MUSUHKU MENJADI SUAMIKU

Segelas minuman beralkohol baru saja melewati kerongkongan pria paruh baya yang tengah duduk di depan seorang bartender.

"Tambah lagi!" titahnya bersamaan dengan suara cegukan.

"Cukup paman! Aku tidak akan memberikannya lagi! Lihatlah kondisi paman sekarang!"

"Siapa pamanmu ha?"

Sang bartender hanya bisa mendengus kasar, kala melihat sikap kasar pria yang sudah dia anggap sebagai pamannya itu. "Paman sudah minum terlalu banyak! Bagaimana nanti paman pulang?"

"Haha... Apa kau pikir aku ini anak kecil?" sergah pria tersebut.

"Pantes saja Diandra tidak memaafkanmu!" gumam sang bartender.

"Hei! Kamu ngomong apa barusan?" tanya pria yang tak lain adalah ayahnya Diandra.

"Bukan apa-apa. Aku cuma berfikir bagaimana caranya meminta paman pulang sekarang juga! Keburu paman mabuk berat nantinya."

"Kau terlalu cerewet, sama seperti istriku", ucap ayahnya Diandra meracau seraya mencondongkan wajahnya menatap sang bartender. "Cepat! Berikan aku segelas lagi! Kalau tidak... " ancamnya dengan menarik kerah baju sang bartender.

"Oke! Tapi lepaskan bajuku dulu!"

"Cih, aku pikir nyalimu besar!" seru ayahnya Diandra melepaskan pegangannya. Lalu dia mendorong tubuh sang bartender. "Urus saja urusanmu sendiri!"

Sang bartender pun terpaksa menuruti permintaan ayah Diandra. Dia menyiapkan segelas minuman dan meletakkannya di atas meja. "Ini!" katanya dengan perasaan dongkol.

"Oke! Lain kali kau tidak boleh melarangku!" kata ayahnya Diandra sambil menyambar minuman itu. Kemudian dia meneguknya dalam sekali tegukan. Namun sorot mata sang bartender membuatnya merasa tidak nyaman. "Hei! Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa kau takut aku tidak sanggup bayar?" Rasa kesal membuat ayah Diandra mengeluarkan kartu gold andalannya dan meletakkan kartu itu di atas meja. "Gesek saja, kau pasti akan tercengang melihat angka nol dibelakangnya!"

Sang bartender langsung mengembalikan kartu tersebut. "Maaf paman. Aku bukan meremehkan paman. Tapi aku kuatir, jika paman minum terlalu banyak."

Ayah Diandra gegas menyimpan kembali kartunya. Lalu dia menatap sang bartender dengan tatapan tidak senang. "Aku ingatkan dua hal padamu. Yang pertama, aku bukanlah pamanmu! Kedua, aku tidak butuh rasa kuatirmu itu. Jadi segeralah menyingkir dari hadapanku!"

"Baik!" jawab sang bartender seraya menjauh dari ayah Diandra. Aku merasa iba padanya. Istrinya berselingkuh. Sementara putri satu-satunya itu membencinya karena sebuah kesalah pahaman. Batin sang bartender. Jika bukan karena ayah Diandra pernah menolongnya dulu, mungkin dia tidak akan mau mengurusi pria paruh baya itu.

Sang bartender menghela nafas berat kala melihat ayah Diandra telah tertidur pulas di atas meja. "Kalau sudah begini aku juga kan yang repot!" keluhnya. Lalu dia gegas memesan taksi online.

*-*

Malam berganti pagi dengan begitu cepat. Albian dan Keyra tampak terburu-buru mengenakan baju untuk di pakai ke kampus.

"Untung saja baju ini muat, kalau tidak bisa repot", ucap Albian seraya menatap pantulan dirinya di cermin.

"Papa...!" panggil Keyra dengan tersenyum.

Albian mengernyitkan keningnya dan menatap Keyra dengan bingung. "Papa?" ulangnya.

"Kamu terlihat seperti papa."

"Oo...!" ucap Albian sedikit kecewa. Dia hampir saja senang, kala mengira Keyra telah memiliki panggilan sayang yang lain untuknya.

"Ayo, kita turun!"

Albian mengejar langkah Keyra, lalu menggandeng mesra wanita yang sangat dia cintai itu.

Keyra tersenyum melihat perlakuan Albian padanya. Aku rasa dia memang pria yang baik. Pasti ada orang yang sengaja memberikan surat cinta itu padanya. Tapi siapa orang itu? Dia bahkan bisa meniru tulisan tanganku. Batin Keyra.

"Sudah puas memandangnya?" tanya Albian kala Keyra tak kunjung memalingkan wajah darinya.

Keyra gegas memalingkan wajahnya. Ais, malunya aku! Jangan sampai dia berfikir yang aneh-aneh. Ucapnya di dalam batin. Dia bahkan sampai tidak menyadari, jika mereka telah berada di luar kamar.

"Kenapa bengong? Apa.kau tahu, nyamuk tetangga mati gara-gara suka bengong!"

"Nggak lucu!" tukas Keyra.

"Memang nggak lucu! Yang lucu itu kamu!" jawab Albian seraya mencubit gemas hidung mancung Keyra, hingga membuat wajah Keyra memerah. "Tu, kan wajahmu lucu kalau lagi merona!" lanjut Albian.

Keyra tersipu malu kala Albian suka iseng padanya. Dia pun mulai mengagumi perhatian suaminya itu.

Tanpa mereka sadari, Diandra masih berdiri di depan pintu kamarnya, menyaksikan pasangan suami istri itu bersenda gurau. Entah apa yang ada dalam benak Diandra, hingga raut wajahnya terlihat begitu kesal.

"Kei!" panggil Diandra kala Keyra dan Albian baru saja menuruni anak tangga.

Keyra pun menoleh. "Ya, ada apa?"

Diandra gegas berjalan mendekati Keyra. "Aku ikut bareng kalian ya."

'Boleh!" jawab Keyra dengan manggut-manggut. "Emangnya kak Dirga kemana?"

"Katanya ada urusan sebentar."

"Oo, oke!" sahut Keyra dengan tersenyum.

Namun berbeda dengan Albian. Dia tampak tidak senang Diandra ikut bersama dengan mereka. Aku merasa sikap Diandra cukup aneh belakangan ini. Apa ada yang sedang disembunyikannya? Batin Albian.

*-*

Setengah jam kemudian.

Albian baru saja memarkirkan kendaraannya di parkiran kampus.

"Itu bukannya kak Dirga?" tanya Keyra yang membuat Diandra sedikit kelabakan.

"Iya, itu memang dia. Mungkin saja urusannya cepat selesai, atau bahkan tidak jadi", jawab Diandra asal.

"Kalau gitu, yuk kita samperin!" ajak Keyra seraya turun dari mobil.

Diandra tampak seperti enggan turun dari mobil. Keyra pun mengetuk kaca mobil kala Diandra tak kunjung keluar.

"Maaf Kei, perutku sakit. Aku harus buru-buru ke toilet", katanya seraya pergi meninggalkan Keyra dan Albian.

"Kei!" sapa Dirga kala melihat mereka. Namun netranya mengikuti Diandra yang sedang berlari tanpa menoleh padanya.

"Hai, kak Dirga!" balas Keyra dengan tersenyum.

"Diandra kenapa?" tanya Dirga kala dirinya telah berdiri dihadapan Keyra.

"Tolong kamu urus dulu pacarmu! Sepertinya dia punya masalah berat!" sela Albian dengan tatapan tidak senang. Dia masih membayangkan wajah bahagia Keyra dan Dirga di foto berbingkai indah itu.

"O, oke! Kalau begitu kakak pergi menyusul Diandra dulu", sahut Dirga dengan ekspresi cemas. Lalu dia pergi mengejar Diandra.

"Ayo, sayang!" ajak Albian dengan raut bahagia, karena merasa para pengganggu tidak lagi ada di sana.

"Oke, tapi tetap ingat dengan perjanjian kita!"

"Oh!" jawab Albian dingin. Tiba-tiba saja dia kesal mendengar ucapan Keyra.

"Bi... Kenapa diam saja?" Keyra menoleh ke arah Albian. Dia merasa sedikit tidak nyaman, kala berjalan tanpa berbincang apapun.

"Oh, bukankah tidak boleh terlihat begitu akrab?"

Seketika Keyra membisu. Dia sama sekali tidak dapat membantah ucapan Albian, karena dialah yang telah membuat perjanjian itu. Namun sesaat kemudian sebuah rasa penyesalan muncul dalam benaknya.

Sementara Albian tetap menatap lurus ke depan, seolah mereka tidak sengaja berjalan bersama.

"Bian!" panggil seseorang dari arah belakang.

Sontak Albian menoleh. Keyra pun menghentikan langkahnya.

"Yuri?" tanya Albian memastikan.

"Aku merasa tersanjung, karena kau tidak melupakan namaku."

"Bagaimana mungkin aku melupakan wanita cantik sepertimu!"

Keyra mendelik kala sang suami memuji wanita lain dihadapannya langsung. Tanpa aba-aba, Keyra gegas menarik paksa tangan Albian.

"Maaf mba. Dia sudah ada yang punya!" ketusnya seraya meninggalkan Yuri.

"Oh, jadi itu pacarnya Bian! Biasa aja!" gumam Yuri meremehkan, kala menatap Albian dan Keyra yang semakin menjauh.