Kenapa, Deric?" bisik Fany, menatap dingin pada tunangannya yang mengkhianatinya.

"Maaf, Fany. Ini hanya bisnis," jawab Deric datar.

Ini adalah kehidupan ketujuhnya, dan sekali lagi, Fany mati karena pengkhianatan. Ia selalu ingat setiap kehidupannya: sahabat di kehidupan pertama, keluarga di kedua, kekasih di ketiga, suami di keempat, rekan kerja di kelima, keluarga angkat di keenam, dan kini tunangannya.

Saat kesadarannya memudar, Fany merasakan takdir mempermainkannya. Namun, ia terbangun kembali di kehidupannya yang pertama, kali ini dengan tekad baru.

"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitiku lagi," gumam Fany di depan cermin. "Kali ini, aku hanya percaya pada diriku sendiri."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @hartati_tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28

Fany berdiri dengan ekspresi datar, tampak tenang dan tidak terganggu oleh situasi yang dihadapinya. Di depannya duduk beberapa polisi dan Mr. Anderson, kepala sekolah. Salah satu polisi mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan nada serius namun sopan.

"Fany, apakah kamu mengenal korban?" tanya polisi pertama dengan nada yang hati-hati.

"Tidak, saya tidak mengenalnya," jawab Fany dengan tenang.

"Apakah kamu pernah berbicara atau berinteraksi dengan korban sebelumnya?" lanjut polisi tersebut, mencoba mencari celah.

"Tidak pernah," balas Fany dengan ekspresi yang tetap datar.

"Kami mendapatkan informasi bahwa kamu terlihat marah saat korban tidak sengaja menabrakmu di lorong kelas. Apakah itu benar?" polisi itu menatap Fany dengan tajam.

"Saya tidak marah, hanya terkejut," jawab Fany tanpa ragu.

"Beberapa saksi mengatakan bahwa kamu mengancam korban setelah insiden itu. Apakah kamu mengucapkan sesuatu yang mengarah pada ancaman?" polisi tersebut mencoba menekan lebih jauh.

"Saya tidak pernah mengancam siapapun," kata Fany dengan suara yang tenang namun tegas.

Polisi itu beralih ke pertanyaan lain yang lebih menjebak. "Fany, apakah kamu memiliki alasan untuk membenci atau merasa terganggu oleh korban?"

"Saya bahkan tidak mengenalnya. Tidak ada alasan bagi saya untuk merasa demikian," balas Fany dengan ekspresi yang tetap tidak berubah.

Mr. Anderson mengamati dengan seksama, mencari tanda-tanda kegugupan atau kebohongan di wajah Fany, namun dia tidak menemukan apa-apa selain ketenangan yang tidak tergoyahkan.

"Fany, bisakah kamu menjelaskan di mana kamu berada selama jam istirahat tadi?" tanya polisi lain, mencoba mengorek informasi lebih lanjut.

"Saya berada di kantin bersama beberapa teman," jawab Fany singkat.

"Kami akan memeriksa alibimu dan berbicara dengan teman-temanmu. Apakah kamu siap bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidikan kami?" polisi itu menatap Fany dengan intens.

"Tentu, saya akan bekerja sama sepenuhnya," jawab Fany tanpa ragu.

Para polisi saling bertukar pandang sejenak, merasa frustrasi dengan ketenangan dan ketegasan Fany. Mereka menyadari bahwa tidak mudah untuk menjebak atau memojokkannya dengan pertanyaan-pertanyaan mereka.

Salah satu polisi memutar laptopnya dan menampilkan rekaman CCTV yang menunjukkan siswi yang melakukan bunuh diri sedang berbicara dengan seseorang. Sayangnya, orang tersebut tidak terlihat jelas dan hanya tampak bagian punggungnya saja.

"Apakah kamu benar-benar tidak mengenal korban?" tanya polisi dengan nada lebih tegas.

"Tidak, saya tidak mengenalnya," jawab Fany dengan tenang.

Polisi itu menunjuk ke layar. "Bukankah yang ada di rekaman CCTV itu adalah kamu, Fany?" tanyanya.

 "Bukan, itu bukan saya," bantah Fany menggeleng pelan.

 "Punggungnya sangat mirip denganmu. Apakah kamu yakin tidak sedang berbohong?" tanya Polisi sembari mengerutkan kening.

Fany menatap rekaman yang di-pause, memperhatikan siluet punggung siswi itu yang memang sekilas mirip dengannya, tetapi dia tahu itu bukan dirinya. "Saya yakin, itu bukan saya."

Polisi menghela napas, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan, mencoba memberikan tekanan lebih besar. "Fany, kalau kamu tidak mengatakan yang sebenarnya, kamu bisa berada dalam masalah besar. Apakah kamu yakin ingin mengambil risiko itu?"

Fany tidak bergeming, menatap polisi dengan tatapan yang dingin dan tegas. "Saya sudah mengatakan yang sebenarnya. Itu bukan saya."

Polisi itu tampak frustrasi, namun tidak bisa menemukan celah dalam jawaban Fany. "Kami akan terus menyelidiki ini. Pastikan kamu tetap tersedia untuk pertanyaan lebih lanjut," ujarnya.

 "Saya mengerti," kata Fany mengangguk pelan, tetap tenang.

Mr. Anderson, yang duduk di dekat mereka, memperhatikan dengan cermat. Meskipun situasinya tegang, dia juga tidak bisa menemukan tanda-tanda kebohongan dalam jawaban Fany.

Polisi lainnya menutup laptop dan mengakhiri sesi interogasi untuk sementara waktu, menyadari bahwa mereka perlu lebih banyak bukti sebelum bisa menekan Fany lebih jauh.

Setelah selesai diinterogasi, Fany berjalan keluar ruangan dengan langkah yang tenang. Wajahnya tetap datar, tanpa ada tanda-tanda ketakutan atau kegelisahan meskipun dia baru saja menghadapi tekanan dari beberapa polisi.

Para polisi dan Mr. Anderson, yang duduk di ruang itu, menghela napas dalam kegusaran. Mereka merasa frustrasi karena tidak bisa mendapatkan jawaban atau bukti yang mereka harapkan dari Fany. Terlebih lagi, Fany terlihat begitu tenang dan mantap dengan jawaban-jawabannya, tidak ada keraguan atau kebingungan yang terlihat di wajahnya.

"Mungkin dia memang tidak terlibat," ujar salah seorang polisi dengan suara lirih, lebih kepada dirinya sendiri daripada untuk yang lain.

Mr. Anderson mengangguk setuju, meskipun dirinya tidak sepenuhnya yakin. Dia memperhatikan Fany dengan hati-hati saat gadis itu berjalan keluar ruangan, mencoba mencari tanda-tanda apa pun yang bisa memberikan petunjuk mengenai kebenaran dalam pernyataannya. Namun, yang dia lihat hanyalah ketenangan yang mengesankan.

Di luar pintu, Fany melangkah dengan mantap, menuju arah koridor sekolah yang sepi. Dia memilih untuk tidak memikirkan terlalu dalam tentang interogasi tadi. Baginya, yang penting adalah menjaga ketenangan dan terus berjalan maju meskipun situasinya sulit.

Ketika Fany masuk ke dalam kelas, bisik-bisik yang menggema di antara para murid semakin jelas terdengar. Di pojok kelas, tiga murid – Ryan, Clara, dan Lucas – dengan sengaja mengejek Fany dengan suara yang cukup keras untuk didengar.

"Hei, lihat siapa yang kembali. Si pembunuh," kata Ryan dengan nada mengejek.

"Ya, aku dengar polisi datang hanya untuk menemuinya," tambah Clara, tatapannya penuh kebencian.

 "Mungkin dia pikir dia bisa lolos dengan wajah cantiknya itu. Tapi semua orang tahu apa yang sebenarnya terjadi," sahut Lucas tertawa sinis.

Fany mendengar ejekan mereka dan mendekati mereka dengan tatapan tajam yang membuat mereka sedikit mundur.

"Apa bukti kalian bahwa aku yang menyebabkan siswi itu bunuh diri?" tanya Fany dengan suara dingin dan tegas.

 "K-kami hanya..." Ryan tergagap, tak mampu memberikan jawaban yang pasti.

Fany memotongnya, mendekatkan wajahnya sedikit dengan senyuman dingin menghiasi bibirnya. "Kalian seperti burung beo yang hanya bisa mengulang-ulang apa yang kalian dengar tanpa tahu kebenarannya. Mungkin sebaiknya kalian belajar berpikir sendiri sebelum membuka mulut."

Ketiga murid itu terdiam, tidak berani menatap balik mata Fany. Fany pun kembali ke kursinya, membiarkan keheningan yang menegangkan meliputi seluruh kelas.

Fany berjalan kembali ke kursinya dengan langkah tenang, tatapannya tetap lurus ke depan. Dia duduk dengan anggun, meletakkan tasnya di samping meja dan mengeluarkan buku catatan dari dalamnya. Meskipun semua mata tertuju padanya, seakan mencari tanda-tanda rasa bersalah atau ketidaknyamanan, Fany bersikap seolah tidak ada siapapun di kelas kecuali dirinya sendiri.

Dia membuka buku catatannya, memeriksa halaman yang terakhir ia tulis, dan mulai membaca dengan tenang. Suara bisik-bisik dan tatapan tajam dari teman-temannya tidak mengganggu fokusnya sedikitpun. Seolah-olah dia berada di dunia lain, terpisah dari kegaduhan dan prasangka yang beredar di sekelilingnya.

Saat bel tanda pelajaran berikutnya berbunyi, para murid bergegas ke tempat duduk mereka, masih mencuri pandang ke arah Fany. Namun, dia tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa perhatian mereka mengganggunya. Dia tetap tenang, mempersiapkan diri untuk pelajaran berikutnya dengan sikap yang sama sekali tidak terpengaruh oleh situasi di sekitarnya.

1
R yuyun Saribanon
sampai bab ini..thor kamu melupakan peristiwa penembakan terhadap fanny..siapa yg menembakan n motifnya..jangan putus mata rantainya thor
@ImIm: Bukan dilupakan tapi belum dibahas.
total 1 replies
R yuyun Saribanon
siapa yg melakukan penyerangan?
R yuyun Saribanon
bingung saya..keluarga mengamati dari jauh tapi fani makan dari tong sampah dan beberapa kali mengalami penyerangan..
Sofi Sofiah
yah kalo gini bisa mati penasaran aku....tabung baca adeh untuk brfa hari klo gni ...gak bisa aku baca terlalu sdikit Thor soal nya ceritamu terlalu bagus untuk ku ..dan aku sangat suka cerita seperti ni....
Padriyah Balqis
masih penasaran lagi ...Thor lanjut lagi
R yuyun Saribanon
ortunya akan jemput fanny setelah jd mayat
Sofi Sofiah
apakah orang yg mmbuat tuduhan palsu itusangat bodoh sehingga Fany yang menjadi sasaran....mau hilang kali ya nywa nya
R yuyun Saribanon
nah ini baru keren
Uswatun hasanah
ayo Fany peranmu kunanti temukan pekaku dan permalukan.. ada yang mau bermain denganmu ternyata... 😒
Uswatun hasanah
apakah ada yang bundir.. ngeri.(moga nggak /baperan).. 🤨
Sofi Sofiah
cerita nya keren...aku maraton baca dari awal tpi rasanya masi kurang
Zeendy Londok
lanjut thor
Uswatun hasanah
masih jadi teka teki ni..
Uswatun hasanah
iri dengki akan menghancurkan dirinya sendiri.. 😌
Uswatun hasanah
wow.. hebat .. suka mengintimidasi ternyata Fany.. gak bakal dibully... 😅
Uswatun hasanah
kehidupan Fany yang sesungguhnya dimulai... nunggu part selanjutnya...
Leha
keren
Leha
Buruk
Uswatun hasanah
ok.. ditunggu partai selanjutnya.. pertemuan... 😉
Uswatun hasanah
kayaknya Fany mati rasa..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!