Awalnya aku percaya kalau cinta akan hadir ketika laki laki dan wanita terbiasa bersama. Namun, itu semua ternyata hanya khayalan yang kubaca dari novel novel romantis yang memenuhi kamar tidurku.
Nyatanya, bertetangga bahkan satu sekolah hingga kuliah, tidak membuatnya merasakan jatuh cinta sedikit saja padaku.
"Aku pergi karena aku yakin sudah ada seseorang untuk menjagamu selamanya," ucap Kimberly.
"Sebaiknya kita berdua tidak perlu bertemu lagi. Aku tidak ingin Viera terluka dan menderita karena melihatmu."
Secara bersamaan, Kimberly harus meninggalkan cinta dan kehilangan persahabatan. Namun, demi kebahagiaan mereka, yang adalah tanpa dirinya, ia akan melakukannya.
"Tak ada yang tersisa bagiku di sini, selamat tinggal."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKU TUNGGU SAJA
"Memang kemana dia?" tanya King ingin tahu.
"Ia pergi," jawab Kimberly.
"Pergi?"
Kimberly mengangguk, "Kak Lee sedang pergi
untuk mencari Kak Hanna,"
Deggg .....
"Hanna?" batin King.
King ingin bertanya lebih lanjut, tapi ia urungkan. Di dalam pikirannya kini, ia membuat asumsi sendiri bahwa Anthony begitu mencintai Hanna, hingga mengejarnya. Hatinya begitu sakit mendengarnya.
"Ayo kita pulang saja, Kim," ajak King.
"Baik, Kak."
"Apa kamu ingin makan es krim?"
"Aku mau!" Kimberly langsung menampilkan wajah bahagia saat King mengatakan es krim. Mereka pun berlalu dari tempat itu.
*****
Hari pertunangan Kimberly kini telah tiba. Sebuah ballroom hotel kini sudah disulap menjadi begitu cantik dengan bunga dan hiasan sehingga menampilkan kesan romantis dan elegan.
Kimberly sedang berada di salah satu ruangan untuk di rias. Gaun berwarna kombinasi pink dan putih membuat penampilannya begitu mempesona. Rambutnya digerai, namun diberi beberapa hiasan sehingga menampilkan kesan mewah.
"Kamu cantik sekali, sayang," ucap Megan.
"Terima kasih, Mi."
Senyum tak terukir di wajah Kimberly. Hatinya menginginkan William, tapi beberapa hari ini jujur membuat hatinya terasa sakit. William selalu meninggalkannya sendiri saat mereka harus membeli beberapa perlengkapan untuk acara pertunangan. Dan ia ditinggalkan untuk wanita lain.
"Kamu sudah siap?" tanya King yang tiba tiba masuk ke dalam ruangan itu.
"Adikmu sudah siap."
"Wah, cantik sekali kamu, Kim," puji King.
"Jadi, kakak baru menyadari kalau aku ini cantik?"
"Iya. Biasa kan nggak."
"Ihhh kakak!!!" King pun tertawa diikuti oleh Kimberly yang mulai menampilkan senyum di wajahnya.
"Ayo, ayo. Kalian ini sudah dewasa tapi kelakuan masih seperti anak anak saja."
"Kakak terus menggodaku, Mi," ucap Kimberly sambil memanyunkan bibirnya.
"Sebentar lagi kamu akan menjadi tunangan William, bisa dibilang kamu adalah calon istrinya sampai waktunya pernikahan. Kamu harus bersikap dewasa, jangan sampai mempermalukan keluarga Smith," ucap Megan.
Kimberly terdiam mendengar penuturan Maminya, tapi kemudian ia berkata, "Aku mengerti, Mi. Aku janji akan bersikap dewasa."
Tookkk .... tokkk ....
"Maaf, acara akan segera dimulai, diharapkan segera bersiap siap."
"Baik, kami akan segera ke sana."
Mereka pun segera bersiap dan keluar dari ruangan tersebut.
Di dalam ballroom, sudah penuh dengan para tamu undangan. Mereka adalah para kerabat dan juga relasi dari kedua keluarga. Kimberly bersiap di suatu ruangan kecil yang berada di belakang ballroom tersebut, berseberangan dengan arah panggung.
Setelah beberapa saat sendirian di ruangan tersebut, kini William masuk dan duduk di sebelah Kimberly, sesuai arahan WO.
"Kamu yakin akan meneruskan ini, huh?!" tanya William yang bernada seperti ancaman.
Kimberly menoleh ke samping, ke arah William. Ia memandang wajah William dengan lekat, menatap manik mata milik laki laki itu.
"Aku masih percaya bahwa suatu saat hatimu akan berubah, dan kamu akan mencintaiku seutuhnya," batin Kimberly.
"Ya, aku akan meneruskannya," jawab Kimberly.
"Kalau begitu, jangan harap kamu akan bahagia. Aku pastikan kamu akan menderita. Jangan berharap aku akan mencintaimu, tidak akan pernah, meski itu hanya sedikit."
Ucapan William benar benar menyakiti hati Kimberly. Tapi ia masih membayangkan cerita hidupnya bisa seperti cerita dalam novel yang dibacanya, ketika laki laki yang menikah karena dijodohkan, perlahan lahan mencintai wanita yang dinikahinya.
WO yang berada bersama mereka berdua, kini meminta mereka untuk berdiri di dekat pintu geser yang menyambung ke arah ballroom. Saat pintu penghubung terbuka, cahaya yang berada di dalam ballroom turut menyinari mereka.
Suara tepuk tangan dan juga ucapan selamat memenuhi telinga mereka. William berjalan bersama Kimberly dengan tangannya melingkar di lengan William.
William menatap ke samping, ia bisa melihat seorang wanita menggunakan gaun, dan tampil begitu cantik, menatap ke arahnya dengan mata yang sendu.
"Honey ...," batin William.
WO memperkenalkan mereka saat mereka sudah berada di atas panggung. Acara pertunangan mereka berjalan dengan lancar, tapi Kimberly bisa melihat wajah William yang tidak enak untuk dilihat dan ia tahu mengapa. Kimberly juga melihat saat William melihat ke arah Viera.
"Apa aku bersikap egois?" batin Kimberly, "Tapi aku juga ingin bahagia hidup bersama laki laki yang aku cintai ... meskipun dia belum mencintaiku saat ini."
*****
Acara pertunangan antara William Smith, anak seorang pengusaha ternama, dengan Kimberly Harisson, anak seorang dokter spesialis jantung, menjadi perbincangan di dunia maya. Mereka mengatakan bahwa William dan Kimberly adalah pasangan yang sangat serasi.
"Ia sudah bertunangan," gumam Anthony sambil melihat ponsel yang berisi portal berita.
Anthony berada di dalam ruang kerjanya di Anlee Group, yang bergerak di bidang F&B. Ia meletakkan ponselnya tersebut, kemudian kembali memeriksa berkas berkas yang ada di hadapannya. Namun, fokusnya kini terbelah.
"Ia tidak mencintaiku, ia hanya menganggapku hanya sebagai kakaknya. Itu lebih baik daripada dia membenciku," ucap Anthony.
Anthony juga mengkhawatirkan Hanna. Wanita itu seperti menghilang bak ditelan bumi.
"An, lo da siap?" tanya Hansel yang kini bekerja menjadi asisten pribadi Anthony.
"Apa mereka semua sudah di ruang meeting?"
"Ya, semua manager sudah siap, dan juga para supervisor dari setiap divisi."
"Baiklah, aku akan ke sana sebentar lagi."
Ponsel Anthony yang berada di atas meja berbunyi, terlihat nama Kimberly di sana. Seulas senyum kembali menghiasi wajah Anthony.
"Halo."
"Halo, Kak."
"Kim, selamat atas pertunanganmu," ucap Anthony sambil menahan rasa getir di dalam hatinya.
"Terima kasih, Kak. Maaf tidak mengundang kakak. Aku sempat menelepon kakak, tapi tidak tersambung."
"Tidak apa, Kim. Kakak juga baru saja kembali dari Amerika kemarin sore."
"Apa kakak sudah menemukan Kak Hanna?" tanya Kimberly ingin tahu.
"Belum."
"Apa aku boleh menemui kakak?"
"Tentu saja, Kim. Datanglah, aku akan menunggumu. Aku akan mengirimkan alamat perusahanku."
"Terima kasih, Kak," Kimberly memutuskan sambungan telepon tersebut.
Anthony segera memberikan alamat perusahaannya, kemudian ia beranjak dari kursi miliknya dan langsung menuju ke ruang meeting.
*****
Kimberly datang ke alamat yang diberikan oleh Anthony, Anlee Group. Setelah melihat tulisan besar di depan gedung tersebut, ia pun masuk ke dalam.
"Permisi, saya ingin bertemu dengan Anthony Lee," ucap Kimberly pada resepsionis.
"Apa sudah memiliki janji?"
"Oo sudah. Tadi saya sudah menghubunginya sebelum kemari."
"Sebentar, saya hubungi sekretarisnya dulu."
Kimberly memandang sekeliling. Kantor Anthony jauh lebih besar daripada milik King, tentu saja karena Anthony meneruskan perusahaan kedua orang tuanya.
"Maaf nona. Sekretarisnya bilang, Tuan Anthony tidak memiliki janji dengan siapapun dan saat ini Tuan Anthony sedang berada di ruang meeting."
"Baiklah, saya akan menghubunginya. Saya duduk di sana boleh?" tanya Kimberly.
"Silakan, nona."
Kimberly mengeluarkan ponselnya, kemudian menghubungi Anthony, tapi tidak diangkat.
"Aku tunggu saja sebentar, nanti aku akan menghubunginya lagi," Kimberly memainkan ponselnya. Ia melihat media sosial yang dipenuhi berita tentang dirinya. Pantas saja sejak tadi ia memasuki gedung, hampir semua orang melihat ke arahnya.
Di ruang meeting, Anthony yang memang menghilangkan bunyi dari ponselnya dan mengubahnya menjadi getar, tidak menyadari kalau Kimberly menelepon. Ia kemudian memegang ponselnya,
"Ya ampun, Kim," batin Anthony.