JANGAN DI BOM LIKE PLISSS 😘🥰
Dhev si duda dingin dan tidak berperasaan akhirnya bisa jatuh cinta lagi dan kali ini Dhev mencintai gadis yang usianya jauh lebih muda.
Dhev, Nala dan Kenzo. Di dalam kisah mereka terdapat kesedihan masa lalu dan harapan untuk hidup bahagia.
Mampir? Jangan lupa tinggalkan jejak like, komen dan gift/votenya, ya. Terimakasih 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mala Cyphierily BHae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keikhlasan Nala
Sementara itu, di rumah Amira.
"Maaf, Nyonya. Saya tidak menemukannya di makam," kata Dadang.
Amira yang sedang duduk dan memijit pelipisnya itu merasa bodoh karena tidak menanyakan di mana alamat Nala.
"Ya sudah, kamu jangan lupa jemput Ken. Jangan sampai telat, nanti bisa runyam urusan," kata Amira mengingatkan.
"Baik, saya permisi," kata Dadang yang kemudian pergi dari hadapan Amira.
Tak berselang lama, Dadang kembali masuk ke ruangan Amira.
"Tok... tok... tok." Dadang mengetuk pintu.
"Masuk!"
"Maaf, Nyonya. Di bawah ada gadis itu bersama polisi." Dadang memberitahu dengan kepala menunduk.
Amira menggelengkan kepala, mengagumi keberanian Nala.
Amira pun segera bangun dari duduknya dan akan menerima hukumannya.
Sesuai perkataannya kalau Amira akan bertanggung jawab, Amira terlihat pasrah di hadapan Nala dan Ririn. Sementara Nala tidak mau menatap wajah Amira.
Ya, Nala sendiri merasa sedikit tidak tega. Gadis malang itu yakin kalau Amira tidak sengaja melakukannya.
Belum sempat dibawa oleh pihak berwajib sudah datang Dhev.
"Ada apa ini?" tanya Dhev yang baru saja turun dari mobil, lelaki berbadan tinggi tegap itu menahan polisi membawa ibunya.
"Lepaskan Mamah saya! Ini pasti akal-akalan anak ini bukan!" kata Dhev seraya menunjuk Nala.
Sementara Nala membuang muka saat pria tampan nan dingin itu menatapnya.
Walau begitu, pihak berwajib tetap melaksanakan perintah dan tetap membawa Amira ke kantor polisi.
Nala dan Ririn segera masuk ke mobil, mengikuti mobil polisi tersebut.
Begitu juga dengan Dhev, ia tidak akan tinggal diam.
"Siapa gadis kecil itu, berani sekali mencari masalah dengan ku!" geram Dhev seraya mengemudikan mobilnya. Dhev segera menghubungi pengacara dan memintanya untuk kekantor polisi.
"Sial, lampu merah!" gerutu Dhev yang terpaksa harus menunggu dan tertinggal di belakang.
****
Sesampainya di kantor polisi, Amira yang diinterogasi itu mengatakan yang sebenarnya kalau dirinya tidak sengaja menabrak Nala dan ayahnya.
Amira mendadak sakit kepala saat mengendarai mobil dan saat itu juga ada yang menyebrang.
Nala melihat kejujuran di mata Amira dan meminta pada Ririn untuk mencabut laporannya.
"Aku tidak ingin memperpanjang masalah ini, dia sudah meminta maaf dan aku yakin kalau ayah ingin aku tetap menjadi Nala yang pemaaf," ucapnya seraya menatap Ririn.
"Kamu yakin?" tanya Ririn seraya menepuk bahu Nala.
Nala menjawab dengan menganggukkan kepala.
Setelah itu dua gadis tersebut pergi meninggalkan Amira begitu saja tanpa permisi padanya.
Nala dan Ririn berpapasan dengan Dhev dan Dhev menahan Nala.
"Berapa uang damai yang kamu inginkan?" tanya Dhev seraya menatap dingin Nala.
"Hah! Tidak semua dapat dibeli dengan uang, Tuan!" jawab Nala, setelah itu Nala dan Ririn menerobos pria yang berbadan tinggi tegap itu tanpa rasa takut.
"Dasar anak kecil! Nggak punya sopan santun!" geram Dhev.
Setelah itu Dhev segera mencari Amira dan saat Dhev berbalik badan Amira sudah berdiri tepat di depannya.
"Ayo kita pulang," ajak Amira dan Dhev merasa bingung karena urusannya secepat itu.
Di perjalanan, Dhev menayangkan apa yang terjadi sebenarnya. Amira pun menceritakannya.
"Mamah, sudah berapa kali Dhev bilang. Mamah sudah tidak boleh menyetir lagi, harus ada sopir," ucap Dhev dengan nada sedikit kesal. Pasalnya, Dhev sudah sering mengingatkan itu pada Amira.
"Iya," jawab Amira terdengar lesu.
Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu merasa kalau dirinya harus bertanggung jawab dalam menjaga Nala, menggantikan posisi ayahnya.
Amira juga melihat kalau Nala adalah gadis yang baik dan Amira bertekad akan mencari Nala.
****
Sesampainya di rumah, Nala meminta pada Ririn untuk pulang.
"Kamu yakin?" tanya Ririn yang masih berdiri di teras dan Nala yang berdiri di sebelahnya itu menganggukkan kepala.
"Terimakasih, kamu sudah membantu ku," ucap Nala dan Ririn pun menjawab tersenyum.
"Ya sudah, aku pamit dulu," kata Ririn seraya memeluk Nala.
Setelah Ririn tak terlihat, Nala segera masuk dan membongkar sedikit tabungannya.
Nala memilih untuk menyimpan uang jajan yang Bobi berikan.
"Aku harus bisa bertahan hidup, aku sudah terbiasa hidup susah, aku tidak boleh lemah, aku harus bisa membuat bangga ayah dan ibu walau mereka sudah tidak ada, Nala yakin kalau menjadi kuat dan sukses adalah harapan mereka," ucap Nala seraya menghapus air matanya.
"Aku bisa masak nasi goreng, aku akan melanjutkan usaha ayah. Toh, orang sukses itu bukan hanya mereka yang duduk di kursi kebesaran, bukan? Sukses bukan hanya milik mereka yang bekerja kantoran," ucap Nala penuh dengan optimis.
****
Di rumah Ririn, Adelia sudah menunggu di depan pintu. Menatap tajam anaknya yang hari tidak pergi kuliah.
"Dari mana kamu?" tanyanya seraya menatap tajam anaknya.
"Ayah teman Ririn baru saja meninggal, Ririn dan teman-teman baru saja melayat," jawab Ririn dan beruntung kali ini Adelia sedikit percaya.
****
Sementara itu Amira sedang memerintahkan Mang Dadang untuk mencari Nala.
Namun, sampai malam Dadang belum juga menemukannya.
Amira yang sedang menemani Ken belajar itu meminta pada Dadang untuk tetap mencari sampai dapat.
"Sekarang, kamu istirahat dulu, tapi ingat kalau kamu harus terus mencari gadis itu!"
"Baik, Nyonya. Saya permisi," kata Dadang.
Selesai dengan belajarnya, Amira meminta pada Ken untuk segera tidur karena hari sudah malam.
Tidak menjawab tetapi Ken berlari kearah Dhev yang baru saja pulang bekerja.
"Ayah, coba lihat gambar ini!" pinta Ken pada Dhev.
"Sudah malam, tidur sana!" jawab Dhev tanpa melihat sedikit pun pada gambar yang anaknya tunjukkan.
Dhev terus berlalu tanpa menghiraukan anaknya yang terlihat sedih.
Ken yang tidak ingin menampakkan kesedihannya itu memulai kenakalannya.
Pria kecil itu membuat pesawat kertas dari tugasnya.
"Loh, Ken. Pakai kertas yang lain bisa," kata Amira yang melihat itu.
Tetapi Ken tidak mau mendengarkan, ia hanya ingin membuat hatinya merasa senang dengan caranya.
Ken berlarian mengejar pesawat kertas itu sampai menabrak guci mahal milik Amira.
"Astaga, Ken. Sudah, berhenti, sudah malam!" teriak Amira seraya mengejar Ken.
Amira takut kalau Ken akan terluka karena terkena pecahan beling.
Amira berhasil meraih tangan Ken dan segera memeluknya.
"Sudah, jangan hiraukan ayah kamu, dia hanya lelah, percaya sama Omah. Sekarang gosok gigi, cuci tangan dan cuci kaki!" kata Amira seraya merapikan rambut Ken.
"Omah bohong, Ayah nggak sayang sama Ken!" teriak Kenzo seraya berlari menaiki tangga lalu masuk ke kamarnya dengan membanting pintu kamarnya.
Sementara Amira merasa lelah mengikuti Ken, Amira takut Ken akan tergelincir di tangga.
"Astaga, ayah dan anak sama-sama bikin pusing," keluh Amira seraya mengusap dadanya.
Amira yang ter-engah itu mengetuk pintu kamar Dhev.
"Dhev, buka pintunya!"
Tetapi, Dhev yang sedang berendam di air hangat itu tidak mendengar suara Amira.
Bersambung.