Jiwanya tidak terima di saat semua orang yang dia sayangi dan dia percaya secara bersama-sama mengkhianatinya. Di malam pertama salju turun, Helena harus mati di tangan anak asuhnya sendiri.
Julian, pemuda tampan yang berpendidikan dibesarkan Helena dengan penuh cinta dan kasih sayang. Tega menghunuskan belati ke jantungnya.
Namun, Tuhan mendengar jeritan hatinya, ia diberi kesempatan untuk hidup dan memperbaiki kesalahannya.
Bagaimana kisah perjalanan Helena?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keano
"Nyonya! Aku menawarkan jasa payung untuk Anda. Apakah Anda akan membayar?"
Suara lembut nan merdu anak laki-laki itu mengalun di telinga Helena. Jelas dia seorang anak yang tahu tatakrama, cerdas, dan sopan. Bila mendapatkan pendidikan yang layak kelak dia akan menjadi seseorang yang sukses.
Helena mengurai pelukan, mengusap air matanya. Ia sedikit mendongak, menatap wajah teduh milik anak laki-laki di depannya. Tanpa sadar, air mata kembali jatuh bila mengingat kehidupannya yang dulu. Tangan mungil Keano mengusap pipinya dengan sentuhan lembut dan menenangkan.
"Duduklah!" Helena beranjak dan duduk di bangku taman, menepuk ruang kosong di sampingnya meminta Keano untuk duduk.
Tanpa melepaskan payung di tangan, anak laki-laki yang usianya satu tahun lebih tua dari Julian itu duduk di sana. Di tubuhnya tersampir sebuah tas yang terbuat dari plastik. Mungkin untuk menaruh uang yang dia hasilkan dari menawarkan jasa payung.
"Aku akan membayar mu, tenang saja. Siapa namamu?" Helena mengusap rambut Keano menyingkirkan butiran-butiran putih yang menempel di sana.
"Keano!" Wajah anak itu terangkat, menatap lekat-lekat pada pada Helena. Ada rasa familiar yang tak dapat ia tolak, hati kecilnya merasa dekat dengan wanita itu.
"Keano. Nama yang bagus," puji Helena sambil tersenyum.
"Anda cantik sekali, Nyonya. Sepertinya Anda juga orang yang baik, tapi apakah Anda sedang sakit? Aku melihat baru saja Anda merasa kesakitan," ujar bibirnya yang manis membuat Helena tersipu.
Seandainya dulu aku mengambilnya sebagai anak dan bukan Julian. Mungkin takdirku akan berbeda.
"Kau manis sekali. Maukah kau ikut pulang denganku? Ah, iya ... aku lupa, di mana rumahmu? Apa kau mempunyai orang tua?" tanya Helena penuh harap.
Dia ingin sekali membawa Keano pulang dan merawatnya hingga sukses sama seperti dulu dia merawat Julian sampai menjadi seseorang yang dikenal banyak kalangan.
Keano menunduk, menggelengkan kepala pelan. Membayangkan kehidupan sempurna dengan kedua orang tua yang lengkap seperti yang orang lain miliki.
Helena tahu, tapi melihat Keano menggelengkan kepala tetap saja membuatnya merasa sedih. Ia memeluk anak itu, mengelus punggungnya lembut.
Jika tidak salah usia Keano satu tahun lebih tua dari pada Julian. Ini bagus! Dia tidak bisa menindas anakku kelak.
"Tak apa. Kau bisa memanggilku ibu jika kau mau dan tinggal bersamaku. Kau tak perlu lagi menjajakkan payung di musim hujan hanya untuk mendapatkan uang. Semua kebutuhanmu akan aku penuhi," ungkap Helena seraya melepas pelukan dan mengusap wajah mungil itu.
Keano mendongak, kedua matanya berbinar cerah. Senyum manisnya terbit menampakkan lesung di kedua pipi. Dia manis sekali.
"Benarkah, Nyonya? Apakah aku juga akan bersekolah seperti anak-anak yang lainnya?" tanya Keano antusias, sorot matanya penuh harap, ada tekad besar di sana yang nyata terlihat.
"Tentu saja. Kau akan mendapatkan pendidikan yang layak. Kau harus sukses di masa depan untuk dirimu sendiri," sahut Helena menyentuh lembut dagu kecil itu.
Keano mengangguk pasti, berjanji di dalam hati kelak jika dia dapat bersekolah dia akan belajar dengan giat dan tak akan pernah mengecewakan Helena.
"Aku berjanji akan menjadi sukses di masa depan. Aku akan belajar dengan giat dan tidak akan pernah mengecewakan Ibu," katanya dengan yakin dan percaya diri.
Helena tersentuh, matanya berkaca-kaca haru mendengar janji yang diucapkan anak seusia Keano.
"Ibu percaya padamu," katanya.
Dulu, kau datang dengan penampilan terbaikmu saat menolongku. Saat itu aku yakin kau sudah menjadi seseorang yang sukses. Aku turut bahagia untukmu. Sekarang tanganku yang akan menjadikanmu sukses di masa depan kelak.
Keano tersenyum, menatap Helena tanpa berkedip. Sekejap saja, rasa cinta sebagai anak dan ibu tercipta di hati mereka.
"Oh, maafkan aku. Antriannya cukup banyak sehingga harus membuatmu menunggu begitu lama," ucap Tania tanpa melihat adanya sosok Keano karena salju yang turun semakin lebat.
"Tak apa. Sebaiknya kita pulang saja, salju turun semakin lebat," ucap Helena kepada Tania.
"Eh? Siapa anak ini? Apa kau akan membawanya bersamamu?" tanya Tania saat menyadari kehadiran anak tersebut.
Helena tersenyum, menatap Keano yang masih memayunginya meski kesulitan. Helena mengambil alih payung tersebut dan bergantian memayungi.
"Ya, mulai sekarang dia adalah anakku. Malam ini aku ingin pulang ke rumahmu saja. Apakah boleh?" ucap Helena penuh harap.
Tania tertegun mendengar jawaban itu, tak menyangka tiba-tiba saja Helena mengangkat seorang anak jalanan yang lusuh sebagai anaknya.
"Oh, tentu saja. Menginap saja di rumahku malam ini," sahut Tania.
Helena mengandeng tangan Keano, berjalan bersama-sama menuju mobil Tania yang terparkir tak jauh dari taman. Mereka masuk dan segera melaju meninggalkan tempat tersebut. Tanpa mereka sadari, sepasang mata memperhatikan dari jauh.
"Sial! Apa yang dia lakukan?"
dan kekuatan sekali jika itu adalah ayah kandungnya si Keano 👍😁
Tapi kamu juga harus lrbih berhati” ya takutnya mereka akan melakukan sesuatu sama kamu dan Keano 🫢🫢🫢