NovelToon NovelToon
Benih Random Tuan Arogan

Benih Random Tuan Arogan

Status: sedang berlangsung
Genre:Hamil di luar nikah / Menikah Karena Anak / Tukar Pasangan
Popularitas:21.2k
Nilai: 5
Nama Author: ingflora

Diambang putus asa karena ditinggal sang kekasih saat hamil, Evalina Malika malah dipertemukan dengan seorang pria misterius. Adam Ardian Adinata mengira gadis itu ingin loncat dari pinggir jembatan hingga berusaha mencegahnya. Alih-alih meninggalkan Eva, setelah tahu masalah gadis itu, sang pria malah menawarinya sejumlah uang agar gadis itu melahirkan bayi itu untuknya. Sebuah trauma menyebabkan pria ini takut sentuhan wanita. Eva tak langsung setuju, membuat pria itu penasaran dan terus mengejarnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32. Dijebak

"Kamu tahu, 'kan, Daddy gimana." Shanti tak tahan memandangi wajah Adam. Ia kemudian tertunduk. Sulit baginya untuk memulai. Rasanya ingin menangis.

Adam bisa melihat Shanti tampak tegang. "Kalau ada yang ingin dibicarakan, ayo aja. Aku akan jadi pendengar tanpa menghakimi."

"Mmh." Shanti tak bergerak dari tempatnya. Kemudian ia mengangkat kepala. "Eh, gak usah deh." Ia berbalik dan melangkah ke pintu.

"Shanti."

Wanita itu berhenti dan menoleh.

"Bagaimana kalau kita makan siang bersama? Mungkin kamu tidak nyaman bicara di sini," ajak Adam.

"Oh, ya udah."

Jam makan siang, Adam turun dan ternyata Shanti menunggu di lobi bersama ayahnya, Lindon. Adam bingung melihatnya. "Paman ikut juga?"

Shanti tampak bingung menjelaskannya tapi Lindon dengan percaya diri menjawab. "Oh, aku ada ketemu orang di hotel Kingston. Ada yang mau menawarkan draft pabrik dan orangnya aku kenal."

Adam tampak kesal. "Tidak seharusnya Paman menemui kandidat di luaran. Ini tidak sesuai dengan aturan perusahaan!"

"Iya, aku tahu, tapi temui saja dulu. Dia memaksa bertemu tapi aku tidak menjanjikan apa-apa, kok," bujuk Lindon lagi.

"Aku pun tidak bisa menjanjikan apa-apa, Paman!" Mata Adam tajam menatap Lindon. Namun, tak lama karena ponselnya berdering. "Halo. Oh, sudah di depan." Ia melangkah ke pintu depan diikuti Lindon dan Shanti. "Pokoknya aku tidak mau bicara. Paman saja yang bicara."

"Iya, iya."

Ketiganya masuk ke dalam mobil Adam. Adam yang duduk di depan tampak kesal. Selalu begitu. Setiap bertemu Lindon, ia tahu pamannya pasti punya permintaan yang ia tidak sukai. Namun, mau bagaimana? Mereka adalah satu-satunya keluarga yang dimilikinya.

Akhirnya mereka sampai di hotel Kingston. Mereka masuk ke sebuah restoran dan memesan makanan di sana.

"Kita tidak menunggu mereka datang dulu?" Adam melirik Lindon.

"Oh, tidak. Katanya mereka akan terlambat, jadi kita diminta untuk makan duluan," sahut Lindon sambil memeriksa pesanan. "Sudah jangan khawatir. Hari ini aku yang traktir."

"Sudah seperti orang kaya saja. Padahal biaya sekolah Shanti di Australia saja, masih berhutang pada perusahaan." Adam menatapnya sinis.

Mereka kemudian makan. Shanti tampak tak banyak bicara tapi Adam memaklumi. Bukankah mereka tadinya keluar mau membicarakan tentang Lindon?

Setelahnya, mereka menunggu sambil minum teh. Lindon memperhatikan teh Adam di cangkir. "Sepertinya ada kemasukan sesuatu."

"Masa?" Adam ikut memperhatikan cangkirnya.

"Coba tolong, Shanti, kamu minta tukar sama pelayan tadi." Lindon memberikan cangkir itu pada putrinya.

Shanti melirik ayahnya yang memberi kode dengan kedipan mata. Ia segera mengambilnya. "Iya, Dad."

Saat Shanti kembali, Lindon segera mengeluarkan ponselnya.

"Aku coba telepon dulu orangnya." Lindon bergegas keluar.

Shanti meletakkan cangkir baru ke hadapan Adam. "Ini, Kak. Dibuat baru."

"Eh, iya, terima kasih." Adam menengok ke arah mana Lindon pergi, lalu menoleh pada Shanti. "Sebenarnya kamu mau bicara apa?"

"Eh?" Shanti menyelipkan rambutnya yang maju ketika sedikit menunduk, ke belakang telinga. Ia bingung. "Daddy sangat keras kepala. Susah diajak bicara."

Adam mengambil cangkirnya yang kini berisi teh hangat baru. Hanya kali ini wangi tehnya sedikit berbeda.

"Kakak hati-hati, masih panas." Shanti tampak cemas.

Adam meniup sebentar dan menyeruputnya. "Tidak terlalu panas kok. Sedang. Tapi kenapa rasanya agak aneh ya?" Ia mengecap lidahnya. "Ini teh yang sama dengan yang aku pesan tadi, 'kan?"

"Iya, Kak." Namun, wajah Shanti begitu khawatir.

"Jadi sebenarnya kamu ingin membicarakan apa?" Adam kembali ke topik semula.

"Oh." Shanti memperhatikan Adam. "Kakak tau 'kan, gimana keras kepalanya Daddy?"

"Jadi kalian ada masalah apa sebenarnya?" Tiba-tiba Adam mulai merasa kegerahan. Ia melonggarkan dasinya.

"Aku susah bicara dengan Daddy."

"Sudah ... katakan saja masalahnya, jangan muter-muter. Aku bingung." Adam merasa pusing. "Kenapa udara panas sekali." Kali ini ia melepas satu kancing paling atas kemejanya karena tak tahan.

"Kakak gak papa?" Shanti mencondongkan tubuhnya ke depan. Ia memperhatikan Adam.

Adam berusaha berdiri. "Rasanya aku ingin pulang saja. Badanku kurang sehat." Ia hampir jatuh kalau saja Shanti tidak menahannya.

"Kak, bagaimana kalau istirahat saja di sini? Di sini 'kan hotel?" bujuk Shanti.

Adam menatap Shanti. Kepalanya mulai pusing. "Tidak, tunggu. Ini aneh." Ia berusaha berdiri tegak.

Saat itu, di restoran hanya ada sepasang orang bule yang masih muda makan siang di sana. Ia melihat saja Adam yang terlihat seperti orang mabuk.

"Aku tidak pernah begini. Apa kamu memasukkan sesuatu ke dalam minumanku?" Mata Adam menyipit menatap Shanti.

"A-apa maksudnya? A-aku mana berani memasukkan sesuatu ke dalam minuman orang." Shanti menyangkal, tapi ia begitu gugup.

"Awas saja kalau benar! Aku tak segan-segan memasukkanmu ke penjara!" Napas Adam mulai payah. Entah kenapa ia ingin membuka bajunya karena tak tahan.

Shanti tampak ketakutan. Ia melepas Adam. "A-ku ...."

"Aku mau pulang!" Tertatih-tatih Adam melangkah keluar restoran sendirian.

Shanti begitu takut melihat Adam yang tengah marah hingga membiarkan saja sepupunya itu pergi. Ia mana mungkin berani mendekat Adam bila pria itu tengah marah-marah. Apalagi mendengar ancaman Adam. Pria itu sangat menakutkan ketika diliputi amarah.

Adam merasa ada yang aneh dengan dirinya. Kini pikirannya ingin memeluk seseorang. Padahal, pasti Eva tengah kuliah saat ini. Sebelum sampai ke luar, Adam menelepon sopirnya. "Barata, aku ingin pulang!"

"Baik, Pak."

Adam segera masuk ke dalam mobil ketika kendaraan itu datang. Di dalam mobil ia mulai melepas kancing bajunya.

Barata sempat melirik dari kaca spion kecil di atasnya ketika menyetir. "Bapak kenapa? Sakit? Butuh ke rumah sakit?"

"Entahlah, aku bingung. Dibilang sakit, tapi aku tidak merasa sakit. Hanya kepanasan dan hassratku ...."

"Bapak minum sesuatu?"

"Hanya teh. Tehku diganti, tapi kenapa jadi begini?"

"Apa ... obat peranggsang?"

"Apa?" Adam terkejut mendengar ucapan Barata. "Obat peranggsang? Ck, brenggsek!" Giginya dirapatkan menahan hassrat yang mulai susah dikendalikan. "Cepat, antar aku ke rumah!" Ia pun mengambil ponsel dan menelepon seseorang. "Eva, kamu di mana?"

"Aku di rumah. Tadi ada yang ketinggalan. Sekarang mau berangkat lagi ke kampus."

"Eva, jangan ke mana-mana! Tunggu aku pulang!"

Eva terkejut mendengar nada suara suaminya yang tinggi. "Lho, ada apa, Mas?"

"Aku bilang, jangan ke mana-mana!! Tunggu aku di rumah!!"

"Eh, iya, Mas." Eva terlihat khawatir. Ada apa dengan suaminya? Biasanya ia tidak pernah marah-marah di telepon.

Beberapa saat kemudian Adam pulang. Ia dipapah Barata masuk ke dalam rumah. Eva yang melihatnya, langsung mendatanginya. "Mas kenapa?" Ia terkejut.

Adam langsung berpindah pada istrinya. Ia menoleh pada supirnya. "Terima kasih," ucapnya dengan napas tersengal-sengal.

"Mas, apa tidak sebaiknya ke rumah sakit?"

"Tidak, cepat antar aku ke kamar."

"Apa?" Namun, Eva melakukan apa yang diminta suaminya. "Apa Mas mau kupanggilkan dokter?"

"Tidak perlu! Aku hanya butuh kamu."

Melihat suaminya berkeras, Eva mau tak mau mengantarnya menaiki tangga. Setiap langkah sepertinya terasa lama bagi Adam tapi ia merasa inilah saat yang ditunggu-tunggunya selama ini. Mungkin kalau benar seperti kata Barata, ia akan mencobanya pada istrinya, Eva.

Eva membantu suaminya berbaring, tapi setelah menutup pintu, Adam memanggilnya. "Apa?"

Bersambung ....

1
Fariz Alfatih
akak othor, mangaaaatts!!💪🏼💪🏼💪🏼
Nur Adam
lnjut
Fariz Alfatih
lu kalo nggak napas Uda beda alam sama Eva🙄😭😭
Nar Sih
sabarr dan tenang adam ,doa kan smoga eva dan byi nya selamat sgra lhir
Nur Adam
lnjut
Nar Sih
suami posesif eva nih ,tpi sipp lah moga eva dan adam terus bahagia
Mrs.Riozelino Fernandez
biasa aja lagi gandengan Eva, apalagi kamu sedang hamil besar...
Nur Adam
lnjut
Nar Sih
klau gitu ngurus ank sambil kuliah ya eva
Nar Sih
hahaha kasihan ayah mu yg ngk punya ahlak ya eva ,di kejar,,nenek mu ,moga nenek rodiah cpt sembuh
Nur Adam
lnjut
Nur Adam
lnut
Mrs.Riozelino Fernandez
dapat imbang ya pak 😆😆😆😆😆
Mrs.Riozelino Fernandez
lebih bagusnya " tadi ibu sudah makan mbak" karena kan sudah nenek²...
Mrs.Riozelino Fernandez: ma sama kk Thor 🙏
Baby_Miracles: makasih/Good/
total 2 replies
Nar Sih
pasti grgr uang nih eva ayh mu datg ke rmh mu
Nar Sih
wahh...selamat ya eva bntr lgi jdi ibu
Nur Adam
lnjut
Nur Adam
lnjur
Mrs.Riozelino Fernandez
🤣🤣🤣🤣🤣
Nar Sih
biang rusuh udah hadir nih ,moga ayah dan kakak mu ngk berhasil menemui mu ya eva
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!