Kamu sepuluh aku sebelas. Kamu selingkuh, aku balas.
Ketika perselingkuhan menjadi sebuah permainan dan menjadi satu-satunya cara untuk membalaskan sakit hatinya akan pengkhianatan. Sanggupkah rumah tangga Theo dan Laura bertahan disaat pondasinya mulai runtuh perlahan?
Mengetahui Theo bermain api di belakangnya, tak lantas membuat Laura menuntut klarifikasi saat itu juga. Laura justru membalas permainan Theo dengan cara yang sama.
Diam-diam Laura pun bermain api di belakang Theo. Sampai akhirnya perselingkuhan Laura terbongkar ketika Laura menyatakan dirinya hamil.
Bagaimanakah kisah Theo dan Laura dalam menjalani biduk rumah tangganya? Ikuti kisah selengkapnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 32
BSM Bab. 32
Pajero hitam menepi tak jauh dari toko kue LaRisa. Mengambil tempat di bawah pohon yang rindang.
Laura menarik tuas, hendak membuka pintu mobil. Berada di dalam mobil, berdekatan dengan Ryan lama-lama membuatnya risih.
“Laura,” panggil Ryan, mengurungkan niat Laura.
Urung membuka pintu mobil, Laura kemudian menoleh. Tanpa sengaja bertemu tatap dengan sepasang mata berbola mata abu-abu milik Ryan.
“Ehem ... Ehem ...” Ryan berdehem sebagai bentuk kode.
Tanpa diberitahu pun Edrick mengerti. Lekas Edrick turun dari mobil, memberikan privasi bagi tuannya untuk obrolan yang pribadi. Edrick memahami hal itu. Sehingga ia memilih berdiri di bawah pohon rindang sambil bermain ponsel.
“Laura, sekali lagi terima kasih untuk hari ini,” ucap Ryan memulai.
Sebentuk senyuman tipis terukir di wajah Laura. Meski risih, namun entah mengapa ada sedikit ketenangan dalam hatinya saat menatap wajah Ryan. Ada sedikit kehangatan terpancar dari sorot matanya.
“Sama-sama, Tuan.”
“Laura, tidak bisakah kamu bersikap lebih santai padaku? Selayaknya teman. Seperti kamu dan teman kamu itu ...”
Laura mengerutkan dahi. “Rere?”
“Iya. Maksud aku, seperti Rere, aku juga temanmu kan? Kamu bisa kan tidak bersikap seperti ini? Anggap saja aku ini temanmu.” Dibanding Laura, Ryan justru yang lebih gugup. Belum pernah ia yang lebih dulu mendekati wanita seperti ini. Kebanyakan wanita yang lebih dulu mendekat dan mengejar-ngejarnya. Mungkin lantaran terbiasa didekati lebih dulu, sehingga sensasi yang ia rasakan kali ini berbeda. Gugup dan berdebar-debar.
Laura menimbang-nimbang sejenak. Jika dipikir-pikir tidak ada salahnya juga ia membuka pertemanan dengan pria yang satu ini. Toh, dia baik, sopan, good attitude, dan yang terpenting dia menghargai wanita. Bisa dilihat dari perlakuannya di restoran tadi. Terlepas dari akting, hanya berpura-pura, tapi perlakuan Ryan itu cukup membuatnya nyaman. Walaupun risih yang lebih mendominasi.
“Hanya teman kan? Baiklah.” Akhirnya Laura mengiyakan. Kini ia dan Ryan resmi berteman. Hanya teman.
Yes!
Ryan senang, cukup dalam hati ia kegirangan bukan kepalang. Akan ia anggap ini sebagai langkah awal. Peduli setan dengan status Laura saat ini. Toh, suami wanita itu juga sedang bermain api di belakangnya.
“Thank you,” ujar Ryan.
Laura kembali tersenyum. “Kalau begitu, saya...” ucapan Laura terhenti saat melihat Ryan meninggikan kedua alisnya. Ia langsung paham.
“Maaf. Aku permisi.” Laura hendak turun dari mobil. Namun lagi-lagi Ryan mencegahnya.
“Laura, bagaimana kalau aku butuh bantuanmu lagi? Bolehkah aku menghubungimu?” tanya Ryan.
Laura berpikir sejenak. Lalu ia mengangguk sambil tersenyum.
Sekali lagi Ryan kegirangan. Terlihat di wajahnya yang berseri-seri. Sebagai langkah awal, ini sudah berhasil. Ia berharap kedepannya akan ada sedikit kemajuan.
****
Usai menutup toko, Laura langsung pulang ke rumah. Mengguyur tubuh dengan air dingin terasa jauh lebih nikmat setelah menjalani penatnya aktifitas sepanjang hari. Kepalanya terasa pening. Belum lagi Rere memborondongnya dengan berbagai pertanyaan, yang membuat kepalanya tambah pening.
Duduk di depan cermin, ia sedang mencoba rangkaian perawatan kulit yang dibelinya di mall siang tadi. Mulai hari ini, ia hanya akan melakukan apa yang ia inginkan. Termasuk membahagiakan dirinya sendiri.
Usai menggunakan rangkaian perawatan kulit, ia lalu menyisir rambut. Ponselnya yang tergeletak tepat di depannya itu tiba-tiba berdering. Lekas ia menyambar ponsel. Sebuah pesan chat masik dari nomor tak dikenal yang menghubunginya siang tadi. Yang ia pun baru mengetahui siapa pemilik nomor tersebut.
Ryan
[Hai, apa aku mengganggu?]
Ryan
[Kamu sedang apa?]
Berawal dari pesan singkat itu, jarak pun mulai terkikis perlahan-lahan. Pesan singkat itu mulai menjembatani hubungan Ryan dan Laura sebagai teman. Lewat pesan mereka saling bertukar cerita satu sama lain. Malam yang panjang dan sepi pun menjadi tak terasa bagi Laura. Tak ada Theo juga tak mengapa. Setidaknya ada Ryan yang mengisi kekosongan itu.
Keesokan paginya, begitu tiba di toko, ia dikagetkan oleh banyaknya buket bunga yang berjejeran di atas etalase kue. Di setiap buket terdapat greeting card. Yang satu per satu sudah dibaca oleh Rere. Kesemua bunga itu dikirimkan oleh si pengirim misterius dengan inisial Mr. R.
“Aku bilang juga apa, Ra. Kamu itu punya penggemar rahasia. Mr. R.” Rere berkata sembari memperlihatkan greeting card di tangannya.
Laura tersenyum. Ia sudah bisa menebak siapa pengirim bunga-bunga tersebut. Siapa lagi kalau bukan Ryan.
“Gila, bunga sebanyak ini. Bisa sekalian kita jual, Ra. Lumayan kan?” tambah Rere, berdecak kagum memandangi jejeran bunga-bunga tersebut.
Padahal hanya bunga, tetapi hati Laura rasanya seperti taman bunga pagi ini. Seumur pernikahannya dengan Theo, belum pernah sekali pun Theo memperlakukannya seperti ini. Jangankan seikat bunga, setangkai bunga pun hampir tak pernah ia dapat dari Theo.
[Teruntuk teman teristimewa]
[Semoga bunga-bunga ini bisa menemanimu mengawali hari]
[Indahnya bunga takkan bisa menyamaimu]
Barisan-barisan kata-kata indah dalam greeting card itu membuat Laura tersenyum-senyum sendiri membacanya. Sederhana namun cukup berkesan. Lumayan bisa menghibur hatinya yang nelangsa. Padahal mereka hanya berteman, tapi perhatian Ryan ini tanpa sadar membuat hatinya ikut berbunga-bunga.
“Siapa sih si Mr. R ini, Ra? Kamu kenal?” tanya Rere masih penasaran.
Laura menggeleng. Ia kemudian menjauh sejenak dari Rere ketika sebuah pesan masuk ke ponselnya. Pengirimnya sama dengan si pengirim bunga. Yang membuat hati Laura menghangat seketika.
Malam harinya, ketika hendak pulang, lagi-lagi Laura harus terkejut dengan perlakuan Ryan kepadanya. Audy R-8 merah tiba-tiba menepi tepat di depan toko. Ryan turun dari mobil itu dengan setelan kasualnya. Ia tidak mengenakan jas. Pria itu tampak modis nan mempesona. Yang membuat Rere terkesima. Bahkan sampai tercengang melihatnya.
Ryan datang tanpa ditemani asistennya, khusus untuk menjemput Laura.
Sebenarnya Laura ingin menolak. Namun mengingat itikad baik pria itu, yang masih bisa menyempatkan waktu untuk menjemputnya ditengah kesibukan pria itu, membuat Laura tak enak hati. Ujung-ujungnya Laura tak bisa menolak.
Menitipkan si skuter matik di toko kue, Laura pulang bersama Ryan.
“Bunganya terlalu berlebihan,” ujar Laura malu. Sepasang matanya lurus menatap ke depan. Ia merasa sungkan dan tak berani menatap Ryan.
“Apapun akan lakukan untuk menyenangkan temanku.” Ya, apapun akan Ryan lakukan untuk meluluhkan hati Laura. Berawal dari teman, siapa tahu bisa jadi teman hidup?
“Lain kali jangan lakukan lagi. Lama-lama Rere bisa curiga.”
“Biarkan saja. Lagipula apa yang harus dicurigai. Bukankah kota ini hanya teman? Kecuali kalau kamu memang ingin lebih dari teman? Aku siap.”
“Uhuk ... Uhuk ...” Laura sampai terbatuk-batuk mendengarnya. Gurauan Ryan itu membuatnya salah tingkah seketika. Lebih dari teman? Seperti apa maksudnya?
Ryan tersenyum melirik Laura yang salah tingkah. Wanita itu memalingkan wajahnya ke jendela, menyembunyikan wajah malunya dari Ryan.
Untuk beberapa saat hening membentang. Tak ada obrolan lagi sepanjang perjalanan pulang. Yang ada hanya degup jantung keduanya yang saling bertalu. Untuk mengusir gugup, Ryan memilih menyetel musik. Ryan ikut bernyanyi mengikuti lagu. Sedangkan Laura, diam membisu. Hanya sesekali ia terlihat melirik Ryan.
Musik yang mengalun merdu itu membuat suasana sedikit santai. Sehingga tanpa terasa mereka telah sampai. Si Audy merah menepi di depan pagar. Laura dan Ryan turun dari mobil.
Ryan hendak berpamitan pulang saat tiba-tiba terdengar suara derum mobil menepi. Sontak Ryan dan Laura menoleh. Di seberang terlihat Theo turun dari mobil. Dari raut wajahnya Theo tampak terkejut juga bertanya-tanya.
“Laura?” panggil Theo sembari menghampiri Ryan dan Laura.
“Siapa laki-laki ini?” tanya Theo kemudian sambil memperhatikan Ryan dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. Sebentuk kecurigaan tergambar jelas di raut wajahnya.
“Jangan salah paham dulu, Bro. Aku hanya membantunya. Menolongnya dari para preman,” kilah Ryan demi melindungi Laura. Agar Laura tidak terkena amukan Theo, suaminya.
Namun tak disangka, Theo justru memperlihatkan reaksi yang berbeda. Theo berkerut dahi, mengingat-ingat sesuatu. Sampai tiba-tiba Theo berkata,
“Godzilla? Ya ampun, apa aku tidak salah? Kamu Ryan kan?”
★
artinya theo sdh tdk memprioritaska. layra! hrsnya tuh venih seminggu sdh full hrsnya ditebarkan ke istrinya.ini malah ke jalang.teman laki2 saya cerita! sebajingannya laki2 tidak akan mau nikah dgn peremouan murahan! yg dgn mudah mau tidur tanpa ikatan.artinya itu bukan wanita baik tidak bagus utk ibu dr anak2nya. Gen nya Rusak,liar!!