"Loh, Kok Bisa Kamu Suka Aku?"
Kalau ada penghargaan “Cewek Paling Ngejar Cowok di Sekolah”, semua orang sepakat,pialanya pasti buat Mayra.
Axel adalah cowok paling dingin di sekolah. Tatapannya kosong, sikapnya rapi, dan geraknya terlalu sempurna untuk sekadar remaja SMA.
Saat dunia modeling mempertemukan mereka di bawah sorotan kamera, chemistry yang tak seharusnya ada justru tertangkap jelas.
Mayra mengira Axel hanya sulit didekati.
Ia tidak tahu bahwa Axel adalah manusia ciptaan.
Di antara audisi, photoshoot, dan rahasia yang tak boleh terbongkar, satu pertanyaan mulai menghantui mereka berdua:
Jika perasaan tidak pernah diprogram…
loh, kok bisa kamu suka aku?
~Salam Hangat Dari Penulis🤍
ig:FahZa09
Tiktok: Catatan FahZa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Zenith VS Dragon
Zen melangkah mantap,di ikuti Roky,Juan,dan Arya.
Sorot mata mereka tajam,seolah menancap pada orang yang kini sudah berdiri di hadapan mereka.
"Akhirnya,datang juga! Sudah lama aku pengen habisi orang ini!"
Yang berbicara tadi adalah Gery,ketua Genk Dragon.
"Cari gara-gara?" Zen masih menatap serius,tidak ada takut sedikitpun di jiwanya.Meski orang yang ada di depannya itu memiliki tubuh tinggi besar dan gempal.Seperti dirinya sebelum kurus.
"Aku hanya ingin bermain-main denganmu,aku dengar kau sangat di puji-puji dengan sebutan Jendral"
"Aku memang Jendral yang siap mematahkan gigi orang yang sengaja ingin bermain-main denganku."
"Haha...sok banget! kau terlalu yakin. Jangan salahkan aku kalau sampai rusukmu sekarang yang patah.Aku dengar tanganmu sudah patah,apa yang kau andalkan dari tangan yang sudah patah itu?"
"Cih...banyak omong banget!"
"Jadi kau sudah tidak sabar ingin merasakan pukulanku ya?"
"Dengar ya! Aku tidak suka wilayah ku di ganggu.Akan aku pastikan kau menyesal sudah berani bermain-main dengan seorang Zen."
"Bwuaahhha... hahaha...bisa apa kau Ha?"
Tawa ejekan dari Gery,membuat api yang menyala di dada Zen berkobar-kobar. 'Jadi,dia pengen banget aku patahkan giginya'.
Zen mengambil posisi,siap dengan kuda-kuda seorang boxing yang berhadapan dengan samsak.
Melihat itu,Gery tidak tinggal diam. Sebagai pemegang medali Judo saat SMP tentu Gery tak mau kalah.
Gery tertawa kecil. “Boxing?” Ia mengangkat alis. “Kuno.”
Zen menggeser kaki, tumpuannya ringan. “Lebih dari cukup buat memberi pelajaran untuk orang yang banyak omong seperti mu!.”
“Jangan salah,” Gery melangkah mendekat, posisi kuda-kuda judo terbentuk alami. “Sekali aku sentuh,akan ku pastikan kau jatuh.”
“Coba saja,aku tidak takut!" Zen menyahut.
Mereka saling mengitari.
Gery tiba-tiba menerjang, tangan kirinya berusaha mengunci lengan Zen. Zen refleks mundur setengah langkah—jab cepat meluncur ke arah rahang.
"Duk!"
Gery terhuyung satu langkah, tersenyum semakin lebar. “Cepat juga.”
“Belum mulai,” Zen menegaskan.
Gery menyerang lagi, lebih agresif. Tangannya berhasil meraih kerah kaos Zen. Dalam satu gerakan judo,ia berusaha membanting.
Namun Zen memutar tubuh, menghantamkan hook pendek ke sisi perut.
“Huh!!”
Gery menggeram, tapi justru menarik Zen lebih dekat. “Sekarang giliranku.”
Tubuh Zen terangkat sesaat sebelum jatuh ke aspal. Punggungnya menghantam keras.
Anak buah kedua geng menahan napas.
Zen menggertakkan gigi, lalu tersenyum tipis dari posisi telentang. “Sok kuat!.”
Gery berdiri di atasnya. "Itu setimpal buat orang keras kepala. Seperti mu!"
Zen bangkit perlahan, kembali mengangkat tinju.
“Malam ini,” katanya pelan, “cuma satu yang berdiri.”
Gery mengencangkan genggaman tangannya. Pertarungan yang sesungguhnya—baru saja dimulai.
Zen sudah berdiri dengan kedua tinju terangkat. Buku-buku jarinya memutih, napasnya teratur—seperti mesin yang siap menghantam.
“Aku kasih satu kesempatan,” kata Zen. “Tarik Dragon dari wilayahku”
Gery mengibaskan tangan. “kau pikir kau siapa?”
Ia melangkah maju, cepat.
"SWOOSH!"
Zen memutar badan, jab melesat, nyaris menyentuh wajah Gery. Tapi tangan Gery sudah lebih dulu menangkap pergelangan itu.
“Got you.”
Dalam satu tarikan, tubuh Zen terangkat.
“ZEN!” teriak salah satu anak buahnya.
"BAM!"
Lantai semen bergetar saat punggung Zen dibanting.
Gery berdiri di atasnya, napasnya berat tapi senyumnya puas. “Boxer jatuh kalo dipegang.”
Zen batuk pendek. Darah tipis muncul di sudut bibirnya.
Lalu—
ia tertawa.
“Masalahnya,” Zen berkata sambil bangkit setengah, “Kau terlalu percaya diri.”
"DUAG!"
Pukulan lurus menghantam tulang rusuk Gery.Dalam.
“UGH!”
Zen lanjut. Uppercut. Hook. Pukulan beruntun, cepat, tanpa jeda.
Gery mundur, terpental ke mobil terparkir.
"DENT!"
Kaca mobil bergetar.
“Gila…” gumam salah satu anggota Dragon.
Gery menyeka darah dari hidungnya. Tatapannya berubah.
“Sial! Aku nggak bisa anggap remeh” katanya dingin.
Ia menyerang lagi—kali ini tanpa ragu. Mengunci leher Zen, memutar tubuh, lalu melemparnya ke aspal sekali lagi.
"CRACK!"
Zen berguling, lututnya menghantam tanah. Ia menghela napas kasar, lalu berdiri lagi.
Matanya menyala.
“Hah! Merepotkan saja"
Zen berdiri tiga langkah di depannya. Tinju masih terangkat, bahu rileks—seolah pertarungan ini belum menguras apa pun darinya.
“Kenapa?” tanya Zen datar. “Barusan kau bilang mau serius.”
Gery mendengus, lalu menerjang.
Ia mencoba masuk ke jarak dekat, tangan terulur untuk mengunci pinggang Zen. Tapi kali ini—
"PAK!"
"JAB!"
"JAB!"
Pukulan bertubi-tubi menghantam wajah Gery sebelum ia sempat menyentuh tubuh Zen.
“UGH—!”
Zen berputar, menghantamkan hook ke rahang.
"BRAK!"
Tubuh Gery terlempar, menghantam dinding beton.
Anak buah Dragon membeku.
“Ketua…?” salah satu dari mereka berbisik.
Gery terjatuh ke lutut. Darah menetes dari hidungnya, bercampur dengan keringat.
Zen melangkah mendekat, bayangannya menelan tubuh Gery.
“Judo, butuh pegangan,” ucap Zen rendah. “Dan aku nggak akan kasih itu lagi.”
Gery mencoba bangkit.
"DUAG!"
Satu uppercut telak menghantam dagunya.
Kepalanya terangkat, tubuhnya terhuyung, lalu jatuh telentang ke aspal.
Hening.
Lampu jalan menyala terang, seolah sengaja mempermalukan kekalahan itu.
Zen menatap ke bawah. “Ini peringatan terakhir.”
Gery menggertakkan gigi, lalu—tertawa kecil, pahit.
“Gila…” bisiknya. “Monster.”
Ia berguling, bangkit sempoyongan, lalu mundur beberapa langkah.
Anak buah Dragon langsung bergerak, menahan Zen.
Zen berhenti.
Gery sudah berlari ke arah motornya.
“ZEN!” teriaknya sambil menyalakan mesin. “Ini belum selesai!”
Zen tidak mengejar.
Ia hanya berdiri, menatap punggung Gery yang menjauh.
“Lari saja,” gumamnya pelan.
“Sekali balik mengusik wilayahku,kau akan tamat!”
Suara motor menghilang di kejauhan.
***
Axel berjalan menyusuri trotoar dengan langkah santai, tas selempang menggantung ringan di bahunya. Jaket denimnya terbuka, memperlihatkan kaos putih yang jatuh pas di tubuhnya. Setiap langkahnya seperti punya ritme sendiri.
Orang-orang melirik.Tidak sekadar melirik—beberapa menoleh dua kali.
“Eh… itu cowok tadi,”
Bisik dua cewek yang berpapasan.
“Gila, mirip aktor…”
“Serius, tinggi banget.”
Axel tidak bereaksi. Pandangannya lurus ke depan, ekspresinya datar seperti biasa. Seolah ia tidak menyadari bahwa keberadaannya sendiri sudah cukup membuat jalanan terasa lebih ramai.
Ia berhenti sebentar di lampu merah.
Pantulan wajahnya terlihat di kaca toko. Rambutnya sedikit berantakan karena angin, tapi justru itu yang membuatnya terlihat… sempurna.
Saat lampu menyala hijau, Axel melangkah lagi.
Seorang cewek berdiri di seberang jalan, mengenakan hoodie oversize dan rok panjang. Rambutnya terurai, menutupi sebagian wajahnya. Tangannya menggenggam ponsel terlalu erat.
Tatapan mereka bertemu sesaat.Cewek itu langsung menunduk. Terlalu cepat.
Axel melangkah melewatinya.
Satu langkah. Dua langkah.
Langkahnya berhenti.
Ada suara klik pelan.
Axel menoleh sedikit.
Cewek itu berdiri beberapa meter di belakangnya—pura-pura memotret etalase toko, tapi kamera ponselnya jelas mengarah padanya.
Axel mengernyit.
“Apa?” tanyanya singkat.
Cewek itu tersentak. Wajahnya memucat, lalu ia tersenyum canggung. “A-ah… maaf. Aku cuma… eh… fotonya bagus.”
Axel tidak menjawab.
Ia berbalik dan melanjutkan berjalan.
Namun saat bayangannya memanjang di aspal,
bayangan lain ikut bergerak di belakangnya.
Langkahnya disamakan.
Jarak dijaga.
Axel tidak tahu bahwa seseorang
sudah mulai mengikutinya pulang.
*
*
*
~Siapa cewek itu?
~Ikutin terus ceritanya,jangan lupa like,koment ya👌
~Salam hangat dari Penulis 🤍