Obsesi Cinta Tuan Gumiho

Di halaman kampus yang sepi, Park Sung-ah duduk sendirian di bangku di bawah pohon bunga yang rimbun.

Mata dia menatap jauh ke arah lapangan olahraga, tapi pikirannya penuh dengan kejadian semalam—ciuman yang tidak disengaja dia berikan pada Kim Min-seok, dan bagaimana Min-seok membalasnya dengan penuh gairah.

Dia melamun, jari-jari dia mengacak-acak rumput di depan bangku, dan pikiran dia terus berputar: "Lalu apa, Dosen Kim? Apa dia suka padaku? Atau itu hanya karena situasi yang canggung semalam?"

Dia merasa bingung dan takut—dia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.

Semua yang dia tahu hanyalah bahwa jantungnya berdetak kencang setiap kali dia memikirkan Min-seok, dan dia ingin tahu apa yang dia rasakan sebenarnya.

Apakah itu hanya rasa terima kasih karena dia selalu melindunginya? Atau apakah itu sesuatu yang lebih dari itu?

Tiba-tiba, seseorang menempelkan tangan di bahunya dengan cepat. "Sung-ah! Apa kamu disini sendirian?"

Sung-ah terkejut, tubuhnya melompat sedikit. Dia memutar kepala dan melihat Yoo In-a yang berdiri di belakangnya dengan senyum yang lebar.

"In-a! Kamu mengagetkan aku!" katanya dengan suara yang lemah, menutupi dada dengan tangan karena jantungnya masih berdebar kencang.

In-a tertawa ringan. "Maaf ya! Aku melihat kamu melamun dari jauh, jadi ingin mengganggumu sedikit," katanya, lalu duduk di bangku sebelah Sung-ah.

Dia melihat wajahnya yang memerah dan bingung, dan rasa penasarannya muncul. "Apa yang sedang kamu pikirkan sih? Kamu terlihat begitu dalam pikiran sendirian. Ada apa?"

Sung-ah menundukkan kepala, tidak bisa melihat langsung ke mata In-a. Dia merenungkan sejenak—dia ingin berbicara dengan seseorang tentang kejadian semalam, tapi dia tidak bisa mengatakan bahwa orang yang dia cium adalah Kim Min-seok.

Dia memutuskan untuk membuat cerita palsu, mengganti dirinya dengan "teman" agar In-a tidak curiga.

"In-a... aku mau tanya sesuatu," bisik dia dengan suara yang lemah. "Apa arti jika seseorang membalas ciuman yang tidak disengaja? Maksudku... misalnya, temanku itu secara tidak sengaja mencium seorang pria, dan pria itu malah membalasnya. Apa itu berarti apa-apa?"

In-a mengangkat alisnya, seolah-olah dia mengerti apa maksud Sung-ah. Dia tersenyum sedikit, melihat wajahnya yang memerah.

"Oh, gitu ya? Mungkin temanmu itu suka kepada pria itu, deh," katanya dengan nada yang ceria. "Kalau tidak suka, kenapa dia bisa menciumnya secara tidak sengaja? Biasanya ciuman yang tidak disengaja itu juga ada alasan di baliknya lho."

Sung-ah merasa wajahnya semakin memerah. Dia mengangguk perlahan, lalu bertanya lagi dengan suara yang lebih lemah. "Lalu... apakah kalau pria itu membalasnya, berarti dia juga suka padanya?"

In-a mengangguk dengan yakin. "Tentu dong! Kalau dia tidak suka, dia pasti akan mundur atau mengatakan sesuatu yang membuat temanmu malu. Tapi kalau dia membalasnya, itu tandanya dia juga punya perasaan yang sama lho, Sung-ah."

Sung-ah merasa hati dia berdebar kencang. Dia memikirkan kata-kata In-a—apakah itu benar? Apakah Kim Min-seok juga suka padanya? Dia merasa sedikit lega, tapi juga semakin bingung?

Tiba-tiba, In-a memukul bahunya dengan lemah, senyumnya semakin lebar. "Eh, tunggu dulu! Siapa sih laki-laki yang di cium oleh temanmu itu? Ceritakan dong! Bagaimana ceritanya sampai bisa mencium secara tidak sengaja?"

Sung-ah terkejut, mata membesar. Dia tidak menyangka bahwa In-a akan bertanya sampai ke sana. Dia mencoba membuat wajahnya terlihat rileks, meskipun hatinya berdebar kencang. "Ah... itu... temanku yang lain, sih. Jangan tanya banyak ya, In-a. Dia malu kalau diketahui banyak orang."

Tapi In-a tidak mau berhenti. Dia mendekatkan diri, matanya penuh keheranan. "Aduh, jangan begitu dong! Ceritakan saja sedikit. Lalu siapa laki-laki yang kamu cium—oh, maksudnya yang di cium temanmu itu?"

Sung-ah merasa wajahnya memerah sampai ke telinga. Dia menundukkan kepala, mengacak-acak rumput dengan lebih cepat. "In-a... itu tidak penting lah. Jangan tanya lagi ya. Kita bicara yang lain saja."

In-a melihatnya dengan mata yang penuh keraguan, tapi dia tahu bahwa Sung-ah tidak akan berbicara lebih banyak.

Dia mengangguk perlahan, meskipun rasa penasarannya masih ada. "Baiklah deh, kalau kamu gak mau ceritakan. Tapi janji ya, kalo ada berita baru tentang temanmu itu, ceritakan ke aku ya!"

Sung-ah mengangguk dengan senyum lemah. Dia merasa lega karena In-a tidak memaksanya, tapi di dalam hatinya, dia tahu bahwa dia tidak akan bisa menyembunyikan rahasia ini selamanya.

Di kejauhan, dia melihat Kim Min-seok yang sedang berjalan menuju gedung dosen. Dia melihat wajahnya yang tampan, dan jantungnya berdetak kencang lagi. "Aku harus bertanya padanya nanti," pikir dia. "Aku harus tahu apa yang sebenarnya dia rasakan padaku."