Percintaan anak sekolah dengan dibumbui masalah-masalah pribadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beradu mulut
Dara sedang berada di kantin sekolah yang ramai, bersama kedua sahabatnya, Dela dan Sella, serta Andra. Ia sedang mengantre untuk memesan makanan, sementara Andra dan kedua temannya menunggu di meja.
Tiba-tiba, tangan Dara ditarik oleh seseorang. Ia menoleh dan mendapati Zian, yang selama ini selalu mengganggunya. "Ra, aku mau bicara sama kamu," ujar Zian, suaranya terdengar memaksa.
Dara menatap Zian dengan tajam, kemudian menepis tangan Zian dengan kasar. "Nggak ada yang perlu diomongin lagi! Gue udah muak sama lo!" suaranya lantang, menunjukkan kekesalannya yang telah mencapai puncaknya. Ia tidak ingin lagi berurusan dengan Zian.
Di kejauhan, Andra melihat kejadian itu. Tatapannya langsung tertuju pada Zian, kemarahan membuncah dalam dirinya melihat Zian yang masih saja berani mendekati Dara. Tanpa ragu, ia segera menghampiri mereka berdua.
Andra tiba di hadapan Zian dan Dara dengan langkah cepat, tatapannya tajam menusuk Zian. "Lo emang nggak ada kapoknya!" suaranya tegas, menunjukkan kemarahannya. Ia tak akan membiarkan Zian menyakiti Dara lagi.
Zian membalas tatapan Andra dengan tatapan yang sama tajamnya. Ia sama sekali tidak gentar. "Lo jangan ikut campur!" tangannya menunjuk tepat ke arah wajah Andra, menunjukkan sikap arogan dan menantang. Konflik antara Andra dan Zian pun tak terhindarkan.
"Lo itu orang baru yang buat hubungan gue sama Dara jadi kayak gini!" Zian berteriak, marah besar. Ia menyalahkan Andra atas masalahnya dengan Dara, mencoba untuk mengalihkan kesalahan.
Dara dan Andra berdecih mendengar ucapan Zian yang tidak masuk akal. "Lo nggak usah ngada-ngada! Gue sama lo nggak ada hubungan apapun! Jadi jangan libatkan gue karena sikap buruk lo itu!" Dara membentak, suaranya tegas dan penuh amarah. Ia menolak untuk disalahkan atas perilaku Zian yang tidak terpuji.
Ketegangan di antara mereka bertiga semakin meningkat. Banyak murid yang berhenti dan memperhatikan pertengkaran itu. Dela dan Sella, kedua sahabat Dara, ikut berdiri di samping Dara, siap memberikan dukungan.
Dara mendekat ke arah Zian, tatapannya tajam dan penuh amarah. "Gue nggak pernah suka sama lo! Tapi lo yang terus ngejar-ngejar gue, Zi! Awalnya gue nggak mempermasalahkan sikap lo, tapi lama-lama lo didiemin makin ngelunjak! Gue udah muak sama lo, Zi!" Ia mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya, menjelaskan bahwa Zian lah yang selalu mengejarnya.
Saat amarah Dara mencapai puncaknya, tiba-tiba Viola muncul di tengah-tengah mereka. Viola menatap Dara dengan tajam, kemudian mendorong Dara ke belakang. "Jangan kepedean deh lo, Dara! Zian nggak pernah ngejar-ngejar lo! Yang ada lo yang kegatelan!" suaranya lantang dan penuh kebencian.
Andra sigap menangkap tubuh Dara yang hampir jatuh. Dela, salah satu sahabat Dara, langsung maju membela Dara. "Heh, kaleng rombeng! Jaga mulut busuk lo itu ya! Temen gue emang cantik, tapi nggak kegatelan kayak lo!" suaranya keras, menunjukkan kemarahannya terhadap Viola yang telah bersikap kurang ajar. Situasi semakin memanas, konflik semakin meluas.
Suasana di kantin semakin memanas, semakin banyak siswa yang penasaran dan mendekat untuk menyaksikan pertengkaran itu. Kegaduhan semakin menjadi.
Dara, dengan tenang menarik lengan Dela ke belakang. "Del, udah diem. Orang kayak dia emang butuh belaian. Jadi jangan buang-buang tenaga dan waktu lo buat orang yang nggak penting kayak dia," ujarnya dengan nada sinis, menunjukkan sikap acuh terhadap Viola. Ia lebih memilih untuk mengabaikan Viola daripada beradu mulut lebih lanjut.
Viola merasa tersinggung dengan perkataan Dara, kemudian mendekat ke arah Dara. "Maksud lo apa, hah! Gue juga sebenarnya males buat ladenin lo! Tapi lo nya aja yang kegatelan!" suaranya meninggi, menunjukkan kekesalannya.
Dara, tanpa gentar, menutup hidungnya seakan-akan merasa mual dengan bau mulut Viola. "Lo diem! Nggak usah banyak omong! Mulut lo bau neraka!" ejekannya tajam, menimbulkan gelak tawa dari siswa-siswa yang menyaksikan pertengkaran itu. Ejekan Dara sangat menohok dan berhasil mempermalukan Viola.
Viola yang merasa dipermalukan menatap Dara dengan sengit, wajahnya memerah menahan amarah. Namun, ia tak mampu membalas ejekan Dara yang begitu pedas. Ia hanya bisa menggeram kesal, sementara tawa siswa semakin ramai memenuhi kantin. Dara berhasil memenangkan pertempuran kata-kata dengan cara yang cerdas dan elegan. Ia telah membungkam Viola dengan cara yang tak terduga.
Akhirnya Viola pergi meninggalkan kantin dengan perasaan kesal dan malu. Zian masih menatap Dara dengan tatapan penuh kerinduan, ingin sekali mendekat, namun ancaman Dara membuatnya urung. "Selangkah lo deketin gue, gue bakal tendang biji lo yang nggak seberapa itu!" ancam Dara, suaranya terdengar dingin dan tajam, namun di balik itu tersirat ancaman yang serius dan ngilu.
Wajah Zian langsung berubah masam, tangannya reflek memegangi selangkangannya, tampak ketakutan. Ancaman Dara benar-benar membuatnya takut. Para siswa yang tadinya mengerumuni mereka, kini mulai kembali ke tempat duduk masing-masing, suasana kantin kembali normal.
Dara, tanpa menghiraukan Zian, melanjutkan antrean untuk memesan makanannya. Tidak lama kemudian, ia kembali ke meja tempat Andra, Dela, dan Sella menunggu. Makanan mereka telah dipesan, dibantu oleh pelayan kantin, dan kini berada di tangan Dara. Ia membagikan makanan tersebut kepada teman-temannya dan Andra, seolah kejadian beberapa saat yang lalu tidak pernah terjadi. Ia telah menunjukkan ketenangan dan ketegasannya dalam menghadapi masalah.
Mereka makan bersama, suasana kembali cair dan menyenangkan. Meskipun kejadian beberapa saat yang lalu cukup menegangkan, mereka berhasil melewatinya dengan baik. Dara, Dela, dan Sella tertawa lepas, menceritakan hal-hal lucu yang terjadi di kelas.
Andra sesekali ikut menatap Dara dengan tatapan memujanya, Dara yang begitu ceria ketika sedang cerita, Dara yang begitu menggemaskan ketika sedang marah dan Dara begitu imut ketika sedang makan.
Di tengah obrolan, Andra melirik ke arah Dara, senyumnya mengembang. "kamu keren banget tadi, Ra," ujarnya, menunjukkan kekagumannya terhadap keberanian dan ketenangan Dara dalam menghadapi Zian dan Viola.
Dara tersenyum malu-malu. "Biasa aja, Dra. Gue cuma nggak mau mereka seenaknya aja sama gue." jelas Dara.
Dela dan Sella mengangguk setuju, menunjukkan dukungan mereka pada Dara. "Iya, bener banget. Lo emang the best, Ra!" ujar Dela, suaranya penuh kekaguman.
Andra mengulurkan tangannya, menawarkan bantuan untuk mengambilkan minuman Dara. "Minumnya mau yang mana, Ra?" tanyanya lembut.
Dara tersenyum, kemudian menerima uluran tangan Andra. "Mau es teh manis aja, Dra." jawabnya.
Suasana makan siang mereka semakin hangat dan penuh keakraban. Kejadian sebelumnya seolah telah terlupakan, tergantikan oleh suasana ceria dan penuh canda tawa.
Andra diam-diam merasa bangga terhadap Dara, kekagumannya semakin bertambah. Ia merasa beruntung memiliki teman sepertinya atau Andra menganggap lebih kedekatannya dengan Dara. Hari itu, mereka semua merasakan kebersamaan dan persahabatan yang semakin erat.
Viola melangkah meninggalkan kantin dengan perasaan sangat kesal dan malu. Peristiwa yang baru saja terjadi terus menghantuinya, bayangan wajah Dara yang mengejek masih terbayang jelas di benaknya. "Dara! Gue pastikan lo bakal dapat balasannya!" gumamnya, suaranya penuh dengan amarah dan dendam. Ia menatap ruang kelas Dara dengan tatapan penuh kebencian, mengancam dalam hati untuk membalas dendam.
Kedua tangannya mengepal kuat, menunjukkan betapa besar amarahnya. Rasa dendam telah mencapai puncaknya. Dua kali ia dipermalukan oleh Dara, harga dirinya merasa hancur berkeping-keping. Kejadian ini telah menjadi luka yang sangat dalam baginya.
Viola tidak akan membiarkan Dara hidup tenang. Ia bertekad untuk mengubah kehidupan Dara secara drastis. Ia akan merencanakan sesuatu untuk membalas dendamnya. "Awas lo, Dara! Lo udah mempermalukan gue dan juga udah ngerebut Zian dari gue!" gumamnya lagi, suaranya dipenuhi dengan dendam yang membara. Ia merasa Dara telah merebut Zian darinya, menambah api dendam yang berkobar di hatinya. Ia berjanji akan membalaskan dendamnya kepada Dara.