"Mulai sekarang gue yang jadi tutor lo sampai ujian kenaikan kelas."
Awalnya Jiwangga hanya butuh Keisha sebagai tutornya, itupun dia tidak sudi berdekatan dengan anak ambis seperti Keisha.
Sayang seribu sayang, bukannya menjauh, Jiwangga malah dijodohkan dengan Keisha.
Lantas bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mashimeow, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan Tak Dikenal
Suara petikan gitar yang mengalunkan nada begitu merdu bergema di seluruh ruangan. Diiringi oleh nyanyian dari seseorang melantunkan syair-syair cinta dalam sebuah lirik lagu. Suasana yang semula hening kini perlahan ramai karena ada kehadiran manusia lain di dalamnya. Beberapa pemuda masuk ke dalam Warung Pojok dengan pakaian berantakan.
Siapa lagi kalau bukan anak-anak Chaos Brotherhood. Mereka menjadikan warung itu sebagai basecamp nongkrong kalau sedang bolos atau malas datang ke sekolah. Pemilik warung sudah dianggap sahabat kental saking dekatnya. Bahkan mereka sudah sering jajan di Warung Pojok dari Masa Orientasi Sekolah dulu.
“Ganti lagu yang lain napa Jiw, galau amat dah perasaan,” celetuk River dari pintu masuk.
Iya, suara merdu yang sedari tadi mengisi kekosongan dalam ruang hampa itu adalah milik Jiwangga Abram. Pemuda itu menoleh sekilas namun enggan pula mengganti lagu yang tengah dipetik. “Wani piro,” balas Jiwangga.
“Ada yang nantang buat balapan nanti malam nih, ambil nggak?” tanya Joshua.
“Kalau ada taruhannya sih gue gas aja.” Lucas berkata sambil membuka kulkas mini di dekat meja kasir.
“Udah lumayan lama juga kita nggak tanding begini ya nggak,” kata Tristan.
“Siapa yang nantangin Jo?” tanya Harvey pada Joshua.
“Tadi sih anak SMA Benedict si Umar dm gue di instagram. Lagaknya sok keras banget kayak mereka bakal menang aja sekali jalan sampai garis finish.” Bukannya Joshua yang menjawab Julian.
“Kalau kalian mau ambil ya ambil aja. Gue skip dulu kali ini. Nyokap sama bokap lagi sering di rumah bikin gue nggak bisa keluar malam seenaknya,” ucap Jiwangga sambil menyimpan kembali gitar di atas pangkuan ke dalam tas pembungkusnya.
“Yah nggak asik banget dong kalau ketua nggak gabung,” celetuk River.
“Bulan kemarin motor gue abis ditahan ya brengsek gara-gara ada yang laporin ke bokap kalau lihat gue keluar dari Reverse subuh-subuh,” tukas Jiwangga sinis.
Notifikasi dari pesan masuk yang beruntun itu menginterupsi obrolan seru mereka. Semua orang seketika refleks memeriksa handphone masing-masing kecuali Jiwangga. Pemuda berkulit sawo matang itu malah berjalan menuju rak camilan untuk mengambil kacang atom. Handphonenya ditinggal begitu saja di atas meja.
Bukannya berhenti, pesan masuk secara beruntun itu semakin brutal saja. Tidak berhenti sama sekali. Joshua, River, Julian, Harvey, Lucas, dan Tristan sudah memeriksa handphone masing-masing tetapi ternyata pesan itu bukan tertuju untuk mereka. Seketika atensi mereka hanya tertuju pada Jiwangga.
“Jiw, hp lo nih bunyi mulu dari tadi,” kata Julian.
“Biarin aja, paling juga cewek-cewek yang pada minta pulang bareng,” balas acuh Jiwangga.
River iseng mengintip isi pesan dari lockscreen handphone milik Jiwangga sekilas. Ia mengerutkan keningnya heran saat melihat satu nama yang tidak asing. “Sejak kapan lo punya nomernya Keisha?” tanya pemuda itu.
“Keisha? Mana ada gue simpan nomernya. Buat apaan juga,” balas Jiwangga tanpa menoleh. Atensi pemuda itu masih saja terfokus pada banyak jajanan di dalam rak.
“Lah terus ini apaan? 10 pesan dari Keisha semua lagi,” sahut Tristan seraya mengangkat handphone Jiwangga tinggi.
“Apa sih anjing gue nggak punya nomernya Keisha juga,” sentak Jiwangga.
Jiwangga menyambar barang penting miliknya dari tangan Tristan kasar. Sepasang netra setajam mata serigala ini membulat sempurna sebab terkejut. Memang benar ada banyak sekali pesan beruntun dari Si gadis pengganggu itu memenuhi bilah notifikasi layarnya. Jemarinya tak sengaja membuka pesan tersebut untuk melihat pesan apa saja yang masuk.
0877xx: Ini benar nomernya Jiwangga kan?
0877xx: Jangan lupa nanti datang ke kelas 11 IPA 1 buat bimbingan tutor.
0877xx: Gue nggak menerima penolakan pokoknya lo harus datang.
0877xx: Awas kalau lo nggak datang lagi.
0877xx: Tanpa gue sebut nama juga harusnya lo tahu ya pesan ini dari siapa, tapi kalau lo lupa biar gue kasih tahu sekali lagi.
0877xx: Nama gue Keisha Zievanna, orang yang bakal jadi tutor lo sampai ujian kenaikan kelas.
0877xx: Kalau lo pilih buat nggak datang lagi kali ini? Gue nggak bakal diam aja. Gue bisa lakuin apa pun yang gue suka, termasuk bikin salah satu barang kesayangan lo itu sedikit berantakan.
0877xx: Lihat aja besok, apa motor besar lo itu masih bisa berjalan dengan baik atau nggak.
0877xx: Kok dibaca doang sih? Gue tahu lo online loh Jiwangga.
0877xx: Lo takut ya makanya milih buat baca doang dari pada balas pesan gue. Huu ternyata Jiwangga Abram tuh cupu banget.
Jiwangga benar-benar membaca semua tanpa ada niatan untuk membalas pesan dari Keisha. Kalimat-kalimat provokasi di akhir percapakan cukup membuat emosinya sedikit tersulut. Cupu katanya? Belum tahu saja dia siapa Jiwangga Abram yang sebenarnya. Sekali dia berurusan dengan pemuda itu, sampai kapanpun keberadaannya tidak akan pernah dilepaskan.
Ia meremat benda pipih itu dalam genggaman erat demi menyalurkan emosi yang mulai memuncak di kepala. Siapa yang berani memberikan nomernya secara lancang pada orang lain tanpa izin darinya? Jiwangga menatap satu persatu pada teman-temannya dengan tatajam dingin menusuk. Tanpa ragu pemuda itu menarik kasar kerah seragam milik Julian sampai membuat pemuda tampan lainnya menatap tidak senang.
“Lo kan yang ngasih nomer gue Keisha?” tuduh Jiwangga.
Julian mencoba untuk melepaskan cengkraman tangan Jiwangga pada tubuhnya. Ada rasa tidak suka saat ia mendengar tuduhan tak berdasar yang diucapkan oleh ketua Chaos Brotherhood ini. “Atas dasar apa lo nuduh gue bajingan?” balas tanya sarkas Julian tidak terima.
“Gue tahu lo suka ya sama Keisha! Bisa aja kan begitu dia minta langsung lo kasih aja nomer gue tanpa seizin gue!” bentak Jiwangga.
“Ya lo mikir pakai otak lah anjing. Ngapain gue ngasih nomer lo ke dia kalau gue aja nggak dekat sama Keisha. Gue sekedar tertarik aja bukan berarti gue punya perasaan sedalam itu ke dia! Lo jangan asal nuduh dong,” balas umpat Julian. Ia menarik tubuhnya menjauh setelah merasa cengkraman tangan Jiwangga tidak sekencang sebelumnya.
Jiwangga menyisir rambut sehitam arang dengan potongan model undercut itu ke belakang menggunakan jari. Entah setelah perdebatan kecil antara ia dan Julian sedikit membuat hawa di dalam Warung Pojok menjadi kurang nyaman. Kedua pemuda ini sama-sama diam dengan tatapan seperti ini membunuh satu sama lain.
Mereka yang berkonflik tetapi membuat ketar-ketir seluruh anggota Chaos Brotherhood. Pasalnya, Jiwangga dan amarahnya jika sudah meledak itu akan susah sekali dihentikan. Bahkan bisa jadi bencana untuk mereka nantinya. River sadar akan situasi ini langsung merangkul pundak Julian dan Jiwangga bersamaan untuk menenangkan mereka.
“Jangan diambil hati gini lah Bro Jiwa, Bro Julian. Mungkin aja yang kasih nomer lo itu orang iseng aja, Jiw,” lerai River menenagkan.
Jiwangga menepis rangkulan tangan River. “Di antara kalian siapa yang kasih nomer gue ke Keisha? Kalau lo pada jujur sekarang gue bisa kasih keringanan,” tanya Jiwangga.
“Gue nggak,” kata Tristan cepat.
“Ketemu si Keisha aja nggak hari ini, apalagi buat kasih nomer lo ke dia tuh gue nggak seberani itu anjrit,”sahut River.
“Lo tahu gue orangnya gimana kan Jiw? Gue pasti bakal tanya dulu ke orang yang bersangkutan kalau mau bagi sesuatu yang menyangkut ke privasi.” Joshua menimpali ucapan River kemudian.
“Asli bukan gue yang ngasih, Jiw. Demi Tuhan gue berani sumpah,” kata Lucas sambil tangannya membentuk angka dua sebagai isyarat kata ‘peace’.
Jiwangga percaya dengan teman-temannya. Mereka pasti tidak akan mengkhianati kepercayaan yang sudah ia beri selama ini. Dari semua jawaban yang Tristan, Lucas, Joshua, River, dan Julian berikan bisa sedikit melegakan hatinya. Namun, hanya ada satu orang yang belum memberikan suaranya. Pemuda yang tengah ditunggu tanggapannya ini malah asik meneguk minuman bersoda santai.
“Harvey?” tanya Jiwangga.
Harvey menoleh. “Gue nggak sengaja ketemu Keisha tadi di kantin dan nggak nyangka juga kalau dia minta nomer lo ke gue. Gue udah bilang suruh minta langsung aja ke lo tapi dia nolak,” jawab Harvey.
“Terus lo kasih nomernya Jiwa ke dia?” tanya Julian.
“Iya lah. Kasihan gue lihatnya udah kayak mau nangis gitu. Nanti dikira anak-anak gue yang habis bully dia kan mampus. Lagian gue nggak mau kena teror yang sama bareng Jiwangga,” balas pemuda itu tanpa beban.
“BRENGSEK! TEMAN MACAM APAAN SIH LO ARGHHHH!” seru Jiwangga kesal bukan main.
Jiwangga melampiaskan emosinya dengan melayangkan satu pukulan telak di wajah tampan milik Harvey. Cukup kencang sampai membuat sudut bibir pemuda itu terluka dan berdarah. Joshua dan Lucas masih cukup waras untuk langsung melerai dua sahabatnya itu sebelum ada pertumpahan darah lebih parah.
Jiwangga memilih untuk menyambar gitar yang sempat terbungkus rapi itu lalu membawanya pergi menjauh. Dia tidak ingin menyakiti orang lain dengan amarah impulsifnya saat ini. Berdiam diri dan meredam segala amarah dalam kesendirian adalah penyelesaian paling tepat. Pemuda itu kembali memetik gitarnya dan bersenandung lagu-lagu milik Dewa19 di teras Warung Pojok.