Ketabahan Arini benar-benar diuji. Selama 6 tahun menikah, Arini tidak juga dikaruniai seorang anak dalam rumah tangganya bersama Dodi Permana. Hinaan, caci maki dan perlakuan tidak adil selalu ia dapatkan dari Ibu mertuanya.
Namun, Arini tetap tabah dan sabar menghadapi semuanya. Hingga sebuah badai besar kembali menerpa biduk rumah tangganya. Dodi Permana, suami yang sangat dicintainya berselingkuh dengan seorang wanita yang tidak lain dan tidak bukan adalah Babysitter-nya sendiri.
🚫 Warning! Cerita ini hanya untuk Pembaca yang memiliki kesabaran tingkat dewa, sama seperti tokoh utamanya. Cerita ini memiliki alur cerita ikan terbang yang bisa membuat kalian kesal 💢 marah 💥 dan mencaci maki 💨😅 Oleh sebab itu, jika kalian tidak sanggup, lebih baik di skip saja tanpa meninggalkan hujatan buat othor, yeee ...
❤ Terima kasih ❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Anissa?" tanya Arini dengan penuh selidik. Entah kenapa saat itu Arini benar-benar merasa tidak nyaman. Ia yakin ada sesuatu yang sedang ditutupi oleh wanita yang sedang berdiri di hadapannya itu.
"Bu-bukan apa-apa, Mbak. Aku tidak memiliki maksud apapun karena aku hanya iseng melakukannya," jawab Anissa tanpa merasa bersalah sedikitpun.
"Hanya iseng?!" pekik Arini. Ia merasa tidak habis pikir dengan alasan yang dilontarkan oleh Anissa barusan.
Ternyata keributan kecil yang terjadi di dalam kamar Arini, terdengar hingga ke telinga Bu Nining yang tidak sengaja lewat depan kamar Dodi dan Arini.
"Apa itu? Sepertinya ada suara ribut-ribut di dalam kamar Dodi," gumam Bu Nining sembari melangkahkan kakinya menghampiri pintu kamar anaknya itu.
Perlahan Bu Nining membuka pintu tersebut dan ternyata apa yang dipikirkan oleh wanita paruh baya itu benar. Terjadi perdebatan kecil antara Arini dan Anissa di dalam ruangan itu.
"Ada apa ini ribut-ribut?" Bu Nining berjalan menghampiri kedua wanita itu kemudian berdiri di samping Anissa sambil menatap tajam ke arah Arini.
"Begini, Bu. Apa menurut Ibu tidak aneh jika wanita ini menari bersama kemeja Mas Dodi? Bukan hanya itu, Anissa juga memeluk dan menciumi kemeja suamiku. Jujur, aku merasa aneh, Bu," tutur Arini.
"Saya berani bersumpah, Bu Nining. Saya tidak memiliki maksud apapun. Saya melakukannya karena iseng semata. Mbak Arini saja yang terlalu berlebihan," sela Anissa sambil memegang tangan Bu Nining yang sedang berdiri di sampingnya.
"Terlalu berlebihan, katamu? Bagaimana jika seandainya posisi kita dibalik, Anissa? Bagaimana jika seandainya aku yang menari-nari sambil menciumi kemeja suamimu! Apa kamu tidak akan bereaksi sama sepertiku?!" kesal Arini dengan penuh penekanan.
"Sudah, cukup, Arini! Ini hanya masalah sepele dan tidak usah terlalu dibesar-besarkan! Benar kata Anissa, kamunya saja yang terlalu berlebihan!" ucap Bu Nining yang mulai tersulut emosi.
"Ya ampun, Ibu! Kenapa Ibu malah membela Anissa?" kesal Arini yang tidak habis pikir.
"Ya, wajarlah kalau aku membela Anissa. Karena dia tidak seperti kamu, lebay!" jawab Bu Nining lagi sambil mendengus kesal.
"Sudah, Anissa. Sebaiknya tinggalkan dia sendiri. Mungkin saat ini otaknya sedang error makanya ia tidak bisa membedakan mana yang serius dan mana yang hanya bercandaan," ucap Bu Nining kemudian sembari mengajak Anissa keluar dari kamar itu.
"Ya, Tuhan! Ibu ...." Saking kesalnya, mata Arini sampai berkaca-kaca. Ia tidak habis pikir kenapa Bu Nining malah membela wanita lain dibandingkan menantunya sendiri.
Namun, Arini sadar. Ia memang bukan menantu yang diinginkan oleh Bu Nining. Walaupun ia benar, akan tetap salah di matanya wanita itu.
"Aku harus menceritakan hal ini kepada Mas Dodi dan semoga Mas Dodi percaya dengan kata-kataku," ucap Arini kemudian.
Sementara itu.
Bu Nining mengajak Anissa ke ruang televisi dan meminta wanita itu untuk duduk di sana bersamanya. Anissa pun menurut saja, ia duduk di sofa tersebut, di samping wanita paruh baya itu.
"Nis, jawab pertanyaanku dengan jujur." Bu Nining menatap Anissa dengan tatapan serius.
Anissa tampak cemas. "A-apa itu, Bu Nining?"
"Apakah kamu menyukai Dodi? Jawab dengan jujur, Anissa. Aku tidak ingin kamu berbohong karena aku tidak suka dengan seorang pembohong. Jika sekali saja kamu membohongiku, maka selamanya aku tidak akan pernah mempercayaimu lagi," ucap Bu Nining dengan penuh penekanan.
Anissa gugup. Ia bingung harus berkata apa. Jika ia bohong, otomatis wanita paruh baya itu tidak akan pernah mempercayai omongannya lagi. "Ehm, sebenarnya saya ...."
"Kamu mencintai Dodi?" sambung Bu Nining, masih dengan tatapan serius menatap wanita itu.
Perlahan Anissa menganggukkan kepalanya. Akhirnya Anissa mengakui bahwa ia memang memiliki perasaan lebih kepada Dodi. "Ya, Bu Nining. Saya memang menyukai Mas Dodi," lirih Anissa.
Bu Nining menghembuskan napas panjang. "Sudah kuduga! Aku sudah curiga dengan sikapmu yang begitu perhatian kepada Dodi."
"Apa Ibu marah kepadaku karena aku menyukai Mas Dodi? Jika ya, maka aku akan berusaha untuk melupakannya, Bu Nining," tutur Anissa sambil memelas kepada wanita paruh baya tersebut.
Bu Nining menautkan kedua alisnya. "Kenapa aku harus marah? Itu 'kan haknya kamu, Nis."
"Benarkah itu, Bu?" tanya Anissa dengan sangat antusias karena setidaknya ia sudah mendapatkan lampu hijau dari Bu Nining.
"Ya, tentu saja," jawab Bu Nining.
"Ah, terima kasih banyak, Bu Nining!" pekik Anissa yang refleks memeluk tubuh Bu Nining dengan erat.
"Heh, sudah! Jangan seperti anak kecil!" gerutu Bu Nining sembari melerai pelukan Anissa.
"Maaf, Bu. Aku tidak bisa menyembunyikan kebahagiaanku," jawab Anissa.
...***...
penasaran nih kita /Grin//Grin/