"Berhenti gemetar Ana.. Aku bahkan belum menyentuhmu." Nada suara itu pelan, rendah, dan berbahaya membuat jantung Ana berdebar tak karuan. Pertemuan mereka seharusnya biasa saja, tapi karena seorang bocah kecil bernama Milo semuanya menjadi berubah drastis. Daniel Alvaro, pria misterius yang membuat jantung ana berdebar di tengah kerasnya hidup miliknya. Semakin Ana ingin menjauh, semakin Daniel menariknya masuk.Antara kehangatan Milo, sentuhan Daniel yang mengguncang, dan misteri yang terus menghantui, Ana sadar bahwa mungkin kedatangannya dalam hidup Daniel dan Milo bukanlah kebetulan,melainkan takdir yang sejak awal sudah direncanakan seseorang.
Bagaimana jadinya jika Ana ternyata mempunyai hubungan Darah dengan Milo?
apa yang akan terjadi jika yang sebenarnya Daniel dan Ana seseorang yang terikat janji suci pernikahan di masa lalu?
Siapa sebenarnya ibu dari Milo? apa hubungannya dengan Ana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepedulian?
Blamm... pintu tertutup dengan keras. membuat Ana dan Milo terlonjak kaget, sedangkan Daniel hanya diam memandang lintu itu dengan mata dingin.
"Ayah aku tidak suka dengan tante Lara. kenapa tidak ayah pecat saja dan kita cari lagi bodyguard laki-laki. " ujar Milo dengan kesal, bibirnya mengerucut seperti Bebek.
"Tidak bisa Milo. Dia asisten ayah, kepercayaan ayah. "
"Dkk lihatlah sikapnya ayah. buruk sekali. " Milo masih saja menjelek-jelekan Lara, mengungkapkan kekesalannya selama ini.
"dia memang seperti itu sayang, tapi hatinya baik. buktinya dia tidak pernah berbuat jahat pada kita." Daniel mencoba menenangkan Milo. ia tahu sikap Lara memang arogan, karena dia berasal dari keluarga terpandang. ayahnya adalah politikus terkenal juga mendalami bisnis bawah yang memang di takuti banyak orang selain itu ibunya juga seorang dosen di sebuah universitas ternama. Ia mendapat banyak sekali keuntungan dengan mempekerjakannya di bawah dirinya, meskipun ia juga tidak begitu menyukai sifatnya.
"Baik dari hongkong. " Milo memberengut kesal ia beranjak dari posisi duduknya dan menaiki ranjang tempat Ana bersandar. untuk sesaat keheningan kembali memenuhi ruangan.
Suara AC berdesir pelan. Aroma lily putih dari bunga pemberian Lara samar tercium… tapi tak mampu menenangkan hati siapa pun yang ada di ruangan itu.
Milo duduk di samping Ana, memegang tangannya seolah takut ia menghilang dari pandangannya.
Daniel berdiri beberapa detik, memijit pelipisnya yang berdenyut. Jelas ia kesal pada Lara dan bingung oleh sikapnya sendiri.
Kemudian perlahan ia menarik kursi, duduk kembali di sisi ranjang Ana.
“Ana,” panggilnya pelan.
Ana menoleh ragu, tubuhnya masih lemah dan pucat.
“Aku… ingin tahu sedikit tentang kamu.”
Nada suaranya tidak memaksa, tapi ada kekuatan dalam tiap katanya membuat siapa saja merasakan ketakutan.
Ana menelan ludahnya dengan kasar, menatap Daniel dengan ragu.
“M-mengapa… Tuan ingin tahu tentang saya?”
Daniel menyandarkan siku ke lutut, menautkan kedua tangannya.
“karena dokter bilang kamu sering melewatkan makan juga kekurangan nutrisi yang parah, Karena kamu jatuh pingsan. Karena kamu tinggal sendirian? .”
Tatapannya melembut, namun tetap intens.
“Aku hanya ingin memastikan kamu aman.”
Ana menunduk, jemarinya meremas selimut dengan kuat
“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Saya… hanya kurang tidur Tuan.”
“Kamu bilang begitu karena kamu tidak biasa cerita pada orang lain.”
Kalimat Daniel terdengar seperti seseorang yang sedang menilai… dan mengenali dirinya.
“Aku tidak akan memaksa. Aku hanya bertanya. Jawablah sebisamu.”
Ana diam lama.
Lama sekali.
Milo ikut menatapnya, matanya besar penuh empati.
Ana menatap dua lelaki yang berbeda usia itu
Akhirnya dengan ragu Ana membuka suara, dengan lirih.
“Aku… tinggal sendirian di sebuah kontrakan kecil, tidak jauh dari gang sempit tempat aku menemukan Milo. Sudah beberapa tahun.”
Daniel mengangguk pelan. “Orang tua?”
Ana menggigit bibir. Suaranya bergetar. matanya mulai mengeluarkan cairan bening.
“Mereka… meninggal saat aku masih menginjak bangku SMP.”
Milo langsung memeluk lengannya, tatapan polos dan manis itu menatap Ana dengan rasa iba.
“Maaf, Ana…”
Ana membelai kepala Milo dengan lemah, tersenyum tipis.
“Tidak apa-apa.”
Daniel memperhatikan interaksi itu, dan ada sesuatu di hatinya yang menghangat tanpa ia sadari.
“Siapa yang membiayai sekolahmu?”
Nada Daniel kini lebih rendah, seolah takut menyakiti gadis rapuh dihadapannya.
“Beasiswa. Aku bekerja sepulang sekolah untuk bayar makan dan kontrakan.”
Daniel mengerutkan dahi dalam, ia marah pada dunia, bukan pada Ana, kenapa dunia ini tidak adil pada gadis secantik dan sebaik Ana. tunggu cantik? Daniel menggelengkan kepalanya pelan, kenapa ia memuji gadis ini.
“Di mana kamu bekerja?”
Meski sebenarnya ia sudah bisa menebak.
Ana menunduk lebih dalam.
“Di kafe dekat sekolah… tapi aku… sudah dipecat kemarin.”
Daniel sedikit membeku.
Mata gelapnya menyipit, terasa dingin lebih dari dinginnya AC
"kenapa? "
"Ada sebuah insiden kecil. " Ana tersenyum tipis mengingat perlakuan Sherin tempo hari.
“Karena ulah siapa?”
Suaranya berubah. Tidak lembut lagi tapi Seperti bara yang siap menyala.
Ana menggeleng cepat, takut.
“Bukan salah siapa-siapa… hanya sebuah kesalahan kecil. Aku yang ceroboh.”
“Kamu berbohong.”
Nada Daniel penuh kepastian entah mengapa ia ragu dengan apa yang di. bicarakan Ana.
Ana menelan ludah, jelas saja ia ketakutan dengan pria dewasa di hadapannya.
“Saya… saya tidak ingin ada masalah…”
Daniel mendekat, menatapnya langsung mata coklat gelapnya terasa menghipnotis Ana
“Aku tidak meminta kamu membuat masalah.”
Daniel mencondongkan tubuh sedikit.
“Aku hanya ingin tahu siapa yang merusak hidupmu.”
Ana tercekat.
Milo memandang ayahnya, lalu Ana, seperti anak kecil yang ikut merasakan ketegangan di antara orang dewasa.
Ruang kamar seakan mengecil membuat udara di dalamnya menjadi sesak.
Ana menggigit bibirnya, matanya berkaca-kaca.
“Sherin…” bisiknya akhirnya.
“Dia… sengaja menumpahkan makanan. Lalu berkata aku ceroboh dan berniat balas dendam padanya.”
Daniel menutup mata sejenak, rahangnya mengeras amarahnya terasa ingin meledak begitu saja , tapi ia berusaha menahan bara itu.
“Baik.”
Satu kata itu… dingin, tapi berbahaya.
Ana merasa ngeri tanpa tahu alasannya kenapa.
Daniel membuka mata, tatapannya tajam namun penuh ketegasan yang menggetarkan.
“Mulai hari ini, kamu tidak akan bekerja di tempat-tempat murahan yang membuat hidupmu hancur.”
Ia berdiri pelan.
“Kamu tinggal di sini sampai sehat. Dan setelah itu…”
Ia berhenti sejenak, menatap Ana dari atas ke bawah.
“…aku yang akan menentukan pekerjaan yang layak untukmu.”
Ana membelalak.
“Tuan… tidak perlu—”
“Kamu menyelamatkan anakku.”
Nada Daniel berubah dalam dan berat.
“Sekarang giliranku membantu kamu.”
Ana terdiam.
Begitu banyak yang ingin ia bantah, tapi tubuhnya terlalu lemah, dan hatinya terlalu campur aduk untuk melawan.
Milo tersenyum cerah.
“Ana tinggal sama kita! Yeay!”
"tenang saja Ana aku pasti akan selalu menjagamu srperti halnya ibuku. "
Ana hanya bisa menunduk, bingung, takut, tapi juga…perasaan hangat dan bahagia menelusup ke dalam hatinya.
Sementara itu, tanpa mereka sadari…
Bayangan di balik pintu kembali bergerak.
Lara masihdiam di sana mengintip.
Matanya kini bukan hanya cemburu tapi marah.
Sangat marah.