Keira Maheswari tak pernah menyangka hidupnya akan berubah begitu drastis. Menjadi yatim piatu di usia belia akibat kecelakaan tragis membuatnya harus berjuang sendiri.
Atas rekomendasi sang kakak, ia pun menerima pekerjaan di sebuah perusahaan besar.
Namun, di hari pertamanya bekerja, Keira langsung berhadapan dengan pengalaman buruk dari atasannya sendiri.
Revan Ardian adalah pria matang yang perfeksionis, disiplin, dan terkenal galak di kantor. Selain dikenal sebagai seorang pekerja keras, ia juga punya sisi lain yang tak kalah mencolok dari reputasinya sebagai playboy ulung.
Keira berusaha bertahan menghadapi kerasnya dunia kerja di bawah tekanan bosnya yang dingin dan menuntut.
Namun, tanpa disadari, hubungan mereka mulai membawa perubahan. Apakah Keira mampu menghadapi Revan? Atau justru ia akan terjebak dalam pesona pria yang sulit ditebak itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teddy_08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Berkata Dengan Sikap
14.00 WIB — Kediaman Bramantyo Baskara
Keira masih tercenung dengan suara wanita yang membuyarkan pikirannya. Dengan sabar, Alan menepuk bahu adiknya berusaha memberikan semangat dan juga efek tenang.
"Kamu pasti bisa, Keira," desisnya lirih.
Keira mengangguk kemudian berkata, "Mas, jangan cari aku lagi ya. Aku kali ini bersama Kak Adit. Oh ya, mulai besok aku akan bekerja pada Pak Bramantyo Baskara."
Karena tak sanggup mendengarkan suara pria yang baru saja menikahinya, Keira menutup sambungan telepon secara sepihak.
Entah kenapa, bulir bening seketika merembes deras di pipinya. Melihat hal itu, Bram yang memang notabenenya sangat menyukai Keira segera menyodorkan tissue kepadanya.
Menit kemudian. Ponselnya terus berdering. Pertanda panggilan masuk, dan tertera nama Revan di sana. Tetapi Keira memilih mengabaikannya.
Alan dan juga Bram yang kebingungan, saling senggol satu sama lainnya.
"Keira," sapa Bram memecahkan keheningan.
"Ya." Keira refleks menoleh.
"Aku tidak melarangmu untuk tetap di sini, hanya saja kamu masih berstatus istri orang. Bagaimana kalau kamu aku antar pulang untuk mengawali semua ini. Dan … ummm … kemudian kamu bilang ke dia kalau kamu terikat pekerjaan denganku," ujar Bram memberikan ide.
Keira berpikir sejenak. Kemudian ia mengangguk setuju.
"Namun, istirahatlah dulu. Aku akan menyiapkan kamar tamu. Jika kamu sudah ingin pulang, bilang saja padaku. Aku akan mengantarmu sendiri nanti," sambungnya, lagi.
Keira mengangguk setuju. Alan sendiri yang kemudian mengantarkan adiknya untuk beristirahat.
Bramantyo tidak ingin terkesan mengusir secara halus. Sebenarnya, ia justru betah jika Keira berada di rumahnya. Tapi apa boleh buat, status membuat rumit segalanya. Apa pandangan masyarakat nantinya jika ia tetap nekad memilih jalan ini.
Bukan berarti Bram adalah pria yang sok suci dan sok menjaga nama baiknya. Tetapi memang begitu adat budaya timur. Sebagai warga negara yang baik, alangkah baiknya mengikuti tradisi yang belaku.
Bram memang sangat obsesi pada Keira. Tapi ia adalah pria yang berpegang teguh pada prinsip. Selama wanita yang sukainya masih berstatus istri orang. Ia tidak akan memaksanya.
Sementara terhadap Alan, ada banyak masalah tersembunyi yang Keira simpan dalam hati. Ini adalah waktu yang di tunggu-tunggu. Sebenarnya menanyakan sekelumit peristiwa tentang ada yang terjadi dengan perusahaan ayahnya adalah haknya juga 'kan?
Keira benar-benar penasaran dan ingin tahu secara gamblang apa yang sebenarnya terjadi dengan bisnis keluarganya? Mengapa Alan seperti tidak berkutik di tengah keluarga Revan? Dan mengapa juga ia begitu menurut pada Bramanantyo Baskara?
**
Tok tok tok
"Sore Keira, kamu gak pengen makan dulu? Dari tadi siang perut kamu belum terisi makanan apapun," ujar Bram, dengan kepala setengah melongok masuk ke dalam.
"Iya deh bentar lagi turun, sekalian langsung antar pulang," balas Keira sambil menggeliat khas bangun tidur.
Bram hanya tersenyum kemudian segera berlalu meninggalkan Keira yang mulai beringsut turun dan bersiap.
Di meja makan, terlihat Alansibuk menyiapkan masakan. Begitu juga dengan Bram. Terlihat jelas jika keduanya amat dekat.
Revan memang juga dekat dengan kakaknya, tetapi belum pernah Keira melihat kedekatan yang seperti ini. Begitu hangat, mirip keluarga sendiri. Ia merasa bersalah pernah berpikir buruk tentang Bram.
Bram terlihat berwibawa dan pembawaan lebih santai ketimbang Revan yang terkesan kaku dengan wajahnya yang kebule-bulean.
"Sejak kapan Kak Alanmasuk ke dapur?" sapa Keira mengejutkan keduanya yang terlihat sibuk berkutat dengan perabot dapur.
"Sejak kakak tidak tinggal di rumah, atau kost. Sejak saat itu kakak dituntut jadi pribadi yang mandiri," tukas Alan sambil melanjutkan menggoreng nugget.
"Mau aku bantu?"
Keira menawarkan bantuan. Ia tentu tidak enak hati, selain perempuan satu-satunya yang berada di tempat itu, tetapi juga tidak mau terlihat manja di hadapan pria lain. Apa lagi orang tersebut adalah Bramantyo Baskara.
"Okelah kalau begitu," Alan mengijinkan Keira mengambil alih pekerjaannya.
Sore itu, ia melepaskan bebannya sesaat. Canda dan tawa meramaikan suasana dapur saat itu.
Waktu berlalu begitu cepat. Usai memasak dan menyantap makanan sebelum jam makan malam telah mereka lewati. Tiba waktunya Alan harus merelakan sang adik jauh lagi dari pengawasannya.
"Keira, kau sudah siap?" tanya Bram memastikan.
Meski tidak mengganti pakaian, Keira tampak cantik dan segar setelah mandi ditambah polesan makeup tipisnya.
Di dalam mobil, ia melihat raut wajah sedih yang Alan tampakkan. Memang ia tidak pernah berterus-terang secara gamblang bagaimana perasaannya setelah kehilangan keluarga. Tapi Keira paham betul, meski terbilang kasar dan raja tega, Alan masih peduli terhadapnya.
Setelah membalas Alan dengan lambaian tangan, mobil sport yang dikemudikan Bram segera melesat meninggalkan tempatnya.
Keduanya tampak canggung ketika hanya berdua saja. Bramantyo sesekali menoleh mencuri pandang, sedangkan Keira meski tahu sikap pria di sebelahnya memberikan kesan tak acuh.
"Kau yakin cara ini mampu meluluhkan hati seorang Revan?" tanya Bram memecahkan keheningan.
Keira menoleh sembari tersenyum, "Mungkin iya, dan mungkin tidak. Jika memang dia bukan jodohku dan hubungan kita berakhir … itu jelas bukan kehendak ku. Kita memang hanya bisa berencana Bram, tetapi kembali Tuhan yang menentukan."
Bramantyo terkesan dengan jawaban Keira. Kini ia terlihat lebih tenang dari saat pertama dia datang menemui kakaknya.
"Kenapa kak Alan tetap tinggal? Kalian sedekat apa?" Keira mencondongkan kepalanya mencari tahu.
"Ya, hanya sebatas mengusik penat. Bukan hanya soal main bareng, habisin waktu buat makan doang sih. Kita juga bahas kerjaan kok," terang Bram sambil fokus mengemudikan mobilnya.
"Mau diantar ke mana ini? Apartemen, rumah, atau hotel milik Revan?" tanya Bram.
Wajar saja jika ia bertanya seperti itu. Revan memang memiliki beberapa tempat tinggal tidak menetap. Meskipun asetnya tidak lebih dari miliknya.
"Ke hotel saja, jam segini biasanya dia masih ngantor. Aku mau samperin ke ruang kerjanya," tukas Keira dengan tatapan kosong.
Entah apa yang sedang ia pikirkan. Mungkin saja Wina masih sukses mengusik pikirannya. Entahlah.
Kini Keira telah sampai di halaman hotel Permata Indah Beach and Resort. Langkahnya begitu berat ketika menapakkan kaki pertamanya. Selangkah, dua langkah, kemudian terhenti dan menatap sendu ke arah Bram yang masih menunggunya di atas mobil.
Bramantyo menganggukkan kepalanya agar Keira memantapkan langkah. Keira tersenyum dan melambaikan tangan kemudian berlalu pergi.
Perlahan Keira mengetuk pintu ruang kerja suaminya. Ia memergoki Wina berada di ruangan itu dengan pipi yang hampir menempel sama-sama menatap layar.
Jantung Keira berdegup begitu kencang. Tapi ia mencoba menahan kecewa dan amarahnya. Dilihatnya, Revan menatap sendu seperti kehilangan fokus di layar meski Wina sibuk menjelaskan.
"Revan," panggilan tidak sopan pertama kali yang keluar dari bibir ranumnya.
Sejak pertama ia memanggilnya dengan sebutan Pak, Pak Boss, Pak Revan, Sayang. Dan lihatlah hari ini ia memanggil namanya secara langsung.
Revan terperanjat melihat kedatangan istrinya. Selain itu ia wajahnya tampak ceria mengetahui Keira kembali. Ia berlari mendekat dan memeluk erat. Tidak terdengar omelan di bibirnya karena meninggalkan saat jam makan siang dengan tiba-tiba.
Mungkin saja Revan menyadari Keira melakukan hal itu.
"Kau kembali, ayo kita pulang sekarang," ujarnya.
Sepertinya Revan tidak ingin membahas apapun di depan Wina yang notabenenya menyukai dirinya. Ia hanya ingin menyelesaikan masalahnya berdua saja dengan Keira. Tentu saja ia tidak ingin ada campur tangan siapapun.
— To Be Continued