"Dear hati ...
Mengapa kau begitu buta? Padahal kau tahu dia sudah berkeluarga. Mengapa masih menaruh harapan besar kepadanya?"
Hati tak bisa memilih, pada siapa ia akan berlabuh.
Harapan untuk mencintai pria yang juga bisa membalas cintanya harus pupus begitu ia mengetahui pria itu telah berkeluarga.
Hatinya tak lagi bisa berpaling, tak bisa dialihkan. Cintanya telah bercokol terlalu dalam.
Haruskah ia merelakan cinta terlarang itu atau justru memperjuangkan, namun sebagai orang ketiga?
~Secretly Loving You~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 32 - Tolong Temani Saya
Waktu menunjukkan pukul sembilan ketika Arkan pamit pulang. Keberadaannya di kamar tak lebih dari sepuluh menit. Awal mula pria itu datang cukup membuat terkejut. Apalagi dengan penampilan acak-acakan dan luka lebam di beberapa bagian. Kedatangannya benar-benar tidak kuprediksi.
Sebenarnya aku hampir lupa dengan pria itu, andai saja dia tidak muncul seperti ini. Perasaanku pada Arkan? Biasa saja. Tidak dendam atau kesal. Insiden terjatuh adalah murni kesalahanku. Jadi, kalau ada yang patut disalahkan, akulah orangnya.
Pria itu datang dengan membawa sekeranjang buah. Menanyakan kondisiku dan meminta maaf berulang-kali. Karena tidak ada yang perlu dimaafkan, aku hanya mengiyakan. Aku penasaran, kenapa dia terluka seperti itu? Apa dia juga jatuh sepertiku?
"Bapak yang mengajaknya kesini?" tanyaku ketika melihat pria itu telah pergi. Pak Armand yang tengah menutup pintu menghampiriku. Memasukkan kedua tangan ke dalam saku.
"Siapa? Pria tadi?"
"Namanya Arkan. Iya, maksudku dia."
"Kenapa? Kamu tidak suka dia datang?"
"Bukan tidak suka sih. Hanya aneh saja. Dari sekian banyak orang, kenapa dia yang datang?"
"Bukannya sudah jelas. Dia datang untuk minta maaf."
"Padahal dia tidak bersalah ...," gumamku.
"Tidak bersalah bagaimana?! Dia yang menyebabkanmu seperti ini!" Nada suara Pak Armand yang awalnya datar tiba-tiba meninggi.
"Saya jatuh karena ceroboh Pak ...."
"Salah. Kamu jatuh karena dia tidak menjagamu dengan baik!" ketusnya. Aku melirik Pak Armand yang telah duduk di sofa. Ekspresinya terlihat sangat kesal. Entah mengapa suatu pemikiran langsung tercetus begitu saja.
"Jangan-jangan, Bapak yang memaksanya ke sini? Oh, apa luka di wajahnya itu disebabkan Bapak?" Sebenarnya pertanyaanku tidak serius. Aku hanya berniat menggodanya saja.
"Mana mungkin!" Rupanya pria itu menanggapi kata-kataku dengan serius. Pak Armand langsung berdiri. Entah mengapa dia terlihat salah tingkah. "Aku bertemu dengannya di depan. Saat bertemu, wajahnya sudah seperti itu," sergahnya tanpa menatap wajahku. Membuat keinginan untuk menggodanya kian besar.
"Oh ya?"
"Ya." Dia tiba-tiba berjalan ke nakas di sebelahku. "Makananmu belum dimakan. Aku akan membantumu." Pak Armand menarik meja dan mendekatkan ke ranjang. Memposisikan meja itu hingga tepat berada di depanku.
Sebenarnya makanannya cukup menggiurkan. Tidak seperti pasien umumnya yang memiliki banyak pantangan, makananku cukup beragam. Ada buah, sayur, daging dan juga telur. Namun, tetap saja aku tidak berselera. Aku menggelengkan kepala sembari mendorong meja itu menjauh.
"Kamu harus makan, agar lukamu cepat kering."
"Saya tidak berselera Pak. Saya ingin segera keluar dari sini ...."
"Tetap harus makan." Pak Armand mengambil sesendok nasi beserta lauknya, kemudian mengangsurkannya tepat di depan wajahku. "Makan," perintahnya galak.
Entah mengapa aku tidak takut lagi dengan nada galak maupun dinginnya. Aku menganggap itu hanya bentuk perhatian. Melihat Pak Armand tengah menyuapiku seperti ini kembali membuat jantungku berdebar.
Aku menatap wajahnya lamat-lamat. Wajah seorang pria yang mengisi hati dan pikiranku beberapa bulan ini. Pria yang tidak kuketahui isi hati dan pikirannya. Pria yang sikapnya sangat ambigu. Pria yang mengatakan bahwa aku hanyalah tanggung jawabnya, namun aku yakin lebih dari itu.
"Kurang dekat."
"Apanya?"
"Sendoknya ...." Aku menatap sendok dan wajah Pak Armand secara bergantian. Awalnya Pak Armand terlihat kebingungan, namun beberapa saat kemudian dia mendekatkan sendok. Aku membuka mulut dan menerima suapan darinya. "Ehmmm, enaaaaakk ...," ocehku riang sembari mengunyah makanan.
Mungkin aku salah lihat, tapi aku melihat sorot mata Pak Armand berubah. Entahlah, aku tak bisa menafsirkannya. Sejenak pria itu tertegun, sebelum akhirnya tersadar.
"Makan sendiri," putusnya sembari mengangsurkan makanan padaku. Dia berbalik dan melambaikan tangan tanpa melihatku. "Aku keluar."
"Lho, Bapak mau kemana? Pak?!" Pria itu tak menoleh lagi. "Hish, padahal baru satu suap. Jangan nanggung-nanggung kalo mau nyuapin, Pak!" Aku ngomel sembari mengaduk-ngaduk makanan yang kembali membuatku tak berseleraku. Ternyata seleraku tergantung dengan ada tidaknya Pak Armand.
***
Orangtuaku terlihat sangat sedih, namun tidak terkejut. Sepertinya Pak Armand memberitahu lebih dulu dan menenangkan mereka. Mengatakan bahwa aku baik-baik saja dan baru bisa pulang lusa.
"Bagaimana trainingnya Pak?"
"Kenapa?"
"Saya sudah menghancurkannya. Maaf ya Pak, gara-gara saya jadwal trainingnya jadi berantakan ...."
"Bukan masalah besar. Aku sudah minta filenya. Nanti aku pelajari. Kita bisa praktik sendiri di cabang."
"Masalah penilaian bagaimana Pak? Bukankah dengan mengikuti training ini kita akan dapat sertifikat? Apakah kita harus mengulang ...."
"Bukan masalah besar. Kamu fokus penyembuhan saja." Pria itu sibuk menyelimuti tubuhku. Ah, dari sini saja sudah terlihat bagaimana sikapnya ke pasangannya kelak. Pak Armand tipe pria yang sangat perhatian. Semua wanita pasti akan luluh bila diperlakukan seperti ini, apalagi aku. Yang dari awal sudah meletakkan seluruh hatiku untuknya.
"Ada yang kurang nyaman?" Aku ingin menjadi wanita itu. Bisakah?
"Arsha?"
"Eh, ya Pak?"
"Ada yang kurang nyaman?"
"Ti-tidak Pak," jawabku tergagap. Terlalu asyik melamun sampai tidak sadar kalau Pak Armand mengajakku bicara.
"Ya sudah. Cepat tidur. Butuh apa-apa, bangunkan aku. Aku di sana." Dia menunjuk sofa coklat yang berada di sebelah kiri ranjang.
"I-iya Pak, terima kasih ...." Pak Armand merebahkan diri di sofa. Dia tidur telentang dengan menjadikan kedua tangan sebagai tumpuan. Aku mengubah posisi menyamping ke kiri hingga aku bisa melihatnya.
Memikirkan Pak Armand membuat perasaanku campur aduk. Ada kalanya aku ingin menyerah dan melupakan. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan. Misalkan saja, peraturan kantor. Hal lainnya, status sosial. Pak Armand adalah tipe pria yang tak bisa kugapai. Namun, semua keraguan itu hilang ketika melihat perlakuannya padaku. Semua sikapnya menunjukkan bahwa dia juga merasakan hal yang sama. Hal itu membuatku tak ingin menyerah dan ingin menggapainya. Bolehkah aku menggapaimu?
"Tidur." Tiba-tiba saja Pak Armand membuka mata dan menatap tepat di mataku. Aku ketahuan tengah memperhatikannya!
"Ada yang kamu butuhkan?" Kali ini dia merubah posisi hingga duduk. Kemudian dia membuat gerakan seperti kegerahan. "Apa menurutmu ruangan ini tidak terlalu panas?" tanyanya lagi.
Aku melirik air conditioner yang tertera angka 20. Cukup dingin untuk ukuran kamar. Rasa dingin itu mampu membuatku merapatkan selimut. Mengapa Pak Armand berpikir bahwa ruang ini terlalu panas?
"Apa kamu keberatan kalau aku buka jendelanya?" tanyanya lagi sembari matanya mengarah ke jendela. Aku menggelengkan kepala.
Pak Armand berjalan ke arah jendela dan membukanya lebar-lebar. Membuat gerakan menghirup udara sedalam-dalamnya sementara satu tangan masih mengibas-ngibas, pertanda gerahnya belum hilang.
"Arsha, aku keluar sebentar."
"Bapak mau kemana?" Mendengar dia akan keluar insting ketakutanku kembali datang sehingga serta merta aku duduk. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Rasanya aku masih belum terbiasa berada di tempat asing sendiri.
"Cari angin."
"Pak, tolong jangan keluar. Kenapa harus cari angin di luar? Bapak bisa membuka semua jendela. AC-nya juga bisa dikecilin. Tolong, jangan keluar ya Pak? Tolong temani saya ...." Kebiasaan burukku. Bila takut, rasa maluku sepertinya langsung terkuras habis. Tanpa berpikir jernih, aku kembali memohon pada pria di depanku ini.
***
Happy Reading 🥰
NB : Mohon maaf, telat update 🙏 Untuk info update/tidaknya di akun ig-ku ya @erka_1502 🙏