NovelToon NovelToon
Perjalanan Mengubah Nasib

Perjalanan Mengubah Nasib

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / CEO
Popularitas:437
Nilai: 5
Nama Author: clara_yang

Bagaimana jadinya jika seorang wanita yang dulunya selalu diabaikan suaminya bereinkarnasi kembali kemasalalu untuk mengubah nasibnya agar tidak berakhir tragis. jika ingin tau kelanjutannya ikuti cerita nya,,!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon clara_yang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 2

“Telat ngantor?” ulang Keyla pelan sambil menatap punggung Bi Narti yang sudah menuruni tangga. Kata-kata itu menggantung di udara, seakan dunia baru yang ia masuki sedang menunggu reaksinya.

Keyla berdiri mematung di ambang pintu, tangan masih menggenggam gagang pintu—dingin, nyata, sama sekali tidak seperti yang ia bayangkan tentang surga. Ia berkedip pelan, mencoba memahami semuanya. “Tunggu... jadi aku… hidup?” bisiknya lirih, hampir tidak terdengar.

Helaan napasnya berat. Ia menutup pintu perlahan, tubuh sedikit bergetar. Ingatannya kembali pada detik-detik terakhir sebelum ia kehilangan kesadaran. Sesak, sakit, dingin menusuk dada, lalu suara hatinya yang pecah memohon pada Tuhan—permohonan penuh harap dan putus asa. Ia ingat air matanya yang jatuh, dan ingat wajah Kenny… tidak peduli, tidak pernah peduli.

“Aku… benar-benar hidup?” gumamnya lagi, lebih keras.

Satu-satunya cara memastikan itu adalah melihat dirinya.

Dengan langkah tergesa ia menuju cermin besar di dekat lemari. Rambutnya berantakan seperti sarang burung, tapi wajahnya… putih, bersih, hidup. Tidak ada selang oksigen, tidak ada jarum infus, tidak ada kulit pucat kelabu seperti orang yang hampir mati.

Keyla menyentuh pipinya. Hangat.

Hatinya berdegup keras. “Astaga… aku beneran hidup!”

Setelah beberapa detik terpaku, Keyla akhirnya sadar sesuatu. “Tunggu… kalau aku hidup… berarti… aku kembali ke masa sebelum aku mati?”

Detak jantungnya semakin cepat. Ingatannya sebagai istri yang terabaikan muncul perlahan seperti film yang diputar ulang. Kenny yang tidak pernah pulang tepat waktu. Makan malam yang selalu dingin. Senyum Keyla yang tidak pernah dibalas. Pelukan yang tidak pernah disambut. Bahkan ketika ia jatuh sakit—Kenny tetap sibuk dengan rapat, proyek bisnis, dan ambisi tak berujung.

Keyla menutup matanya, menahan sesak yang mulai memenuhi dadanya. Rasa sakit itu masih ada… luka yang belum sembuh meski tubuhnya hidup kembali.

Namun dunia seakan tidak memberi kesempatan baginya untuk terlarut dalam emosinya.

Tok! Tok!

“Nona, sarapan sudah siap.” suara Bi Narti terdengar lagi dari balik pintu.

Keyla menarik napas panjang. “iya Bi. Saya turun.”

Dalam kurun lima belas menit, Keyla bersiap seadanya. Ia tidak tahu apakah pekerjaannya hari ini penting, atau apakah ia seharusnya mengikuti rutinitas lamanya. Yang ia tahu hanya satu—ia harus mencari tahu di titik mana dirinya berada. Tanggal berapa hari ini? Apakah ini sebelum ia menikah? Atau setelah? Atau… masa lain yang Tuhan pilih?

Saat menuruni tangga, aroma roti panggang dan telur mata sapi menyambutnya. Aroma yang sangat familiar. Aroma yang dulu sering ia nikmati sendirian karena Kenny tidak pernah sarapan di rumah.

“Ayo, Nona makan dulu,” kata Bi Narti sambil tersenyum.

Keyla duduk. “Bi… hari ini tanggal berapa?”

Bi Narti berkedip heran. “Tanggal 12 Agustus 2024, Nona.”

Keyla mengetuk meja pelan, mencoba mengingat. Pada masa hidupnya dulu, tanggal 12 Agustus… apa yang terjadi?

Mata Keyla melebar.

Itu… tiga minggu sebelum pernikahannya dengan Kenny.

“Itu artinya… aku kembali sebelum semuanya dimulai…” gumamnya sangat pelan.

Jika itu benar, maka ini adalah kesempatan Tuhan untuk memperbaiki hidupnya. Kesempatan untuk tidak mati sia-sia. Kesempatan untuk benar-benar bahagia.

Namun… apakah ia harus tetap menikah dengan Kenny?

Keraguan itu berputar di kepala, cepat dan menyakitkan. Kenangan betapa dinginnya pria itu muncul kembali, membuatnya menggigit bibir.

Dia mengusap wajahnya pelan. “Aku… bisa mengubah semuanya…”

Sebelum pikirannya melayang terlalu jauh, suara ponsel berdering memecah hening. Nada dering itu familiar—nada yang membuat jantungnya selalu mencelos.

Nama di layar membuat Keyla terpaku.

KENNY FRENDERICK

Keyla merasakan udara di paru-parunya berhenti mengalir. Pria itu… bahkan sebelum menikah pun sudah membuatnya gugup.

Tangannya bergetar saat mengangkat telepon. “H-Hallo?”

Suara di seberang sana dingin, datar, tanpa emosi.

“Keyla.” hanya itu.

“Emm… iya?”

“Aku akan menjemputmu jam dua siang nanti. Ada pembicaraan keluarga.”

Keyla menggenggam ponsel lebih kuat. “Pembicaraan… tentang apa?”

“Pertunangan.” jawab Kenny singkat.

Pertunangan itu… iya. Ia ingat sekarang. Tiga minggu sebelum pernikahan, kedua keluarga mereka bertemu dan meresmikan pertunangan secara resmi.

“Baik,” jawab Keyla, meski dadanya terasa sesak.

Klik.

Telepon ditutup tanpa kata perpisahan.

Keyla memejamkan mata sejenak. Bahkan dengan kesempatan kedua, Kenny tetap seperti yang ia ingat.

Dingin.

Tak peduli.

Tidak ada emosi.

Namun berbeda dari dirinya yang dulu, Keyla kini bukan gadis buta harapan yang menunggu cinta dari pria yang bahkan tidak menoleh padanya. Dulu, ia mengorbankan segalanya demi pria itu. Namun kini?

Tidak.

Jika Tuhan memberinya hidup kedua, ia tidak akan membiarkan dirinya terluka lagi.

Waktu merayap pelan hingga jam satu siang. Keyla berdiri di depan lemari, memegang beberapa gaun di tangannya sambil berpikir keras. Dulu, ia selalu berdandan semanis mungkin saat bertemu Kenny—berharap pria itu setidaknya memandangnya.

Namun kini… ia tersenyum sinis. “Ngapain coba?”

Akhirnya ia memilih pakaian simpel: blouse krem dan jeans biru gelap. Tampilan yang rapi tapi tidak berlebihan. Ia tidak sedang mencoba menarik perhatian siapa pun.

Ketika jam menunjukkan pukul dua tepat, suara klakson pelan terdengar dari depan rumah.

Keyla menelan ludah. Ia membuka gorden, dan di sana… mobil hitam mewah yang sangat ia kenal. Kenny duduk di bangku pengemudi, wajah dingin seperti biasa.

Keyla menarik napas dalam-dalam dan berjalan keluar.

Saat ia membuka pintu mobil, Kenny bahkan tidak menoleh. “Masuk.”

Keyla mengangkat alis.

“Good afternoon to you too,” gumamnya sinis.

Kenny mengerutkan kening saat Keyla duduk di sampingnya. Tatapan pria itu tajam dan menusuk, seakan menilai perubahan sikap Keyla.

“Kau terlihat berbeda,” ucap Kenny akhirnya.

Keyla menyilangkan tangan. “Orang bisa berubah dalam semalam.”

Kenny melirik sekilas, tanpa ekspresi. “Hmph.”

Mereka berkendara tanpa percakapan. Dulu, keheningan seperti itu membuat Keyla gugup. Kini ia justru mengamati. Kenny masih sama—rahang tegas, tatapan dingin, tubuh tegap, aura dominan yang membuat siapa pun segan.

Dia adalah pria yang dulu dicintai Keyla dengan tulus. Dan juga pria yang membuatnya mati sendirian.

Saat berhenti di lampu merah, Kenny berkata tiba-tiba:

“Aku berharap kau tidak membuat masalah di pertemuan nanti.”

Nada itu… perintah, bukan permintaan.

Keyla tertawa pendek. “Aku? Membuat masalah? Lucu juga kamu, Kenny.”

Tatapan Kenny menajam. “Keyla.”

“Tenang saja,” ucap Keyla sambil menatap lurus ke depan, “aku sudah tidak berharap apa pun dari kamu.”

Kenny terdiam. Untuk pertama kalinya, keheningan di antara mereka terasa… janggal.

Seakan pria itu tidak pernah menyangka Keyla akan berbicara sejujur itu.

Namun Keyla tidak memberi ruang untuk diskusi. Ia tidak lagi ingin mengemis cinta atau perhatian.

Jika takdir memaksanya bertemu Kenny lagi… maka ia akan bertahan dengan caranya sendiri.

Pertemuan keluarga berlangsung di restoran hotel mewah. Kedua keluarga sudah duduk rapi ketika Keyla dan Kenny tiba. Suasana tampak harmonis. Orang tua Kenny tersenyum bangga, orang tua Keyla tersenyum senang.

Namun Keyla hanya duduk diam. Ia memandangi semuanya sambil merasakan kesadaran baru dalam dirinya. Dulu, ia selalu berusaha menjadi calon menantu ideal, memperhatikan semua pembicaraan, mengikuti semua permintaan.

Kini ia hanya mendengarkan tanpa ingin ikut hanyut.

“Keyla, apa pendapatmu tentang pertunangan ini?” tanya ibu Kenny ramah.

Keyla meneguk air putih sebelum menjawab. “Jika ini sudah keputusan orang tua, saya ikut saja.”

Jawaban itu membuat Kenny meliriknya cepat. Dulu, Keyla pasti akan menjawab manis: “Saya bahagia,” atau “Saya bersyukur.”

Kini? Ia hanya netral.

Pertemuan berjalan lancar. Tidak ada drama, tidak ada emosi berlebih.

Namun bagian yang paling mengejutkan adalah saat pertemuan selesai. Keyla melangkah keluar duluan, menghirup udara sore yang sejuk. Ia merasa sedikit pusing—karena terlalu banyak informasi, emosi, dan perubahan.

Dan di saat itulah, untuk pertama kalinya…

Kenny memanggilnya.

“Keyla.”

Nada itu sama, datar. Tapi ada sesuatu yang berbeda—sedikit kepingan rasa ingin tahu.

Keyla menoleh. “Apa?”

“Apa yang sebenarnya terjadi padamu?” tanya Kenny tanpa basa-basi.

Keyla tersenyum kecil, senyum yang tidak ia berikan pada pria itu di kehidupan sebelumnya. Senyum yang tidak lagi menyimpan cinta.

“Aku hanya… tidak ingin mengulang kesalahan yang sama.”

Kenny terdiam.

“Kesalahan?” ulangnya.

Keyla menatap mata pria itu dalam-dalam.

“Kesalahan mencintai orang yang bahkan tidak bisa mencintai balik.”

Dan dengan itu, Keyla berjalan melewati Kenny, meninggalkan pria yang tampak lebih terkejut daripada sebelumnya.

Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tapi satu hal pasti—kehidupan kedua ini bukan lagi tentang mengemis perhatian Kenny.

Ini adalah tentang dirinya.

Tentang Keyla Anjalika Putri… yang akhirnya memilih untuk hidup.

1
SHAIDDY STHEFANÍA AGUIRRE
Nangkring terus
Tsuyuri
Ngga kecewa sama sekali.
sweet_ice_cream
Jangan berhenti menulis, cerita yang menarik selalu dinantikan.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!