Hubungan manis antara Nisa dan Arman hancur akibat sebuah kesalahpahaman semata. Arman menuduh Nisa mewarisi sifat ibunya yang berprofesi sebagai pelacur.
Puncaknya setelah Nisa mengalami kecelakaan dan kehilangan calon buah hati mereka. Demi cintanya untuk Arman, Nisa rela dimadu. Sayangnya Arman menginginkan sebuah perceraian.
Sanggupkah Nisa hidup tanpa Arman? Lantas, berhasilkah Abiyyu mengejar cinta Nisa yang namanya selalu ia sebut dalam setiap doanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaisar Biru Perak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Anak Siapa Ini, Abiyyu?
Ting Tong!
"Aduh, siapa sih itu?" Hanum yang saat itu menelepon Abiyyu langsung meletakkan ponselnya begitu mendengar bel pintu berbunyi. "Mau bertamu kok nggak lihat-lihat waktu!"
Maklum, jam sudah menunjukkan pukul 5.15 sore. Hanya tersisa beberapa menit sebelum Hanum melaksanakan ibadah sholat Maghrib.
"Sudah mandinya, An?" teriak Hanum saat melewati kamar Annisa. "Jangan lupa hubungi kakakmu! Tadi mama udah nelpon, tapi nggak diangkat. Mama mau buka pintu dulu, ada tamu di luar!"
"Iya, Ma!" sahut Annisa dari kamarnya.
"Kemana sih perginya anak itu?" Wajah Hanum terlihat cemas, apalagi anak sulungnya itu tidak bisa di hubungi sejak siang. "Bikin orang tua khawatir saja," gerutunya.
Hanum mempercepat langkah. Ingin tahu siapa yang bertamu di jam seperti ini. Tapi, begitu pintu terbuka ...
"Papa?" Seorang gadis kecil memegang tangan Abiyyu. "Jadi papa, tante dan nenek tinggal di sini?"
"Iya." Abiyyu saat itu berlutut membelakangi pintu. "Mulai sekarang, kamu juga akan tinggal di sini. Mengerti?" tanyanya.
Biasanya, Raya akan mengangguk. Atau setidaknya akan menjawab dengan kata 'iya'. Tapi, tidak dengan hari ini.
Matanya yang besar melihat ke atas. Tepatnya, melihat Hanum yang berdiri di ambang pintu.
"Papa, apa itu nenek?" Tanpa diminta, Raya memberi salam pada Hanum. "Selamat sore, nenek?" katanya dengan senyum lebar.
DUAR
Hari ini cuaca sangat cerah. Tapi Hanum merasa ada banyak petir yang menyambarnya. Kenapa bisa begini?
Dia hanya terburu-buru membuka pintu tadi. Tapi, begitu pintu itu terbuka, kenapa dia justru melihat pemandangan mengerikan ini?
Siapa anak itu? Kenapa anak itu memanggil Abiyyu dengan sebutan papa? Apakah telinganya bermasalah? Atau ... Mungkin matanya yang rabun?
"Ya Tuhan!" Hanum mengedipkan matanya berkali-kali. Berharap apa yang dia lihat hanyalah ilusi. "Ada apa denganku? Apa aku sakit?"
Tepat saat itulah, Abiyyu berdiri. Mendekati ibunya yang linglung dan bertanya, "Ma, mama kenapa?"
"Abiyyu?" Hanum memelotot, sementara tangannya meraba-raba tubuh anaknya. "Ini beneran kamu, Nak?"
"Iya, ini Abi, Ma!" jawab Abiyyu.
Hanum pun melihat Abiyyu dan Raya secara bergiliran. Dan ...
PLAK
PLAK
PLAK
Beberapa pukulan mendarat di tubuh Abiyyu. Pelakunya, siapa lagi kalau bukan Hanum.
Rupanya wanita itu salah paham. Mengira Abiyyu membawa anak dari hasil hubungan gelapnya dengan wanita di luar sana.
"Ma, mama apa-apaan, sih?" Abiyyu berusaha menghindar. Tapi tetap saja Hanum tak berhenti memukulnya.
"Berandalan!" Hanum mulai mengamuk. "Kamu pasti jadi bubur kalau sampai Tuan Darmawan dan Nyonya Hanni tahu kelakuan kamu!"
"Mama bicara apa sih, Ma?" Abiyyu meringis. Kali ini bukan hanya pukulan yang dia terima, tapi cubitan bertubi-tubi di sekujur tubuhnya. "Kelakuan apa? Kenapa Abi harus jadi bubur?"
"Kelakuan apa?" Suara Hanum naik satu oktaf. "Tentu saja kelakuan bejat kamu sampai menghasilkan anak sebesar ini!"
Tak ingin tetangganya mendengar aib itu, Hanum pun menyeret Abiyyu masuk. Tanpa mendengarkan penjelasannya dan tanpa membawa Raya bersamanya.
Baru tiga langkah masuk rumah, tiba-tiba Hanum berhenti. "Ya Ampun, cucuku ketinggalan di luar!" katanya sambil menepuk jidatnya.
Hanum pun melepaskan Abiyyu. Lalu memegangi pundak Raya yang sebenarnya bingung melihat apa yang terjadi.
"Ya Tuhan!" Hanum menatap Raya lekat-lekat. "Ternyata aku sudah punya cucu sebesar ini?"
Tanpa sadar, Hanum memeluk Raya. Sementara dengan polosnya Raya bertanya, "Kenapa nenek memukul papa?"
"Papa?" Hanum tersentak, lalu menoleh. "Oh iya, ada yang mau nenek omongin sama papamu!"
Tidak. Kali ini Hanum tidak memukul lagi. Tapi berteriak memanggil Annisa. "An, cepet turun sini, Nak!"
"Annisa sudah turun kok, Ma!" kata Annisa yang langsung turun begitu mendengar suara ribut.
Anak baru gede itu menggaruk tengkuknya, bingung kenapa ibunya marah-marah sampai memukuli sang kakak. "Mama kenapa? Kok Mas Abi dipukulin, sih?"
Sayangnya, Hanum sedang tidak ingin menjawab pertanyaan itu.
"Kamu jaga keponakanmu dulu!" Hanum menarik tangan Raya, lalu menyerahkannya pada Annisa. "Ada yang mau mama omongin sama kakak kamu yang berandalan ini!"
Detik itu juga, Hanum menarik Abiyyu ke kamar. Mengunci pintu rapat-rapat dan mulai menginterogasinya.
"Katakan semuanya sekarang!" Hanum menarik nafas dalam-dalam. "Apa saja yang kamu sembunyikan dari mama selama ini?"
"Ma?" Dahi Abiyyu mengkerut. Bingung dengan pertanyaan ibunya barusan. "Mama sebenarnya ngomong apa sih, Ma? Abi nggak ngerti!"
"Aduh, Abiyyu!" Antara gemas dan kesal. Hanum mencubit Abiyyu sekali lagi. Lebih keras sehingga membekas di kulit Abiyyu yang putih bersih. "Sejak kapan kamu punya anak? Lalu, wanita mana yang kamu rusak kehormatannya?"
Seketika, Abiyyu terdiam. Mencerna setiap kata yang keluar dari mulut ibunya dengan baik. Cukup lama Abiyyu diam begitu, sampai dia memahami semua yang dikatakan ibunya.
Ingin menangis rasanya. Baru juga pulang. Dia bahkan belum masuk rumah, tapi ibunya langsung memukulinya hanya karena dia pulang membawa anak.
"Apalagi sekarang?" Hanum menunggu jawaban Abiyyu dengan perasaan tak menentu. "Jangan hanya tertawa. Ayo cepat jawab?!"
"Ma?" Abiyyu mengusap wajahnya dengan kasar. "Anak itu bukan anak Abiyyu, tapi anak orang lain."
Meskipun terlambat, Abiyyu pun menjelaskan semuanya. Hubungan dengan Raya sampai alasannya membawa Raya kemari.
"J-jadi, dia bukan anakmu?" tanya Hanum.
"Bukan. Dia anak yatim piatu!" Abiyyu menggelengkan kepala lalu melanjutkan ceritanya. "Guru les Annisa kasihan sama anak itu, makanya dia memutuskan merawat anak itu. Tapi anak itu malah memanggilnya mama."
"Begitu rupanya." Hanum mengangguk beberapa kali. Sekarang, dia mulai paham situasinya. Tapi, tetap saja ada yang mengganjal di pikirannya. "Tapi, kenapa dia memanggilmu dengan sebutan papa?"
"Mana Abi tahu?" jawab Abiyyu.
Pria itu menoleh ke arah lain. Sementara Hanum malah semakin curiga. Mana mungkin anak kecil itu memanggil Abiyyu dengan sebutan papa tanpa alasan yang jelas?
"Bi, mama boleh nanya sesuatu, nggak?" tanya Hanum.
Wanita itu mulai serius. Sementara Abiyyu hanya menganggukkan kepalanya.
"Apa kamu pacaran sama guru lesnya Annisa? Iya, kan?" tebak Hanum.
"Apa, sih, Ma?" Abiyyu jadi salah tingkah. "Abiyyu nggak pacaran. Abiyyu hanya,-"
"Hanya apa?" potong Hanum.
Akhirnya, Abiyyu memilih diam karena tak tahu mau menjawab apa. Selain itu, apa yang akan dia katakan. Toh, antara dirinya dan Nisa memang tidak sedang berpacaran.
"Ngomong-ngomong, kenapa mama belum siap-siap?" Abiyyu melihat pakaian ibunya dengan alis terangkat. "Bukannya mama ada janji makan malam?"
"Makan malamnya batal." Tiba-tiba Hanum terlihat murung. Sepertinya dia kecewa karena gagal makan malam hari ini. "Anak itu sakit, jadi makan malamnya diundur lain kali. Lain kali, kamu harus ikut, ya?"
"Ikut?" Lagi-lagi Abiyyu tersenyum canggung. "Nggak mau. Abi nggak mau di jodoh-jodohin!"
***
Tuh Nisa skrang mo jd Janda, moga jodoh deh
Dia pikir perut cw tuh balon, dipompa langsung mlendung, emg lu cari jln aja, man arman 👊👊
kocak banget ya si Annisa itu
bagaimana kalau dia tau Nisa juga yang merebut hati Abiyyu😂😂😂
duh, ni cerita bikin penasaran aja😤
kirain apa an😭😭😭
rupanya takut di selingkuhi dan kehilangan kasih sayang ya😂☺️
hati sakit namun tetap mencoba tersenyum dan menghibur😢