Ini adalah perjalanan cinta kedua putri kembar Ezar dan Zara.
Arsila Marwah Ezara, si tomboy itu akhirnya berhasil bekerja di sebuah perusahan raksasa yang bermarkas di London, Inggris, HG Corp.
Hari pertama nya bekerja adalah hari tersial sepanjang sejarah hidupnya, namun hari yang menurutnya sial itu, ternyata hari di mana Allah mempertemukan nya dengan takdir cintanya.
Aluna Safa Ezara , si gadis kalem nan menawan akhirnya berhasil menyelesaikan sekolah kedokteran dan sekarang mengabdikan diri untuk masyarakat seperti kedua orang tuanya dan keluarga besar Brawijaya yang memang 90% berprofesi sebagai seorang dokter.
Bagaimana kisah Safa sampai akhirnya berhasil menemukan cinta sejatinya?
Karya kali ini masih berputar di kehidupan kedokteran, walau tidak banyak, karena pada dasarnya, keluarga Brawijaya memang bergelut dengan profesi mulia itu.
Untuk reader yang mulai bosan dengan dunia medis, boleh di skip.🥰🥰
love you all
farala
💗💗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32 : Lidah tak bertulang
Sepanjang perjalanan, Safa membisu, begitupun dengan Arga.
Bukan tidak ingin berbicara, hanya saja ada sesuatu hal yang membuat Arga tersulut emosi hingga takut untuk berucap, takut jika ucapannya bisa melukai Safa.
Safa membetulkan jaket yang di tautkan Arga saat merangkul istrinya di lobby rumah sakit.
Pergerakan itu di respon Arga dengan nada yang sangat lembut.
" Kamu kedinginan?"
Safa tersenyum. " Sedikit."
" Rowan, matikan AC."
" Baik, tuan."
Sepenggal bahasa mewarnai perjalanan menuju mansion, namun setelah itu, atmosfir kembali berubah dingin meski suhu di dalam kendaraan tersebut mulai menghangat.
Perubahan iklim dalam hubungan baru di antara keduanya benar benar tidak menentu. Terkadang saling diam , terkadang saling sapa, dan terkadang hanya saling tatap.
Canggung? Iya, Safa belum bisa beradaptasi dengan hadirnya Arga dalam kehidupan nya.
Malu, asing dan masih banyak rasa yang campur aduk.
Secara personal, Safa sama sekali tidak mengenal Arga. Jadi wajar jika terasa masih sungkan.
" Ini kamar kita, masuklah." Ucap Arga.
Safa memegang ujung kemejanya, menatap dari luar kamar yang di sebut Arga barusan ' kamar kita '.
Rautnya ragu, bahkan kakinya sulit bergerak untuk melangkah masuk sesuai perintah Arga.
Arga tersenyum tipis, dia sangat maklum dengan dilema yang di rasakan Safa.
" Masuklah, ganti bajumu dulu, aku sudah menyiapkan beberapa lembar pakaian untukmu. "
Safa menatap netra Arga lekat. Setelah yakin, Safa akhirnya melangkah masuk.
Pintu tertutup . Safa berjalan pelan, mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kamar Arga.
Dari aromanya, Safa bisa memastikan kalau mansion ini jarang di tempati.
Safa membersihkan diri, mengganti baju yang sudah di siapkan Arga dan berbaring melepas penat di atas sofa panjang.
Sementara di ruang kerja Arga.
" Kau sudah membereskannya?" Tanya Arga dari balik telpon.
" Sudah tuan."
" Pastikan mereka tidak bisa bekerja di layanan kesehatan manapun, mau itu rumah sakit ataupun klinik. Orang orang seperti mereka tidak pantas jadi pelayan masyarakat."
" Baik, tuan."
Panggilan berakhir.
Arga menghela nafas kasar, berjalan ke lantai dua menuju kamarnya.
Dia membuka dan menutup pintu perlahan, takut membangunkan Safa yang di lihatnya tertidur di sofa.
Arga mendekat, duduk di meja sembari menatap wajah Safa yang tertidur pulas.
Arga mengusap pelan kepala Safa yang masih tertutup hijab .
Tak berhenti sampai di situ, Arga menelisik seluruh wajah cantik itu, mulai dari alis, hidung dan bibir yang membuatnya menelan ludah.
Dulu, dia hanya memandangi wajah itu sepuasnya hanya dari foto yang dia ambil di rumah sakit. Tapi sekarang, ini real, wajah teduh menangkan itu bukan hanya bisa dia lihat tapi juga bisa dia pegang.
Nampaknya, Safa benar benar kelelahan, karena biasanya di sentuh sedikit saja, dia akan terbangun.
Arga mengangkat tubuh ringan itu dan di pindahkan ke tempat tidur.
Safa menggeliat pelan, tapi Arga sigap menepuk punggungnya perlahan hingga Safa kembali merasa nyaman dan melanjutkan mimpi indahnya.
" Kamu lucu sekali." Gumam Arga tertawa geli.
Setelah memperbaiki letak selimut Safa, dia pun bergegas untuk tidur.
Tidak di kasur yang sama, Arga memilih tidur di sofa.
Banyak pertimbangan hingga dia melakukan hal itu.
Sebenarnya, dia bisa saja langsung membaringkan tubuhnya di samping Safa, mencium atau bahkan menggaulinya, Safa halal untuknya. Tapi dia bukan seorang mafia yang memaksakan kehendak sesuai keinginannya. Arga harus mengantongi ijin dulu dari Safa. Saling menghargai, mungkin lebih tepatnya seperti itu.
*
*
Keesokan harinya.
Dokter senior dan residen obgyn tahun ke dua , kini berdiri di depan ketua komite etik profesi rumah sakit mount Elizabeth.
Raut keduanya nampak bingung. Ada masalah apa ? Begitu pikir mereka.
Ketua komite etik profesi menatap tajam dokter senior dan residen obgyn tahun kedua itu.
" Menurut kalian, apa kesalahan yang kalian buat hingga harus masuk ke dalam ruangan ku?"
Keduanya menggeleng.
Ketua komite etik itu tersenyum sinis dan memperlihatkan sebuah rekaman cctv.
" Ini kalian, kan?"
Di layar, terlihat kejadian itu terjadi di lobby rumah sakit , tanggalnya adalah tanggal kemarin.
Mereka mulai mengingat apa yang mereka lakukan di sana semalam.
Awalnya, tanggapan keduanya biasa saja. Apa yang di dapat dari rekaman itu, toh mereka tidak melakukan apapun.
" Iya pak, ini kemarin di lobby saat kami pulang dan menunggu hujan reda."
" Itu saja? "
" Iya pak."
" Kau yakin?"
Keduanya mulai terlihat ragu.
Beberapa menit kemudian audio di nyalakan, terdengarlah suara mereka yang tidak berhenti menghina Safa.
" Apa seperti itu seharusnya seorang tenaga medis berbicara, dokter?"
Mereka mulai gelisah dan ketakutan.
" Kami minta maaf, pak."
" Hanya itu?"
" Lalu , kami harus bagaimana? Apa kami harus meminta maaf langsung pada dokter Safa? Kami rasa, itu tidak perlu, pak. Tidak ada juga hubungannya dengan masalah pekerjaan." Jawab dokter senior itu angkuh.
Ketua komite etik tertawa.
" Apa kau mengenal rekan kerjamu dengan baik , dokter Lisa?"
Dokter Lisa nama dokter senior tersebut.
" Aku tau, kamu sudah lumayan lama mengabdi kan diri untuk rumah sakit ini. Tapi, itu tidak menjadi tolak ukur untuk memberhentikan mu sekarang juga."
" Kenapa saya harus berhenti hanya karena masalah sepele seperti ini, pak? " Ujarnya membela diri.
" Dokter Lisa, aku jadi semakin yakin untuk membuat mu di pecat . "
" Saya tidak terima, pak."
Ketua komite etik kembali tertawa.
" Aku sudah membaca CV mu, dan sebelum tinggal di Singapura, kamu tinggal di Indonesia, iya kan?"
" Iya pak."
" Apa kamu pernah mendengar rumah sakit yang paling besar di negara seribu pulau itu?"
" Iya, itu Brawijaya, dan saya menyelesaikan masa koas di sana."
Ketua komite mengangguk angguk.
" Dan ini....wanita yang kalian remehkan itu ....." Ketua komite menunjuk Safa di layar komputer hasil rekaman cctv.
" Dia adalah cucu dari pemilik Brawijaya Hospital ."
Dokter Lisa dan residen tahun kedua itu terlonjak kaget .
" APA, itu tidak mungkin, bapak pasti bercanda. " Ujarnya tetap mempertahankan ego di saat jantungnya mulai merasakan debaran ketakutan.
" Dokter Ezar Fakih Pradipta, kau mengenalnya?"
Dokter Lisa mengangguk pelan.
" Lalu , dokter Zara Aisyah Damazal, pasti kau juga mengenalnya, iya kan?"
Bulu kuduknya mulai berdiri.
Ketua komite memperlihatkan CV Safa, di sana memang tidak ada satupun tertulis nama Brawijaya, hanya ada kedua nama orang tua Safa, tapi ketua komite atas perintah pemilik rumah sakit sudah menyelidiki siapa sebenarnya dokter Ezar dan dokter Zara.
" Mereka adalah ayah dan ibu dari dokter Safa."
" Tidak, ini tidak mungkin." Ujar dokter Lisa di tengah kegelisahan hatinya.
Residen obgyn tahun kedua itu pun nampak gusar, tangannya gemetar dan berkeringat.
" Kalian beruntung karena kami tidak melaporkan perbuatan kekerasan verbal yang kalian lakukan pada Brawijaya. "
" Terima kasih pak, kami akan meminta maaf langsung pada dokter Safa, dan kami berjanji tidak akan mengulanginya lagi."
" Terlambat. Surat pemberhentian kalian sudah di tanda tangani. " Kata ketua komite sembari menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.
" Tapi, pak...bapak sendiri yang mengatakan kalau keluarga Brawijaya tidak tau, lalu kenapa pihak rumah sakit memecat kami? Kalau masalah kekerasan verbal yang bapak katakan tadi, kan bisa di beri surat peringatan dulu, jangan langsung memotong rejeki kami." Protes dokter Lisa.
" Brawijaya memang tidak tau, tapi tuan Arga Hatcher melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana kalian menghina istri tercintanya!"
" I..istri? " Ekspresi dokter Lisa panik.
" Iya, karena kamu sudah lama bekerja di sini, pasti kamu mengenal tuan Hatcher, kan?"
Dokter Lisa mengangguk lemah.
Tuan Hatcher adalah salah satu pemegang saham terbesar di mount Elizabeth. Meski sering mendengar namanya, tapi dokter Lisa belum pernah bertemu langsung dengan tuan muda yang di katakan tampan oleh orang orang .
" Tuan Arga adalah suami dokter Safa, dan beliau lah yang meminta kami untuk memberhentikan kalian dengan alasan, kalian bisa merusak citra rumah sakit, dan yang paling utama adalah, beliau marah besar karena kalian melecehkan istrinya."
Dokter Lisa tertunduk lesu, netranya berair, begitupun dengan residen tahun kedua tersebut, lututnya bergetar hebat berusaha menopang tubuhnya yang hampir rubuh karena ketakutan.
" Jadi pak...Apa yang akan terjadi dengan kami?"
" Dengan sangat berat hati, aku mengatakan pada kalian , kalau mulai saat ini carilah pekerjaan baru, karena ijin praktek kalian juga sudah di cabut."
Keduanya terduduk di lantai dingin tanpa suara. Perkara lidahnya yang tidak bisa memilah ucapan , kini berakhir merugikan dan menyengsarakan mereka.
...****************...
jangan od pengen deh......langkaaaa
daripada ada gangguan lagi
harus antisipasi za gaaa
kak maaf mau tanya itu kalimat " mengencerkan " emang di buat plesetan atau emang sengaja begitu, kalo emang sengaja nanti aku ikut mengencerkan suasana hati mas Arga yg kepala nya udah nyut²an itu 🤣🤣🤣
pak dewan mau belah duren jadi dipending dulu ni gara" ponakan ma adek tersayang masing"......
bara marwah yang sama-sama heboh pake acara kompak lagi ganggu penganten mau bulan madu😂
semangat ya Arga...
tapi arga gercep banget loohhh, selamat menunggu hari besok