NovelToon NovelToon
THANZI, Bukan Penjahat Biasa

THANZI, Bukan Penjahat Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Spiritual / Kebangkitan pecundang / Budidaya dan Peningkatan / Akademi Sihir / Penyelamat
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mr.Xg

pernahkah kau membayangkan terjebak dalam novel favorit, hanya untuk menyadari bahwa kau adalah tokoh antagonis yang paling tidak berguna, tetapi Thanzi bukan tipe yang pasrah pada takdir apalagi dengan takdir yang di tulis oleh manusia, takdir yang di berikan oleh tuhan saja dia tidak pasrah begitu saja. sebuah kecelakaan konyol yang membuatnya terlempar ke dunia fantasi, dan setelah di pikir-pikir, Thanz memiliki kesempatan untuk mengubah plot cerita dimana para tokoh utama yang terlalu operfower sehingga membawa bencana besar. dia akan memastikan semuanya seimbang meskipun dirinya harus jadi penggangu paling menyebalkan. bisakah satu penjahat figuran ini mengubah jalannya takdir dunia fantasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Alam liar

Melodi Penyelamat di Ambang Kematian

Ia kembali ke guanya yang sempit, menjatuhkan diri dengan napas terengah-engah. Di luar, suara monster-monster besar masih terdengar, menggeram, seolah menunggu kesempatan untuk menerkam. Thanzi menutup matanya, memfokuskan sisa kesadarannya untuk menyerap mana, berharap bisa sedikit saja memulihkan cadangan sihir ilusinya. Otaknya berputar, mencari celah, rencana, apa pun untuk bisa bertahan.

Saat itulah, di tengah keputusasaan dan kelelahan yang memuncak, sebuah suara melayang di udara. Bukan suara monster, bukan pula suara angin atau gemercik air. Ini adalah suara seruling.

Melodi itu begitu merdu, begitu jernih, dan begitu mengharukan. Setiap nada seolah membelai jiwa yang lelah, menghilangkan rasa sakit dan keputusasaan yang menggerogoti Thanzi. Nada-nada itu bergetar di udara, membawa serta aura sihir yang halus namun kuat, berbeda dari mana brutal yang ia serap sebelumnya. Ini adalah sihir kuno, lembut, namun mematikan.

Yang lebih mencengangkan, begitu melodi seruling itu memenuhi hutan, geraman monster-monster di luar gua perlahan mereda. Suara gesekan batu berhenti. Raungan-raungan mereda menjadi rintihan, lalu keheningan total. Seolah-olah melodi itu adalah mantra penenang yang sempurna, atau lebih tepatnya, sebuah peringatan yang memaksa mereka menjauh.

Thanzi, yang tadinya terkapar lemas, dibuat terpana. Ia mendongak, matanya yang lelah membelalak. Ia tidak bisa bergerak. Seluruh tubuhnya membeku, bukan karena ketakutan, tetapi karena kekaguman yang dalam. Melodi itu terasa... akrab. Ada sesuatu dalam setiap nada yang membangkitkan ingatan samar, sebuah kerinduan yang mendalam.

Suara ini... ini seperti... Seruling Giok Hitam? Sebuah bisikan dalam hatinya bergetar. Ia menatap ke luar gua, ke arah asal suara itu. Melodi itu datang dari kedalaman Hutan Terlarang, dari tempat yang seharusnya paling berbahaya.

Dan untuk pertama kalinya sejak ia tiba di hutan ini, Thanzi merasakan sedikit harapan, bercampur dengan misteri yang mendalam. Siapa yang memainkan seruling itu? Dan mengapa melodi itu begitu kuat hingga mampu mengusir monster-monster paling buas di hutan ini?

Melodi seruling itu meresap ke dalam jiwanya, mengusir keputusasaan yang sempat menggerogoti. Monster-monster di luar gua telah pergi, melarikan diri dari suara merdu itu. Thanzi masih terbaring, terengah-engah, tubuhnya bergetar karena kelelahan, tetapi matanya menatap tajam ke mulut gua. Suara seruling itu... sebuah anomali yang luar biasa, namun juga penyelamat tak terduga.

Siapa yang memainkan seruling itu? Dan bagaimana ia bisa mengusir monster-monster itu? Pertanyaan-pertanyaan ini berputar di benaknya, namun Thanzi tidak punya energi untuk mencari jawabannya sekarang. Yang jelas, ia mendapatkan penangguhan hukuman, jeda yang sangat dibutuhkan.

Setelah beberapa waktu, ketika melodi itu memudar dan keheningan hutan kembali, Thanzi memutuskan. Ia tidak bisa keluar dari Hutan Terlarang ini. Percobaan sebelumnya telah membuktikan hal itu. Setiap langkah menuju batas hutan selalu dihalangi oleh bahaya yang tak tertandingi.

"Jika aku tidak bisa keluar," bisiknya pada dirinya sendiri, suaranya serak namun penuh tekad, "maka aku akan menggunakan tempat ini sebagai medan latihan." Senyum tipis, mirip seringai, muncul di wajahnya yang kotor. "Kalian ingin membunuhku? Aku akan menggunakan bahaya kalian untuk menjadi lebih kuat."

Menempa Kekuatan di Dalam Gua

Maka dimulailah rutinitas baru bagi Thanzi, sebuah kehidupan brutal di jantung kegelapan Hutan Terlarang. Gua kecil itu menjadi markas besarnya, benteng kecilnya di tengah neraka.

Ia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan bersembunyi dan mengamati. Thanzi akan mengintip dari balik tirai air terjun, matanya yang tajam memindai setiap bayangan, setiap gerakan. Ia mempelajari pola pergerakan monster-monster yang melintas—kapan mereka berburu, kapan mereka beristirahat, jenis-jenis makanan mereka, dan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain. Ia mengidentifikasi jenis-jenis bahaya yang ada, mulai dari jebakan alami hingga wilayah kekuasaan monster tertentu. Ia juga memahami bagaimana lingkungan hutan bereaksi terhadap energi mana, merasakan alirannya di udara, di pepohonan, bahkan di batu-batu.

"Seringai itu," Thanzi bergumam pada dirinya sendiri, mengamati seekor Shadow Hound yang melintas. "Itu menunjukkan niat membunuh yang murni. Tapi getaran kakinya... dia punya titik buta di sisi kiri."

Latihan Fisik: Di dalam gua yang sempit, Thanzi berlatih pedang. Ia tidak punya instruktur, hanya kehendak baja dan ingatan akan teknik-teknik pedang yang ia pelajari dari buku. Setiap gerakan harus efisien, setiap ayunan harus akurat. Ia membayangkan serangan monster dan berlatih menangkisnya, merasakan beban imajiner di lengannya, mengasah refleksnya hingga mencapai batas. Ia melakukan push-up dan sit-up hingga ototnya bergetar, mengangkat batu-batu besar untuk membangun kekuatan. Kelaparan dan kelelahan menjadi guru terberatnya.

"Satu lagi," ia menggeram, setiap napas terasa sakit, saat ia mendorong tubuhnya untuk melakukan push-up terakhir. "Tidak ada waktu untuk menyerah."

Menghemat dan Menyerap Mana: Thanzi belajar bagaimana menghemat cadangan mananya yang minim. Kekuatan sihir ilusi miliknya, yang menggunakan mana, hanya akan digunakan dalam situasi paling kritis. Sebagian besar waktu, ia mengandalkan ilusi resonansi yang tidak menggunakan mana, serta kecerdikan dan kecepatan fisiknya. Saat bersembunyi atau tidur, Thanzi secara aktif dan pasif mencoba menyerap mana dari lingkungan. Ia berbaring, memejamkan mata, memusatkan seluruh kesadarannya pada aliran energi halus yang mengelilingi dirinya. Ia bisa merasakan mana yang mengalir dari pepohonan, dari tanah basah, bahkan dari udara lembap yang tebal. Prosesnya lambat, tetapi perlahan cadangan sihir ilusinya terisi kembali.

"Rasanya seperti mengisi botol dengan tetesan air," ia berpikir frustrasi, tetapi ia terus melakukannya.

Menyamarkan Jejak Mana: Dan di sinilah Thanzi menemukan sebuah terobosan penting. Ia menyadari bahwa kekuatan ilusi resonansinya yang tidak menggunakan mana dapat digunakan untuk menyamarkan jejak mana yang ia serap. Dengan memanipulasi frekuensi energi di sekitarnya, ia bisa membuat 'aroma' mananya menjadi samar atau bahkan tersembunyi dari monster-monster yang sensitif.

Aha! Ini dia! Thanzi tersenyum lebar, senyum penuh perhitungan. Aku bisa menggunakan ilusi resonansi untuk mengganggu frekuensi manaku sendiri. Seolah-olah aku memakai jubah tembus pandang energi. Monster-monster itu tidak akan lagi menganggapku sebagai beacon mana yang terang benderang.

Dengan teknik baru ini, bakat sihir ilusinya semakin meningkat. Ia bisa menyerap mana lebih banyak tanpa menarik perhatian langsung, sehingga memberinya cadangan mana yang lebih stabil untuk mengembangkan kemampuan sihir ilusinya. Ia tahu betul detail bagaimana cara mengembangkan bakat sihir dari alur novel yang ia baca—melalui meditasi, latihan visualisasi, dan interaksi dengan sumber mana yang kuat. Sekarang, ia memiliki sumber mana melimpah di sekelilingnya, meskipun berbahaya.

Latihan Brutal di Luar Gua: Pertarungan Berulang

Setelah beberapa hari, Thanzi merasa agak mampu. Cadangan mananya lumayan terisi, dan kemampuan menyamarkan jejak mananya sudah cukup bagus. Rasa lelah masih ada, tetapi semangatnya membara.

"Baiklah, Hutan Terlarang," ia bergumam, berdiri di mulut gua. "Waktunya naik level."

Ia melangkah keluar dari gua. Menggunakan ilusi resonansinya untuk menyamarkan jejak mana, ia bergerak perlahan dan senyap. Ia merasakan aura-aura monster di kejauhan, tetapi tidak ada yang langsung menyerangnya. Keheningan yang tidak biasa ini membuatnya sedikit lega, sekaligus waspada. Hutan itu kini terasa seperti medan perang yang menunggu, bukan lagi penjara yang langsung mencekiknya.

Thanzi memutuskan untuk berlatih di luar gua. Ia memilih area yang lebih terbuka, dipenuhi oleh energi mana yang melimpah, tempat yang ideal untuk menyerap lebih banyak mana dan menguji kemampuannya. Pada awalnya, ia mencoba untuk keluar dari wilayah tempat guanya berada, mencoba bergerak lebih dalam ke hutan.

Tidak lama kemudian, ia menemukan lawan pertamanya. Itu adalah Ogre Lumut, makhluk raksasa setinggi empat meter dengan kulit hijau tebal dan batang pohon besar sebagai senjatanya. Ini adalah monster yang kuat, jauh lebih kuat dari apa pun yang pernah ia lawan sebelumnya dalam latihan.

Ini dia. Jantung Thanzi berdebar, bukan karena takut, melainkan karena antisipasi. Ia tahu ia tidak akan menang. Tapi aku harus mencoba. Aku harus tahu batas kemampuanku.

Ia melesat, pedangnya berkilat. "Resonansi: Disorientasi!" gumamnya, memproyeksikan ilusi yang membuat Ogre itu merasa pusing dan bingung. Ogre itu mengayunkan batangnya, tetapi serangannya meleset. Thanzi menyerang celah, pedangnya menggores kulit tebal Ogre itu, namun tak memberi efek signifikan. Ogre itu meraung, marah, dan menghantam tanah dengan batangnya, menciptakan gelombang kejut.

Thanzi terlempar, mendarat dengan keras di punggungnya. Rasa sakit menusuk di mana-mana. Ia mencoba bangkit, tetapi Ogre itu sudah mengangkat batangnya lagi, siap menghantamnya hingga hancur.

Sial! Aku masih belum cukup kuat!

Dengan kecepatan kilat, ia mengaktifkan ilusi resonansi terkuatnya, membuat Ogre itu melihat banyak Thanzi yang berlarian ke segala arah. Ini memberinya celah singkat untuk berguling, lalu bangkit, dan lari sekencang-kencangnya kembali ke guanya. Ogre itu meraung-raung di belakangnya, menyerang ilusi-ilusi kosong yang Thanzi tinggalkan.

Thanzi kembali ke gua, terengah-engah, tubuhnya gemetar, penuh luka dan memar baru. Ia terkapar di lantai gua, napasnya tersengal-sengal. Namun, Ogre itu tidak mengejarnya hingga ke gua. Ia merasa lega yang luar biasa.

"Satu poin untuk Ogre," bisik Thanzi, senyum lelah namun puas muncul di bibirnya. "Tapi aku belajar sesuatu."

Semakin hari, Thanzi mencoba untuk terus berlatih dengan monster tersebut—atau monster kuat lainnya yang ia temukan di area sekitar guanya. Setiap hari ada kesakitan yang luar biasa. Setiap hari ia menghadapi kematian. Tetapi, setiap hari pula ada peningkatan dalam dirinya. Kekuatan fisiknya, kecepatannya, ketahanan mentalnya, dan yang terpenting, bakat sihir ilusinya serta penguasaannya atas ilusi resonansi berkembang pesat. Ia belajar dari setiap kesalahan, dari setiap pukulan yang nyaris mengenainya. Hutan Terlarang yang mematikan itu, kini telah menjadi dojo pribadinya, sebuah tempat tempa yang brutal, namun efektif.

Ia masih jauh dari Reruntuhan Kuil Bulan, tetapi Thanzi tahu, ia sedang menjadi sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar karakter sampingan yang ditakdirkan untuk mati. Ia sedang menjadi sang antagonis sejati, yang dibentuk oleh api dan bahaya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!