NovelToon NovelToon
Senyum Tiramisu

Senyum Tiramisu

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Keluarga / CEO / Penyesalan Suami / Psikopat itu cintaku / Cintapertama
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: blcak areng

Satu tahun penuh kebahagiaan adalah janji yang ditepati oleh pernikahan Anita dan Aidan. Rumah tangga mereka sehangat aroma tiramisu di toko kue milik Anita; manis, lembut, dan sempurna. Terlebih lagi, Anita berhasil merebut hati Kevin, putra tunggal Aidan, menjadikannya ibu sambung yang dicintai.

​Namun, dunia mereka runtuh saat Kevin, 5 tahun, tewas seketika setelah menyeberang jalan.
​Musibah itu merenggut segalanya.

​Aidan, yang hancur karena kehilangan sisa peninggalan dari mendiang istri pertamanya, menunjuk Anita sebagai target kebencian. Suami yang dulu mencintai kini menjadi pelaku kekerasan. Pukulan fisik dan mental ia terima hampir setiap hari, tetapi luka yang paling dalam adalah ketika Anita harus berpura-pura baik-baik saja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blcak areng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Panggilan Telepon Formal

​​Pagi hari di rumah duka terasa berat dan dingin. Anita tidak tidur semalaman. Ia duduk di samping peti mati, matanya bengkak dan merah, tetapi kering. Di seberang ruangan, Aidan sudah berpakaian rapi, sibuk dengan ponselnya.

​Tiba-tiba, ponsel Anita bergetar. Sebuah nama muncul di layar: Mama Mertua.

​Anita menarik napas, bersiap untuk sandiwara baru. Ia menjawab telepon itu, suaranya parau.

​"Halo, Ma..."

​"Anita, Nak! Ya Tuhan, Mama baru dengar kabar pagi ini. Mama turut berdukacita sedalam-dalamnya, ya, Sayang," ujar Mama Aidan dengan nada formal yang kaku, tetapi tetap terdengar sopan. "Mama dan Papa tidak bisa menyusul ke kampungmu sekarang. Ada pertemuan penting yang tidak bisa ditinggalkan di Jakarta. Tapi, Mama sudah minta Aidan untuk mengurus semuanya."

​Anita sama sekali tidak terkejut. Ibu mertuanya memang tidak pernah menunjukkan kehangatan. Kehadiran mereka justru akan menambah beban sandiwara.

​"Tidak apa-apa, Ma," jawab Anita pelan. "Terima kasih banyak atas perhatiannya. Aidan sudah banyak membantu. Semuanya sudah diurus."

​"Bagus kalau begitu. Mama lega Aidan bisa diandalkan. Ya sudah, kamu jaga kesehatan, ya. Jangan sampai sakit. Pulang cepat ke Jakarta. Mama tunggu di rumah," tutup Mama Aidan.

​Setelah telepon terputus, Anita mematikan ponselnya. Ia tidak lagi mengharapkan simpati dari keluarga suaminya. Mereka hanya melihatnya sebagai istri yang berfungsi, istri yang kini harus bertanggung jawab atas utangnya sendiri.

​Pemakaman akan dilakukan menjelang siang. Sebelum kedua jenazah dibawa ke peristirahatan terakhir mereka, Anita merasa ada satu hal penting yang harus ia selesaikan: memastikan orang tuanya tidak meninggalkan utang kepada siapa pun.

​Meskipun Bapak dan Ibunya hidup sederhana, Anita tahu sifat mereka yang sangat menjaga harga diri. Ia tidak ingin, setelah kepergian mereka, ada tetangga atau kerabat yang datang menagih utang.

​Anita menghampiri Pak RT setempat, kerabat yang paling dihormati di desa, yang selama ini banyak membantu mengurus jenazah.

​"Pak RT," bisik Anita, menunduk sopan. "Maaf mengganggu di saat seperti ini. Tapi... sebelum Bapak dan Ibu saya dimakamkan, saya ingin memastikan. Apakah Bapak dan Ibu saya memiliki utang, baik itu ke kas desa, ke tetangga, atau ke kerabat?"

​Pak RT menatap Anita dengan mata penuh kasih. "Nak Anita, Bapak dan Ibumu itu orang yang sangat lurus. Mereka lebih suka tidak makan daripada harus berutang. Tidak ada satu pun. Mereka hanya pernah berutang budi kepada Tuhan dan anak tunggalnya yang berbakti sepertimu, Nak."

​Air mata Anita kembali menetes, tetapi kali ini, air mata lega bercampur kesedihan. Orang tuanya pergi tanpa meninggalkan beban. Beban satu-satunya kini berada di pundaknya sendiri, beban utang 60 juta kepada Aidan, dan beban untuk tetap hidup demi orang tuanya yang kini tiada.

​Aidan, yang dari tadi mengawasi, kini mendekat. Ia ingin memastikan Anita tidak membicarakan hal-hal yang tidak penting—seperti utang—yang bisa mencoreng citra suami yang menopang yang sedang ia bangun.

​"Ada masalah, Sayang?" tanya Aidan dengan nada yang sengaja dilembutkan untuk publik, sambil menyentuh punggung Anita.

​"Tidak ada, Mas," jawab Anita pelan. "Hanya memastikan semuanya bersih. Bapak dan Ibu tidak meninggalkan beban utang kepada siapa pun. Aku akan menjamin semua biaya pemakaman ini."

​Aidan tersenyum puas. "Tentu saja. Semua sudah aku siapkan. Kamu jangan khawatir soal uang. Fokuslah pada dirimu."

​Kalimat 'jangan khawatir soal uang' dari Aidan adalah ironi paling kejam. Anita tahu, ia hanya tidak perlu khawatir sekarang, karena semua uang itu sudah ia jaminkan ppadanya

​Proses pemakaman berjalan lancar, didampingi tangis haru warga desa. Anita berdiri di samping liang lahat, menyaksikan tanah merah menutupi dua peti mati yang membawa semua kenangan masa kecilnya.

​Aidan berdiri di belakangnya. Ia memberikan pidato singkat yang sempurna, memuji almarhum dan menjanjikan bahwa ia akan menjaga Anita dengan baik. Sandiwara itu disajikan dengan gemilang.

​Ketika semua selesai, Anita merasakan kelemahan fisik yang parah. Ia sudah berdiri terlalu lama. Luka operasinya terasa membengkak.

​Di pemakaman itu, di hadapan makam kedua orang tuanya, Anita mengambil keputusan terpenting. Ia tidak punya siapapun, tidak punya tempat kembali, dan kini ia harus menanggung utang yang begitu besar.

​[Aku akan hidup, Mas Aidan. Aku akan melunasi utangku. Tapi setelah itu lunas, aku akan pergi. Aku tidak tahu apakah aku masih bisa hidup dan melunasi semua hutang ku tapi aku harap sebelum aku mati aku bisa melunasi hutangku dan mempersiapkan kematianku.]

​Tekadnya kini berbalik dari sekadar bertahan menjadi upaya untuk membalas. Ia akan menggunakan utang ini sebagai motivasi, dan toko kuenya sebagai senjata.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!