Pesantren Al-Insyirah, pesantren yang terkenal dengan satu hal, hal yang cukup unik. dimana para santriwati yang sudah lulus biasanya langsung akan dilamar oleh Putra-putra tokoh agama yang terkemuka, selain itu ada juga anak dari para ustadz dan ustadzah yang mengajar, serta pembesar agama lainnya.
Ya, dia adalah Adzadina Maisyaroh teman-temannya sudah dilamar semua, hanya tersisa dirinya lah yang belum mendapatkan pinangan. gadis itu yatim piatu, sudah beberapa kali gagal mendapatkan pinangan hanya karena ia seorang yatim piatu. sampai akhirnya ia di kejutkan dengan lamaran dari kyai tempatnya belajar, melamar nya untuk sang putra yang masih kuliah sambil bekerja di Madinah.
tetapi kabarnya putra sang kyai itu berwajah buruk, pernah mengalami kecelakaan parah hingga membuat wajahnya cacat. namun Adza tidak mempermasalahkan yang penting ada tempat nya bernaung, dan selama setengah tahun mereka tidak pernah dipertemukan setelah menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERMINTAAN GUS
Adza menatap wajah Faiz dengan tatapan rumit selama beberapa saat sebelum akhirnya dia pamit pergi karena tidak mau melanjutkan pembicaraan mereka tentang pernikahannya. Melihat itu, Faiz hanya
tersenyum walaupun dia tahu kalau ini salah. Adza sudah menerima lamaran dari adiknya tapi dia juga tidak akan membuat Adza menjadi seorang yang pasrah setelah itu.
Adza belum pernah melihat wajah Azka dan jika langsung menyetujuinya tanpa melihat wajah adiknya itu, yang ada nanti Adza malah akan merasa menyesal. Faiz bukan sedang membandingkan wajahnya baik-baik saja dibandingkan wajah adiknya tapi dia baru kali ini melihat Adza dan entah mengapa dia merasa tertarik sehingga dia ingin berusaha mendapatkan perhatian Adza lebih dulu sebelum Adza dan adiknya benar-benar menikah.
"Lagi pula aku juga termasuk keturunan kyai firdaus kalau dia ingin mencari seorang Gus. Aku sudah dia
lihat beberapa kali dibandingkan dengan Azka, bukankah akan jauh lebih meyakinkan jika dia menikah denganku daripada menikah dengan Azka yang belum pernah dia lihat sama sekali?"
Faiz tersenyum dan berjalan pergi dengan rasa percaya diri. Dia melipat tangannya ke belakang dan tampak berwibawa sementara para santriwati atau santri yang berpapasan dengannya mengucapkan salam layaknya tata krama yang biasa mereka lakukan di pondok pesantren ini sejak mereka masuk sampai sekarang.
Sementara itu adza duduk dengan wajahnya yang tertekuk di ranjang. Hari sudah menjelang malam dan dia benar-benar masih memikirkan tentang apa yang dibicarakan oleh Faiz tadi. Diambilnya ponsel yang ada di atas ranjang itu lalu membuka bagian WhatsApp dan memang dia tidak menemukan photo profil sama sekali karena memang hanya foto berwarna coklat layaknya warna yang menjadi profil dari pria yang melamarnya itu.
"Kalau aku melihat atau meminta Gus mengirimkan photo wajahnya itu termasuk lancang tidak, ya?" Adza diam beberapa saat sebelum mematikan ponselnya.
Memang dia adalah seorang calon istri pria ini tapi karena mereka tak pernah bertemu sebelumnya dia merasa tidak percaya diri untuk melakukan chattingan lebih dulu untuk mengiriminya pesan. Dia juga sungkan untuk meminta photo dari pria yang tak lain adalah suaminya sementara dia tahu kalau pria ini pasti tak percaya diri untuk menunjukkan fotonya sebab tragedi yang menimpanya dulu tentu saja masih membekas di wajahnya.
"Bagaimana sebenarnya caraku untuk melihat wajah Gus yang sebelum kecelakaan? Apakah ada pertinggalnya di ruangan kenangan photo-photo para alumni?" Adza diam beberapa saat sampai akhirnya dia menggeleng pelan.
"Kenapa aku tidak memperhatikan saat berada dirumah Kyai tadi? Padahal ada banyak photo-photo yang terpajang di ruangan tamu itu tapi aku sama sekali tidak meliriknya. Mungkin besok aku bisa meminta bantuan dari Ning, atau aku mencari sendiri di ruangan kenangan pasti ada satu atau dua photonya saat dia menjadi murid." adza mengangguk lalu tersenyum pelan.
"Hanya dengan mencari fotonya diam-diam maka aku tidak akan membuat hati siapapun terluka. Aku tahu kalau Gus pasti menyembunyikan wajahnya dan aku hanya bisa melihat wajahnya di Madinah nanti kalau misalnya aku dan dia benar-benar bertemu. Sekarang aku hanya perlu menyiapkan berkas-berkas yang diminta oleh Kyai dan Ustadzah tadi." Adza menghubungi asisten orang tuanya yang kini menjadi asistennya untuk membantunya mengambil beberapa berkas dari rumah. Orang kepercayaan orang tuanya hanya satu dan orang itu juga kini menjadi pekerja adalah sistem pribadi setia untuk adza karena mereka memang bekerja dengan baik dan menjaga dengan baik keluarga Adza termasuk dirinya juga yang kini menjadi pewaris dari perusahaan kedua orang tuanya.
Malam itu berjalan dengan baik dan tak ada tanda-tanda masalah yang akan terjadi sebelum dia tidur. Rasanya cukup melelahkan dan dia termasuk orang yang merasa lelah pembelajaran dan kegiatan yang dilakukan hari ini.
***
Siang ini Adza berada di sebuah ruangan untuk mencari pertinggal photo lulusan Azka. Dia lulus dari
Aliyah 5 tahun lalu dan dia harus mencari kenangan 5 tahun lalu diantara semua dinding yang menempelkan
figura-figura photo para santri yang pernah belajar di sini. Adza sudah mendapatkan izin untuk masuk ke sini karena memang diperbolehkan bagi para santri untuk memasukinya ketika jam senggang. Makanya saat ini dia boleh memasukinya karena sedang jam istirahat.
"Yang mana ya? Sama sekali aku tidak menemukan fotonya di 5 tahun lalu." memperhatikan sebuah figura
yang berisikan banyak sekali photo alumni pesantren 5 tahun lalu, Adza sama sekali tak menemukan keberadaan calon suaminya. Padahal dia membawa ponsel ke sana untuk benar-benar memperhatikan dengan teliti tapi tak ada satupun dan itu membuatnya curiga.
Ting!
"Assalamualaikum?" Adza menatap ponselnya bergetar tak berhenti itu hingga dia tahu kalau yang mengirimkan pesan adalah Azka.
Tangannya kembali gemetar karena dia berniat untuk bertanya tentang photo Azka, jika bisa dia ingin memintanya tapi dia benar-benar merasa sungkan.
Sudah dia katakan sebelumnya kalau dia tidak ada niatan sama sekali untuk membandingkan wajah atau
menolak Azka hanya karena wajahnya yang sempat rusak karena kecelakaan, hanya saja dia tetap ingin tahu tentang bagaimana wajah calon suaminya itu.
"Waalaikumussalam Warahmatullah, Gus."
Adza tahu kalau di sana masih pagi makanya Azka bisa menghubunginya seperti ini.
"Ada yang kurang dari persiapan pernikahan dan berkas-berkasnya? Abi mengatakan sudah membicarakan ini dengan kamu, apakah ada yang sulit?"
Adza tak membantah kalau pria ini cukup perhatian bahkan saat dia sangat jauh dia tetap bertanya tentang persiapan yang ada di sini padahal dia tahu persiapan Azka di sanalah seharusnya yang lebih banyak.
"Tidak ada yang sulit kok, saya meminta orang orang kepercayaan yang menyiapkannya dan hari ini mereka
akan datang untuk mengantarkannya." Adza bisa melihat kalau Azka sedang mengetik makanya dia
memutuskan untuk diam beberapa lama dan menunggu apa yang akan menjadi balasan dari pria ini.
"Alhamdulillah kalau seperti itu, semoga saja Allah memudahkan rencana kita akan menikah." Adza tersenyum.
"Aamiin."
Tak lama setelah balasannya, dia kembali melihat pesan yang dikirimkan oleh Azka.
"Adza..."
Tak ada lagi embel-embel 'ukhty', Azka sudah mengetikkan kata yang langsung menampilkan namanya.
"Ya?"
Cukup lama balasan yang diberikan oleh Azka setelah adza menjawab panggilannya. Seolah-olah dia sedang ragu dan itu membuat adza merasa sedikit canggung dengan suasana mereka yang sedang chattingan tapi masih berjaga jarak.
"Nanti saat kamu sampai di sini bisakah kamu memaklumi kalau aku memakai masker?"
Adza tertegun membaca pesan itu tapi akhirnya sebelum dia menjawab Azka kembali mengirimkan lagi pesan yang sama membuat Adza termenung.
"Aku belum percaya diri dengan wajahku dan aku takut kamu malah merasa ilfeel. Saat ini aku sedang mengobati wajahku supaya bisa menjadi lebih baik dan aku tidak mau kamu melihat wajahku yang tidak sesuai dengan harapanmu."
"Jadi aku akan memakai masker dan maaf karena aku tidak bisa menampilkan wajahku di hadapanmu. Boleh kan? Aku hanya tidak ingin kamu merasa tidak nyaman."
Ayo! Jangan sedih lagi. Cepat atau lambat bahagia sedang menantimu di depan.