menceritakan tentang seorang gadis mantan penari ballet yang mencari tahu penyebab kematian sang sahabat soo young artis papan atas korea selatan. Hingga suatu ketika ia malah terjebak rumor kencan dengan idol ternama. bagaimana kisah mereka, yukkk langsung baca saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon venn075, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Setelah perjalanan panjang, akhirnya pesawat mereka mendarat di bandara internasional di Amerika. Cassi merasa sedikit lebih tenang meski masih kelelahan, tubuhnya terasa berat dan pusing karena kurang tidur selama perjalanan. Tapi setidaknya, teror yang mengintai dirinya kini jauh di belakang.
Begitu mereka keluar dari bandara, Jihoon mengajak Cassi untuk langsung menuju rumah ibunya, Eleanor Declan. "Ibu pasti senang bisa bertemu denganmu, Cassi. Dia sudah lama menantikan kedatanganmu," ujar Jihoon dengan senyum yang tenang, berusaha mengurangi kecemasan yang masih ada pada Cassi.
Rumah Eleanor yang megah dan elegan terletak di pinggir kota, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan di kota besar. Begitu sampai di depan rumah, Cassi merasa sedikit gugup. Ia tahu ini adalah momen penting—pertemuan pertama dengan keluarga Jihoon. Di dalam dirinya ada perasaan campur aduk, antara canggung dan lega karena akhirnya mereka berada di tempat yang lebih aman.
Ketika mereka masuk ke dalam rumah, pintu terbuka dengan cepat, dan seorang wanita dengan senyum ramah menyambut mereka. Itu adalah Eleanor Declan, ibu Jihoon. Dengan rambut coklat tergerai rapi dan gaya berpakaian yang sederhana namun anggun, ia langsung mendekat kepada Jihoon dan memeluknya dengan penuh kasih sayang.
"Jihoon, kamu akhirnya datang! Aku sudah sangat merindukanmu," kata Eleanor dengan suara lembut, sebelum beralih menatap Cassi.
Cassi merasa sedikit canggung saat mata Eleanor bertemu dengan matanya. Ia tahu dirinya masih belum mengenal ibu Jihoon, dan segala perhatian yang tertuju padanya membuatnya merasa gugup. Namun, senyum Eleanor yang begitu hangat berhasil menenangkan sedikit kecemasannya.
"Ah, ini pasti Cassi, kan?" tanya Eleanor dengan penuh perhatian.
Cassi mengangguk pelan, sedikit tersipu. "Iya, Ibu."
Tanpa menunggu lama, Eleanor langsung melangkah maju dan memberikan pelukan lembut pada Cassi. "Selamat datang di rumah kami. Jihoon bercerita banyak tentangmu, dan aku sangat senang bisa bertemu langsung."
Cassi merasa terkejut sejenak, tidak terbiasa dengan kehangatan yang begitu langsung. Namun, pelukan Eleanor terasa begitu tulus dan tidak memaksakan. Seiring pelukan itu, rasa canggung di hati Cassi mulai sedikit berkurang. “Terima kasih... Ibu,” jawab Cassi dengan suara lembut, meskipun ia sedikit terkejut dengan sambutan yang begitu hangat.
Setelah pelukan itu, Eleanor tersenyum lebar. "Tidak perlu terkejut, sayang. Di sini, kamu akan merasa nyaman. Rumah ini adalah rumah kedua bagi Jihoon dan juga untukmu."
Meskipun Cassi masih merasa sedikit canggung, ada sesuatu yang hangat dalam kata-kata Eleanor. Rasa khawatir dan kecemasan yang sempat menguasainya mulai perlahan menghilang.
Suasana di rumah Eleanor terasa sangat berbeda dari yang Cassi bayangkan sebelumnya. Tidak ada tekanan atau kesan formal. Bahkan saat mereka duduk bersama di ruang tamu, percakapan berlangsung ringan dan santai. Eleanor bercerita tentang masa kecil Jihoon yang penuh kenangan manis, dan itu membuat Cassi merasa sedikit lebih dekat dengan keluarga Jihoon, meskipun semuanya masih terasa baru baginya.
Eleanor memperkenalkan berbagai hidangan yang disiapkan untuk makan malam, dan meskipun Cassi merasa sedikit kikuk, ia mencoba untuk bersikap santai. Ibu Jihoon sepertinya memahami betul bahwa pertemuan pertama ini mungkin sedikit canggung, dan ia tidak memaksakan apapun.
"Ini adalah salah satu hidangan favorit Jihoon waktu kecil," kata Eleanor, menyajikan hidangan lezat di atas meja. "Aku harap kamu suka."
Cassi tersenyum, berusaha mengurangi kegugupannya. "Saya pasti akan mencoba, Ibu."
Makan malam itu berlangsung dengan nyaman. Tawa ringan terdengar dari Jihoon dan ibunya, dan Cassi akhirnya mulai merasa lebih santai. Meskipun awalnya ia merasa asing, lambat laun ia bisa merasakan kehangatan keluarga yang mereka tawarkan. Keduanya, ibu dan anak, tampaknya begitu perhatian pada dirinya tanpa membuatnya merasa tertekan.
Seiring berjalannya waktu, Cassi mulai berbicara lebih banyak, melibatkan diri dalam percakapan, meskipun masih ada rasa canggung yang kadang datang. Namun, saat ia melihat Jihoon dan ibunya yang saling berbagi cerita dengan begitu mudah, ia merasa diterima dengan baik.
Setelah makan malam, Eleanor dengan lembut mengantar mereka ke kamar yang telah disiapkan. "Ini kamar untuk kalian berdua, Cassi. Kamu pasti merasa lebih nyaman setelah beristirahat," kata Eleanor sambil tersenyum.
Cassi merasa sedikit lebih lega, meskipun masih ada banyak hal yang baru baginya. "Terima kasih banyak, Ibu," ujarnya dengan suara yang lebih yakin.
Jihoon, yang ada di sampingnya, tersenyum. "Kamu sudah mulai nyaman, kan?" tanyanya dengan suara lembut, memandang Cassi yang mulai tampak lebih tenang.
Cassi mengangguk pelan, merasa sedikit lebih lega setelah malam yang penuh kehangatan itu. "Iya... Ibu sangat baik. Aku merasa diterima di sini."
Jihoon meraih tangan Cassi dan menggenggamnya dengan lembut. "Kamu tidak perlu khawatir, Cassi. Di sini, kamu tidak akan merasa sendirian."
Cassi tersenyum tipis, merasa hatinya sedikit lebih ringan. Ia tahu, meskipun pertemuan ini dimulai dengan rasa canggung, ia mulai merasa diterima dengan penuh kasih sayang—dari Jihoon, dan sekarang, dari kedua orang tuanya. Perlahan-lahan, ia bisa menyesuaikan diri di tempat baru ini, dengan harapan akan hari-hari yang lebih baik di masa depan.
---
Di sebuah ruangan yang remang-remang, pria itu duduk di depan layar komputer dengan mata yang tajam dan penuh amarah. Suara ketikan jari-jarinya yang cepat dan terarah mengisi keheningan ruangan yang sunyi. Di tangannya, sebatang rokok sudah hampir habis, dengan asapnya yang perlahan mengalir ke udara, seakan menyatu dengan ketegangan yang terasa di dalam dirinya.
Dia baru saja menerima sebuah pesan singkat yang menghebohkan. Cassi, pewaris Seaggel Group, dan Jihoon, idol K-pop yang sedang naik daun, telah berangkat ke Amerika. Berita itu tersebar cepat, dan meskipun dia hanya mendengar rumor sebelumnya, kali ini semuanya tampak pasti. Mereka pergi bersama, jauh dari rumah, jauh dari masalah yang harus diselesaikan.
Pria itu mengerutkan kening, jari-jarinya berhenti mengetik sejenak. Wajahnya berubah tegang. Keberangkatan mereka ke luar negeri bukan hanya sekedar perjalanan biasa. Ada hal yang jauh lebih besar yang sedang dipertaruhkan, dan dia tak akan membiarkan itu begitu saja.
"Terlalu cepat," desisnya dalam hati, menatap layar dengan tatapan penuh kebencian. "Langkah yang mereka ambil tidak terprediksi."
Dengan gerakan yang cepat, pria itu berdiri dan berjalan menuju jendela besar di ruang kerjanya. Di luar, malam sudah semakin larut. Kota yang gemerlap tampak seperti dunia yang jauh dari tempatnya berada. Namun, pikirannya tetap terpaku pada dua orang yang kini berada di luar jangkauan tangannya—Cassi dan Jihoon.
"Ini belum selesai," katanya pada dirinya sendiri dengan suara serak dan tegas. "Kalian pikir bisa kabur begitu saja? Tidak, kalian akan segera tahu apa yang akan terjadi."
Dengan kekuatan yang luar biasa, pria itu meraih telepon di atas meja dan mengetik pesan singkat. "Saya tahu keberangkatan mereka ke Amerika. Segera ambil tindakan."
Teleponnya berbunyi sesaat setelah pesan terkirim, dan di layar muncul nomor yang tak dikenal. Dia tersenyum sinis. "Waktu mereka di Amerika akan menjadi waktu yang sangat singkat."
Kemarahan yang menggebu-gebu membuatnya merasa lebih dekat dengan tujuannya. Keberangkatan Cassi dan Jihoon adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang akan mengguncang keduanya, dan dia tahu persis bagaimana caranya.
"Aku akan pastikan kalian tidak bisa bersembunyi di sana," ujar pria itu dengan nada rendah yang penuh ancaman, lalu menutup teleponnya dengan keras.
Tangan pria itu terangkat dan meremas jari-jarinya dengan penuh tekanan, seakan menggenggam seluruh dunia yang berputar di luar sana. Keduanya, Jihoon dan Cassi, tidak akan bisa bersembunyi darinya. Dan segera, dia akan menuntut balas.