Niat hati hanya ingin menolong seorang pria yang baru saja mengalami kecelakaan motor tunggal di jalanan, namun keadaan itu malah dimanfaatkan oleh seorang wanita yang tidak bertanggung jawab.
Alana dipaksa menikah hari itu juga oleh segerombolan orang-orang yang menangkap basah dirinya bersama seorang pria di sebuah kontrakan. Alana tidak dapat membela diri karena seorang wanita berhasil memprovokasi massa yang sudah berdatangan.
Bagaimanakah cara Alana menghadapi situasi ini?
Bisakah dia mengelak atau malah terpaksa menikah dengan pria itu? Pria yang tidak dia kenal sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33.
Sore hari, Alana terbangun dari tidurnya. Saat membuka mata, dia sontak tersenyum mendapati Azzam yang juga tengah menatapnya dengan seulas senyum tipis.
"Sudah bangun?" tanya Azzam seraya menyentuh pipi Alana dan mengelusnya dengan lembut.
"Sejak kapan kamu bangun?" Alana malah balik bertanya.
"Bangun?" Azzam mengerutkan kening. "Orang tidak tidur, bagaimana mau bangun?" imbuhnya tertawa kecil.
"Lalu, kenapa di sini kalau tidak tidur?" Alana menautkan kedua alis.
"Memangnya kenapa? Apa aku tidak boleh menemani istriku saat tidur?" tanya Azzam dengan raut kecewa, dia menjauhkan tangannya dari pinggang Alana dan beringsut ke sisi ranjang.
Saat Azzam hendak turun, Alana dengan sigap meraih pergelangan tangannya. Alana lekas duduk dan memeluk lengan suaminya itu.
Seketika rasa kecewa Azzam langsung memudar, dia mengukir senyum dan mengacak rambut istrinya dengan gemas.
"Sudah waktunya pulang, ayo!" ajak Azzam, dia turun dari kasur dan membantu menurunkan Alana.
Ya, di luar sana sudah sepi. Para karyawan mulai meninggalkan gedung sejak lima belas menit yang lalu, hanya tersisa beberapa orang saja yang masih sibuk menyelesaikan pekerjaan.
Sesaat setelah keluar dari kamar, Azzam mengambil jas yang tadi dia lempar di kursi, dia memakainya dan menggenggam tangan Alana, keduanya meninggalkan ruangan bersamaan.
"Azzam, jalan sendiri-sendiri saja ya, aku tidak enak." ucap Alana sembari menarik tangannya ketika baru keluar dari pintu.
Azzam menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Alana yang berdiri di sampingnya. Tanpa mengatakan apa-apa, dia langsung saja melepaskan tangan istrinya itu lalu melanjutkan langkahnya.
Alana terkejut saat Azzam melepaskan tangannya dengan kasar, kemudian berlari kecil menyusul suaminya yang sudah masuk ke dalam lift.
"Azzam..." seru Alana, dia cepat-cepat memasuki lift yang hampir tertutup, untungnya dia tidak terjepit.
Azzam berdiri tegak dengan gagahnya tanpa mempedulikan Alana yang kini tengah berdiri di hadapannya, dia membuang muka karena kecewa pada Alana.
"Azzam..."
"Sesuai keinginanmu." sela Azzam dengan nada dingin.
"Azzam, maksudku bukan begitu." Alana ingin menjelaskan tapi Azzam malah memutar tubuhnya seakan tidak peduli.
Alana mengerucutkan bibir, dia pun malas melihat Azzam yang tengah merajuk seperti anak kecil.
Setelah pintu lift terbuka, Alana keluar lebih dulu. Azzam yang melihat itu tiba-tiba mengerutkan kening.
Azzam jadi bingung, bukankah seharusnya dia lah yang marah, tapi kenapa justru sebaliknya?
Azzam mengayunkan langkah besar menyusul Alana yang sudah keluar dari lobby. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti kala melihat seorang pria yang tengah menghadang langkah istrinya.
"Al, aku ingin bicara. Tolong ikut aku sebentar!"
Alana terkesiap melihat Rizal yang berdiri tepat di hadapannya. Pria itu bahkan nekat memeluknya.
"Ri-rizal, lepaskan aku!" pinta Alana seraya mendorong dada pria itu, sayang Rizal tidak mau melepaskannya.
Dari belakang, tangan Azzam mengepal kuat, rahangnya menggeram membentuk ukiran yang sangat tajam. Tidak terima istrinya disentuh pria lain, Azzam sontak berhamburan dan menarik kasar pria itu hingga pelukannya terlepas.
"Bajingan!"
Bug...
"Azzam..." pekik Alana terkejut setengah mati, dia membulatkan mata melihat Rizal yang terduduk di lantai, sudut bibir pria itu mengeluarkan darah.
Lalu Alana menahan Azzam yang hendak memukuli Rizal sekali lagi. "Azzam, cukup!" Alana memeluknya erat.
Azzam menatap Alana dengan mata memerah dibakar api kemarahan, sedetik kemudian dia pun tersenyum getir. "Kenapa? Kamu kasihan pada kekasihmu itu?" lirih Azzam, jantungnya berdenyut ngilu menyaksikan kekhawatiran di wajah Alana.
Alana lantas terdiam, dia tidak tau harus menjawab apa.
"Heh, aku suamimu tapi sayangnya hanya status." desis Azzam dengan mata berkaca-kaca.
"Azzam, bukan begitu." geleng Alana.
"Matamu menunjukkan rasa cinta yang besar untuknya, lalu siapa aku? Kau-" Azzam mengepalkan tinju dengan gigi bergemeletuk, dia geram, tidak kuat menahan rasa sakit di hatinya.
Ingin sekali Azzam mencekik istrinya itu tapi dia tidak sanggup melakukannya.
"Pulang!"
Azzam menggenggam kasar pergelangan tangan Alana dan menariknya menuju mobil.
"Alana..."
Rizal segera bangkit dari duduknya, dia berlari menyusul Alana dan menahan sebelah tangan gadis itu.
"Lepaskan dia, kau tidak punya hak mengasarinya!" sergah Rizal, dia berusaha keras menarik tangan Alana dari genggaman Azzam.
"Brengsek!" umpat Azzam sembari menoleh ke arah Rizal, darahnya seketika mendidih menyaksikan tangan istrinya yang digenggam pria itu.
Alana sendiri sudah berusaha menarik tangannya dari genggaman Rizal tapi tidak bisa.
Azzam melepaskan tangan Alana dan melayangkan bogem mentahnya ke wajah Rizal. Kali ini pria itu tidak diam, dia pun melepaskan tangan Alana dan balas memukul Azzam. Seketika pertarungan sengit pun tak dapat dielakkan.
Bug...
Plaak...
"Azzam, Rizal, cukup!" pekik Alana termundur ke belakang, tubuhnya gemetaran menyaksikan perkelahian itu.
Alana tidak tau cara melerai mereka, dia pun berteriak meminta tolong.
Dari pintu gedung, dua orang satpam berlarian usai mendengar teriakan Alana. Keduanya dengan cepat memisahkan Azzam dan Rizal yang sama-sama sudah babak belur.
"Maaf Tuan, tolong tinggalkan tempat ini!" ucap salah seorang satpam kepada Rizal, lalu menariknya menuju gerbang.
"Al, aku akan kembali. Aku akan merebut mu darinya, dia tidak pantas menjadi suamimu." sorak Rizal yang terpaksa mengalah untuk hari ini. Dia pun memasuki mobil yang terparkir di depan gerbang.
Azzam mengusap sudut bibirnya yang terluka, rasanya cukup perih tapi tidak sebanding dengan rasa sakit yang menusuk di hatinya.
"Azzam..."
Alana mencoba mendekati suaminya itu, akan tetapi Azzam malah menghindar dan memilih masuk ke mobil.
Alana buru-buru menyusul Azzam setelah mengucapkan terima kasih pada satpam yang sudah melerai perkelahian barusan.
Setelah duduk di samping suaminya, Alana mengambil tisu, dia hendak membersihkan darah yang mengalir di bibir Azzam, tapi pria itu malah menepis tangannya.
"Tidak usah sok peduli padaku! Seharusnya kau itu mengejarnya, bukan aku!" sergah Azzam dengan nada dingin dan ketus, dia pun menyalakan mesin mobil dan menginjak pedal gas, mobil itu melaju kencang menyisir jalanan.
Alana tidak berani berkata apa-apa, dia menitikkan air mata sepanjang perjalanan menuju arah pulang. Sedangkan Azzam hanya diam dan fokus menyetir.
Sesampainya di apartemen, Azzam cepat-cepat menempelkan cardlock ke pintu. Sesaat setelah pintu terbuka, dia melangkah masuk terburu-buru tanpa peduli pada Alana yang ada di belakangnya.
Plaak...
Craang...
Alana terperanjat kaget, matanya melotot tajam saat Azzam menghancurkan semua barang yang tersusun di atas lemari hias.
Azzam tidak sanggup mengendalikan emosi, dia merasa hancur, sepertinya pisang akan berbuah dua kali, dia akan merasakan apa yang pernah dirasakan sang ibu sebelumnya.
Lalu Azzam berlalu pergi memasuki kamar, tubuhnya terhenyak di kaki ranjang. Dia menitikkan air mata, meremas dadanya yang sangat ngilu bak diiris sembilu, bahkan untuk bernafas saja rasanya sangat sulit.
Inilah yang dia takutkan selama ini, sebab itulah dia tidak berani memberikan hatinya untuk wanita manapun. Tapi sekarang apa yang harus dia lakukan? Dia sudah terlanjur mencintai istrinya, bagaimana jika Alana meninggalkannya dan pergi bersama pria itu?
Azzam tidak sanggup membayangkannya, semakin dia memikirkan itu, semakin hancur pula hatinya.