Apa dasar dalam ikatan seperti kita?
Apa itu cinta? Keterpaksaan?
Kamu punya cinta, katakan.
Aku punya cinta, itu benar.
Nyatanya kita memang saling di rasa itu.
Tapi kebenarannya, ‘saling’ itu adalah sebuah pengorbanan besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episot 2
"Sebenernya lu rencanain apa, sih?!" telisik Kavi dengan nada setengah sengit.
Dia dan Puja kini sudah berada di dalam kamar yang dikatakan Mama Bening sebagai kamar pengantin.
Puja berpikir cepat, lalu tersenyum. "Aku cuma mau deket sama suami aku, itu aja," jawabnya seringan angin. Dengan tanpa beban bergerak santai melewati Kavi untuk menghampiri sebuah kursi rias yang kemudian didudukinya.
Kavi mengetatkan rahang, tidak suka jawaban Puja, lebih tepatnya pada nada yang ringan itu. Tubuhnya berputar menghadap wanita yang telah sah jadi istrinya baru dua jam lalu. Terlihat saat ini Puja tengah sibuk membersihkan sisa riasan di wajahnya dengan sehelai tissue.
"Puja atau masih lebih pantes gua sebut ... Baskom Cucian!" Kavi masih ingat julukan itu sepuluh tahun lalu, julukan yang dia berikan saat mereka masih sama-sama berseragam sekolah menengah. Keduanya berada di sekolah yang sama, Kavi adalah kakak kelas Puja di SMA bergengsi di ibukota.
Ada masalah pribadi yang membuat Kavi sangat membenci Puja saat itu. Walau sudah berlalu lama sekali, dia masih saja tak bisa melupakannya.
“Selain muka yang berubah can---”
Et! Salah!
Langsung Kavi meralat, “Sedikit bagusan maksud gua, selebihnya dalam diri lu itu masih sama, sama menyebalkan kayak sepuluh tahun lalu.”
Dari cermin, Puja melihat tatapan sinis lelaki itu, sangat kelam, tapi ...
"Aku nggak peduli!" tukasnya seraya berdiri, lalu tanpa takut dia kembali mendekati pria yang telah sah jadi bagian dari hidupnya. Wajahnya yang lebih rendah dari wajah Kavi naik mendongak, menyapu tatap setiap detail paras itu berbalut senyum.
“Yang terpenting bagi aku ...." Sejenak menggantung kalimat, sementara jarinya yang lentik tergerak nakal melakukan usapan halus di dada Kavi yang masih tertutup rapi dengan atribut. "Saat ini kamu itu suamiku, Kavi Manggala."
Cukup mengejutkan sampai membuat Kavi sulit berkata selama beberapa detik. Dia tak menyangka si 'Baskom Cucian' bisa melakukan hal yang dalam ingatan, rasanya cukup mustahil.
Tapi Puja yang sekarang jelas jauh berbeda!
"Lepas!" Jari jemari Puja ditepis cepat dari dadanya. "Dengerin gua, Baskom!" Posisi diubahnya, memajukan wajah lebih dekat ke wajah Puja hingga hanya tersisa setengah jengkal. "Apa pun tujuan lu nerima pernikahan ini, gua nggak peduli. Lu gak akan dapetin apa pun dari gua, dari pernikahan ini. Selamanya di mata gua, lu tetep baskom! Baskom cucian segede gaban!” Sesaat memberi tatapan sengit dipulas senyuman sinis, Kavi melenggang pergi dengan langkah-langkah lebar meninggalkan ruangan itu.
Pintu tertutup membanting dari luar menghasilkan suara keras.
Puja menatap itu dengan senyuman miring.
“Satu tahun! Kontraknya cuma satu tahun! Tolong sabarlah selama itu, Puja.”
...*****...
"Ngapa muka lu ditekuk? Bukannya ini hari hepi-hepian lu, ya? Kok dateng kemari?" Arjuna atau biasa disapa Jun--sahabat dekat Kavi sejak kuliah, memberondong dari balik bar counter-nya.
“Gara-gara gua kagak dateng, ya?” todong lelaki itu, lumayan pede.
"Diem lu!” hardik Kavi. Tubuhnya sudah terempas di atas kursi jangkung tepat di hadapan Arjuna. "Kasi gua botol minuman yang gede, gua pengin mabok."
Jun memiringkan kepala dengan mata menyipit tipis, menelisik kelakuan teman karibnya yang terasa mendadak aneh. "Ada apaan, nih? Calon manten lu kabur?"
Merebut pandangan kelam Kavi ke muka lelaki bertubuh tinggi itu. "Tumbenan lu berisik, sih, Jun?!” sarkasnya, lalu melengos. Pusing di kepalanya bertambah kadar. “Udah kayak Mama gua aja.”
Jun menarik tipis sudut bibirnya sembari menelisik ke wajah Kavi. "Oke! Gak lagi-lagi gua nanya,” katanya lantas. Dia mengalah untuk saat ini, berbalik badan untuk mengambil sebotol anggur mahal dari rak counter-nya, membuka tutup, lalu menyodorkannya ke hadapan Kavi.
"Sekalian lu telen juga sama botolnya!” Dia melepas apron dari badannya yang tegap, lalu meletakkan di atas kepala kursi. "Gua ada janji sama Yossi," katanya memberitahu Kavi. Tangannya melambai tangan pada seorang lelaki yang tengah meracik cocktail di sebelah kanan. "Layanin dia yang baek, Den. Kalo kelemer gegara mabok beneran, sirem aja pake aer kencing lu!”
Lelaki itu namanya Denta, pegawai di sana, mengangguki ucapan Arjuna sembari menahan tawa.
“Iya kagak, Den?” ulang Arjuna.
“Siap, Boss!" tanggap Denta sambil mengacung jempol ke depan wajah.
Arjuna memang pemilik tempat usaha ini. Boss muda dan ganteng asal Jawa separuh Turki.
"Lu mau kemana, Kompeni?!" Kavi bertanya keras. "Gua kemari ngapa lu malah cabut?!"
Jun sudah keluar dari counter dan berdiri di samping Kavi.
"Gua 'kan udah bilang tadi. Gua mau ketemu Yossi," ulangnya, lalu merundukkan kepala untuk berbisik di telinga Kavi. "Bre, ini hari nikahan lu, kan? Harusnya lu seneng-seneng sama bini yang setengah mati kagak mau lu tunjukkin di depan gua itu. Saking apa coba kelakuan lu itu?“ Tubuh kembali ditegakkan, tersenyum bersirat olokan. "Entah tu cewek beneran mirip banget sama baskom ... atau sebaliknya ... saking cakep bener, lu jadi gak rela berbagi pemandangan bening ama gua?"
Wajah yang menyebalkan itu mendapat pelototan ekstra dari Kavi Manggala. “Cabut aja lu sono! Gak guna amat jadi temen!”
Arjuna terkekeh, menular juga pada Denta yang kini berganti sibuk mengelap gelas.
“Keparat emang lu semua!”
Botol minuman diraih Kavi dalam genggaman, tanpa menuang ke dalam gelas dia meneguknya banyak, sampai jakunnya naik dan turun.
“Wah, beneran pengin mabok ni anak.” Jun geleng-geleng kepala, rada tak paham.
“Pergi gak lu!” sentak Kavi sembari mendorong pinggang Arjuna.
“Oke.” Satu tepukan di pundak Kavi mengakhiri perkataannya, Jun berlalu pergi. Tidak ada empati, dia tidak paham apa masalah si keparat itu, jadi 'tak perlu repot terlibat kegilaannya.
Kavi menatap kesal punggung sahabatnya sampai menghilang dari pandangan. "Sialan!”
jadi lupakan obsesi cintamu puja..
ada jim dan jun, walaupun mereka belum teruji, jim karena kedekatan kerja.. jun terkesan memancing di air keruh..