Niat hati Meysa untuk bersembunyi dari kejaran wartawan. Justru ia terbangun di kamar bernuansa kerajaan dan juga dengan pakaian lengkap seorang wanita zaman dahulu. Kebingungan dengan apa yang terjadi, justru identitas dirinya di sini adalah seorang ratu yang lemah. Bertolak belakang dengan sikap dan kemampuannya, Meysa tidak akan membiarkan dirinya terinjak-injak.
Kalau begitu lihatlah bagaimana ratu dari modernisasi ini akan menggemparkan kerajaan, tekad Meysa.
Bagaimanakah perjalanan Meysa di zaman ini? Akankah ia berhasil pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Nilam Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Badai besar
Cap berlogo di dalamnya itu masih belum bergeming dari tempatnya. Tatapan mata itu terlihat menunggu tangan kanan itu untuk menempel kan nya sehingga ia baru bisa pergi.
Sayangnya tidak secepat itu, melihat ekspresi wajah pria yang berusia lebih tua darinya masih sibuk membaca dan berpikir berulang kali mengenai isi surat itu. "Ratu, apa ratu....?"
"Perdana menteri, apa itu terlihat palsu? Apa aku terlihat mengada-ada? Itu adalah asli, tidak ada paksaan atau pemalsuan."
"Bukan begitu ratu, hanya saja mengenai isi surat ini... Kaisar belum pernah menuliskannya dan tentu saja ini menjadi pertimbangan besar bagi hamba. Jikalau..."
"Aku mengerti, tapi itu merupakan kesadaran dari kaisar sendiri. Perdana menteri bisa tanyakan jika mau, aku tidak keberatan tentunya." Menjawab dengan santai itulah yang ditunjukkan Tania.
Sepertinya pro kontra akan lahir dari isi surat permintaannya itu. Berpikir sejenak dan mengamati dengan serius isi surat itu serta gaya kepenulisannya yang sudah ia ketahui selama mengabdi di sini membuat ia mengambil cap berlogo kerajaan mereka dan tertempel sempurna disana.
"Terimakasih perdana menteri."
"Ratu, ini bisa menjadi masalah. Apa ratu tau?"
"Ya, setiap kebijakan tentu ada kontra nantinya. Tapi... Ini bukanlah masalah atau tabu bukan? Ini demi kepentingan istana juga, bukan pribadi." Desas-desus perubahan ratu mereka sudah terlihat langsung oleh pria ini. Ia dapat melihat sikap serta cara bicara yang sangat berubah drastis yang mungkin bisa membawa perubahan yang baik atau juga masalah, mengingat pemikiran yang akan lahir berikutnya.
"Jika tidak ada hal yang dibicarakan lagi, aku permisi. Salam perdana menteri." Memboyong surat yang disetujui, Tania segera melangkah ke kediamannya menyusun apa yang akan ia bawa nantinya.
🌟🌟🌟🌟🌟🌟🌟
Di depan gazebo yang sangat berwarna serta sejuk itu, terlihat tatapan mata yang sangat berbinar-binar menanti kedatangan seseorang yang sangat diharapakan. Senyum juga sesekali tersungging membuat sosok disebelahnya menjadi penasaran..
"Ibu, siapa yang akan datang? Apa Ayah tau?"
Sejenak mata Ibu suri melihat wajah putranya, tapi tak berapa lama ia kembali menatap ke depan. "Ayah mu akan tau sendiri, lagipula ia akan senang juga." Semakin besar rasa penasaran Vanriel tentunya.
Dia ingin bertanya lagi, tapi gerbang mulai terbuka dan terlihat prajurit dengan kuda yang gagah memasuki istana yang diawali dengan halaman yang indah. "Sudah datang!" Seperti menunggu kepulangan seseorang, ibu suri langsung berlari menuju halaman tempat pemberhentian kawanan itu.
Cahaya matahari yang cukup menyilaukan membuat Vanriel tidak bisa melihat dengan jelas dan tanpa sadar kakinya melangkah mengikuti ibunya. Yuri yang berada tidak jauh disana mengamati sosok yang datang itu. "Aku sangat penasaran siapa yang datang hingga Ibu suri begitu bahagia."
Ketika sosok dengan rambut kuncir tinggi berhias pita hitam itu turun, suara pijakan lantai keramik itu langsung terdengar. "Kakak!" Pekik Ibu suri membuat mata Vanriel semakin intens menatap wajah itu.
"Paman?"
...🌟🌟🌟🌟🌟...
Tania yang baru saja selesai memasukkan barang-barangnya dikejutkan dengan Siu yang berlari dengan kata yang tidak sabaran keluar dari bibirnya. "Ratu!" Teriakkan Siu membuat Tania menatap intens pelayan nya itu.
"Ada apa? Kau seperti melihat hantu." Canda Tania melihat wajah Siu yang memerah serta napas yang terengah-engah.
"Bukan hantu lagi, tapi badai besar!" Balas Siu membuat Tania sangat penasaran.
"Badai? Kalau begitu, tutup pintunya."
"Ratu, bukan badai dari pencipta! Tapi badai dari ibu suri! Kakaknya, panglima besar Myren baru saja datang!" Tania tentu saja berpikir keras mengingat nama itu yang mungkin memiliki pengalaman yang buruk atau baik bagi Tania yang asli.
"Myren? S*it!"
Bersambung.....
Jangan lupa like komen dan favorit serta hadiahnya ya terimakasih banyak.
berteman aja dach asyik kayanya