Persahabatan dua generasi.
Antara seorang pemuda dengan seorang kakek tua pensiunan pegawai negeri.
Lucunya, sang kakek tidak mengetahui bahwa sahabatnya sebenarnya seorang CEO dari perusahaan terkenal.
Persahabatan yang telah terjalin beberapa tahu itu sangat terjalin erat hingga akhirnya, di penghujung akhir hayatnya, sang kakek meminta sahabatnya untuk menikahi cucu satu satunya.
Akankah sang CEO akan menuruti permintaan sahabatnya untuk menikahi cucunya yang ternyata adalah sekretaris yang bekerja dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cerai..?
"Apa kamu benar Devan anakku..?" Fenny menangis mendengar jawaban putranya.
"Iya ibu, ini aku..aku Devan anak ibu yang terus ibu kendalikan dari kecil, harus menuruti semua kehendak dan keinginan ibu, tidak pernah memperdulikan atau sekedar bertanya apa keinginanku sendiri.."
"Termasuk masalah jodoh, ibu sudah mengaturnya untukku..".
Fenny terperangah mendengar jawaban Devan.
"Kamu..kenapa kamu menjadi seperti ini..?"
"Aku aku juga ingin bahagia ibu.."
"Apa kamu tahu ibu melakukan ini agar kamu bahagia..?"
Devan menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak akan bahagia jika menikah dengan Angel.."
Fenny menghempaskan tubuhnya pada Sofa.
"Kamu mencintainya, kamu hanya sedang tergoda oleh wanita itu.."
"Sudah aku katakan aku tidak tergoda, aku mencintainya ibu.."
Fenny memegang dadanya.
"Kamu sudah sangat menyakiti ibu.." Ucap Fenny pelan.
"Maafkan aku ibu..aku hanya sedang berjuang untuk kebahagiaanku sendiri.."
Fenny memejamkan matanya, memegang dadanya lebih kuat.
Devan menghambur mendekati ibunya.
"Ibu baik baik saja..?" Devan memegang sang ibu.
Fenny melepaskan tangan Devan dengan kasar.
"Jangan pedulikan ibu lagi, kamu sudah memilih wanita itu bukan.."
Devan terdiam.
Fenny semakin merasakan sakit di dadanya.
Dena yang mendengarkan percakapan mereka sedari tadi menghambur ke arah ibunya.
"Ibu.." Dena memegang tubuh ibunya.
"Ibu tidak apa-apa, tolong bawa ibu ke kamar.." Fenny memegang putrinya.
"Aku akan menelepon dokter.." Devan mengambil ponselnya.
***
"Bagaimana keadaan ibu.." Tanya Devan kepada Dena.
"Setelah minum obat dari dokter tadi.. sekarang ibu sedang tidur.."
"Kata dokter keadaannya sudah stabil, kita tidak perlu membawanya ke rumah sakit.."
Devan menghela napas.
"Syukurlah.."
"Maafkan kakak, ini semua salah kakak.."
"Tidak kak..kakak memang harus memperjuangkan kebahagiaan kakak.. walaupun dengan melawan ibu.."
Devan memijat keningnya perlahan.
"Apa yang harus kakak lakukan sekarang..?" Tanya Devan lirih.
Dena melihat kakaknya dengan iba.
"Kakak tahu, ibu akan tetap memaksakan kehendaknya agar kakak tetap menikahi Angel.."
"Sekarang hanya kak Angel yang bisa menolong kakak.." Jawab Dena membuat Devan terkejut.
"Kakak harus menceritakan semuanya pada kak Angel, katakan kalau kakak tidak bisa menikahinya karena tidak mencintainya dan mencintai wanita lain.."
"Semoga kak Angel mengerti dan akhirnya dia sendiri yang memutuskan pertunangan kalian.."
Devan terlihat mengangguk.
"Akankah Angel akan mengerti..?"
"Kakak harus mencobanya.."
"Kamu benar..kakak akan mencoba mengatakan kepadanya.."
"Semoga kak Angel akan mengerti.."
"Kakak akan mencari waktu yang tepat untuk mengatakannya.."
***
3 hari kemudian
Asha bekerja seperti biasanya, namun ada yang sedikit berbeda, dia terlihat selalu menghindari Devan, tidak pernah mau masuk keruangan suaminya jika hanya sendiri, selalu menyuruh Nando untuk melakukan tugasnya.
Situasi ini membuat Nando kewalahan sendiri, Devan terus menyuruh dirinya agar Asha mau masuk ke ruangannya, sementara Asha bersikeras tidak mau karena merasa tidak ada sesuatu yang penting untuk dibicarakan, lebih tepatnya dia memang ingin sementara menghindari Devan.
Devan sebenarnya berusaha mengerti, Asha mungkin masih merasa kecewa karena kejadian waktu itu, wajar saja, siapapun akan cemburu melihat suaminya dipeluk dan dicium wanita lain di hadapannya. Walaupun begitu dia hanya merasa sangat merindukan istrinya, sudah beberapa hari ini dia dan Asha hanya beberapa kali bertemu muka, tanpa saling berinteraksi.
Begitu juga dengan Rangga, Asha selalu bersikap dingin kepadanya, beberapa kali dia mencoba untuk mengajaknya makan siang bersama atau mengantarkannya pulang tapi Asha selalu menolak.
"Kenapa kamu menolak terus.." tanya Rangga di meja Asha.
"Maaf kak..aku hanya ingin kita tidak terlalu dekat.."
"Kenapa..?Berteman saja kamu juga tidak mau..?"
"Maaf kak..kita saling mengenal sewajarnya saja.."
"Jangan katakan alasannya adalah tunanganmu, karena aku tahu kamu belum bertunangan dengan siapapun.."
Asha menundukkan kepalanya.
"Asha apa kamu lupa janji kita dulu..?"
Asha terperanjat.
"Sebelum aku pergi ke luar negeri, kita pernah berjanji akan bertemu lagi dan kamu akan menerima cintaku.."
"Kamu juga pernah mengatakan kalau sebenarnya kamu juga mempunyai perasaan yang sama kepadaku.."
Asha meremas kedua tangannya.
"Aku hanya ingin menagih janjimu.."
"Kak.. keadaannya sangat berbeda sekarang.." Asha berdiri.
"Aku memang pernah menyukai kakak...tapi......." Asha tersentak kaget melihat Devan yang ternyata sudah berdiri tepat di belakang Rangga, Asha gemetar melihat kedua mata suaminya melihatnya tajam.
Asha menunduk ketakutan.
"Tapi apa..?" Tanya Rangga masih tidak mengetahui kehadiran Devan.
"Apa anda perlu sesuatu pak..?" Tanya Nando dengan keras.
Rangga segera membalikkan badannya.
"Maaf pak.."
Rangga kembali melihat Asha.
"Kita lanjutkan lagi nanti.." Ucap Rangga sambil kemudian pergi meninggalkan semuanya.
Devan masih melihat Asha dengan tajam.
"Ke ruanganku sekarang.." Ucap Devan pelan tapi tegas sambil kemudian masuk ke ruangannya.
Asha melihat Nando.
Nando memberi isyarat kalau Asha harus segera mematuhi perintah Devan.
Asha berjalan perlahan, membuka pintu dan memasuki ruangan itu dengan perlahan.
Devan yang berada di balik pintu segera menutup pintu, mendorong tubuh Asha hingga bersandar pada pintu lalu menghalangi tubuh Asha dengan kedua tangannya yang direntangkan ke dinding pintu.
"Ulangi apa yang kamu katakan pada Rangga barusan.."
Asha menundukkan kepalanya.
"Aku memang pernah menyukainya.."
Devan mengepalkan tangannya.
"Terus.."
"Itu dulu.. tapi sekarang tidak lagi.."
"Kamu yakin..?"
Asha menganggukan kepalanya
Dengan satu tangannya, Devan mengangkat dagu Asha yang terus menunduk, dia mendekatkan wajahnya pada Asha, mencium bibir Asha sekali.
"Apa yang kamu lakukan.." Tanya Asha kaget.
"Berhenti menghindariku.."
"Susah cukup menghindariku tiga hari ini karena aku bisa gila.."
Devan kembali mencium bibir istrinya, melumatnya perlahan membuat Asha mencengkeram erat baju suaminya.
Cukup lama hingga mereka berhenti berciuman, Devan kembali menatap wajah istrinya.
Devan mendekatkan wajahnya lagi pada Asha.
Mencium keningnya perlahan.
"Dan menjauhlah darinya, aku mohon.."
Asha hanya terdiam.
"Melihat kalian berdua bisa membuatku mati karena cemburu.." Ucap Devan pelan.
"Begitu juga denganku..aku sudah gila karena melihat wanita lain memeluk dan menciummu di depanku.."
Devan terperanjat.
"Maafkan aku.." Ucap Devan lirih.
"Maafkan aku juga, aku kira aku akan kuat, tapi ternyata tidak, aku tidak sanggup melihatmu dengannya.." Asha menitikkan air matanya.
Devan memeluk Asha.
"Sabar sebentar lagi sayang..aku mohon.."
Asha menggelengkan kepalanya.
Dia melepaskan pelukannya.
"Tiga hari ini aku berpikir, sebaiknya kita sudahi saja hubungan ini.."
"Apa maksudmu..?"
"Ceraikan aku..aku mohon..karena hubungan ini tidak mungkin dilanjutkan.."
"Setelah itu akan pergi jauh darimu.."
"Dan jalanilah kehidupan kamu seperti seharusnya, anggap saja aku tidak pernah ada.."
pikir tdi bnran jetua gangster ...