NovelToon NovelToon
My Rules Is Villain

My Rules Is Villain

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Iblis / Identitas Tersembunyi / Perperangan / Anime / Summon
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Setsuna Ernesta Kagami

Di dunia yang dikuasai oleh dua bulan.

Araksha dan Luminya.

Sihir dan pedang adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Kedua bulan tersebut mewakili dua kekuatan yang bertentangan, Araksha adalah sumber sihir hitam yang kuat, sedangkan Luminya menjadi sumber sihir putih yang penuh berkah.

Namun, keseimbangan dunia mulai terganggu ketika sebuah gerhana yang belum pernah terjadi sebelumnya mulai terbentuk, yang dikenal sebagai "Gerhana Bulan Kembar".

Saat gerhana ini mendekat, kekuatan sihir dari kedua bulan mulai menyatu dan menciptakan kekacauan. Menyebabkan kehancuran diberbagai kerajaan.

"Aku adalah penguasa, diam dan patuhi ucapanku!"

[NOVEL ORISINIL BY SETSUNA ERNESTA KAGAMI]

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Setsuna Ernesta Kagami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bulan Luminya - VI

Angin malam berhembus pelan di tengah perkemahan yang terletak di lembah sunyi. Di langit, bulan purnama menggantung megah, membasuh bumi dengan cahaya peraknya yang redup namun tenang. Api unggun menyala kecil-kecil di antara tenda-tenda, menyebar kehangatan kepada mereka yang tertidur dalam kelelahan setelah perjalanan panjang dan serangan mendadak malam sebelumnya.

Shion Aurelia Von Rosenberg duduk di atas sebuah batu besar di pinggir api unggun, jubah putihnya melambai perlahan tertiup angin. Matanya tak lepas menatap seorang anak kecil yang kini tertidur memeluk bonekanya, Aria. Wajah gadis itu terlihat damai untuk pertama kalinya sejak tragedi di desanya. Pelindung kecil itu kini berada di bawah penjagaan tangan terkuat Luminara.

Namun Shion tidak tersenyum.

Ia hanya menatap. Dalam diam.

Reiner tertidur bersandar pada batang pohon, dengan napas berat yang menandakan betapa tubuhnya letih. Lucy tidur tengkurap dengan pedangnya tetap digenggam erat, seperti tak ingin lengah walau sekejap. Dan Luna, yang biasanya menjaga ketat malam hari, kali ini duduk bersandar pada pelana kuda, mata terpejam namun tetap waspada di kedalaman bawah sadar.

Semuanya istirahat. Semuanya bergantung pada sang Komandan.

Shion berdiri.

Tanpa suara, tanpa jejak. Ia melangkah meninggalkan perkemahan dan memasuki hutan. Pepohonan tinggi menghalangi sebagian cahaya bulan, menyisakan pantulan cahaya keperakan di sela-sela ranting. Suara dedaunan yang terinjak menjadi satu-satunya saksi bahwa seorang Saint Knight tengah berjalan dalam kesunyian.

Tak lama, Shion sampai di sebuah sungai kecil. Airnya jernih, memantulkan cahaya bulan seperti cermin alam yang tak ternoda.

Ia menunduk. Berjongkok di tepian, dan menatap pantulan wajahnya di permukaan air.

Rambut peraknya tergerai, membingkai wajah yang tenang… namun kosong.

Di sana, di dalam pantulan air itu, bukan hanya wajahnya yang tampak. Tapi juga… beban.

Shion meraih air dengan kedua tangannya, membasuh wajahnya perlahan. Seolah ingin membersihkan sesuatu yang tak terlihat oleh mata. Bukan debu. Bukan darah. Tapi… dosa.

Ia terdiam lama. Tangannya masih gemetar ringan.

"Berapa banyak lagi yang harus aku lindungi… untuk menebus satu kesalahan itu?" gumamnya pelan, hampir seperti doa yang tak ingin terdengar.

Araksha.

Nama itu menghantui pikirannya seperti bayangan yang tak bisa dibuang.

Raja Kegelapan yang pernah terkubur selama ratusan tahun… dibangkitkan oleh sebuah kesalahan. Kesalahan fatal. Yang dilakukan olehnya sendiri.

Bukan karena kebodohan. Tapi karena rasa percaya.

"Aku... pernah percaya padanya."

Shion memejamkan mata. Ingatan itu masih tajam. Kilatan cahaya, jeritan, pengkhianatan… dan akhirnya, kehancuran.

Ia tak bisa melupakan. Dan tak bisa mengampuni dirinya sendiri.

Seorang kesatria suci yang pernah menyentuh kegelapan.

Kini, ia menjadi pelindung terakhir bagi mereka yang lemah. Seakan ingin membayar kesalahan itu dengan seluruh hidupnya. Namun seberapa banyak darah yang harus ia tumpahkan? Seberapa banyak musuh yang harus ia kalahkan… agar ia merasa cukup?

"Tidak pernah cukup…" bisiknya. "Karena yang hilang… tidak akan kembali."

Sungai mengalir tenang, seolah turut mendengarkan kesedihannya.

Rambut peraknya yang panjang tergerai lembut, diterpa angin malam, menciptakan kesan suci dan rapuh pada sosok yang sejatinya mampu menghancurkan pasukan dalam sekejap. Tangan kirinya menyentuh permukaan air, sedangkan matanya memandangi bayangan dirinya sendiri, seolah mencari jawaban dari refleksi yang tak pernah bicara.

Namun, bayangan itu berubah. Air bergelombang, dan tiba-tiba—

"Sudah lama tidak bertemu, Shion."

Suara itu memecah kesunyian seperti guruh di musim dingin.

Shion terperanjat, cepat berdiri dan menoleh. Di seberangnya, di atas akar pohon tua, berdiri sosok berjubah hitam dengan aura gelap yang tak mungkin disalahartikan.

Adalah.. Jellal Astraus.

Matanya yang pekat seperti malam memandangi Shion tanpa amarah, namun juga tanpa belas kasih. Hanya ada penilaian. Seperti observasi.

"Kau…" ucap Shion pelan, tangannya menyentuh gagang pedangnya dengan refleks. Tapi ia tak menariknya. "…bagaimana kau tahu aku di sini?"

Jellal melangkah perlahan, tanpa ancaman.

"Aku tahu banyak hal yang bahkan kau sendiri lupakan." Ia berhenti beberapa langkah darinya. "Seperti bagaimana kau menyegelku… dan bagaimana kau juga yang membebaskanku."

Shion terdiam. Matanya membelalak.

"…Tidak. Itu… tidak mungkin."

"Tidak mungkin?" Nada suara Jellal berubah tajam. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, seperti seekor pemangsa yang baru mencium aroma luka. "Lalu siapa yang menyentuh segel itu? Siapa yang menangis di depan makam raja musuhnya? Siapa yang berharap ‘seandainya semua bisa kembali’? Itu semua… kau, Shion."

"Aku tak berniat—"

"Kau berniat, hanya saja kau tak sadar." Jellal memotongnya dengan dingin. "Dalam hatimu, kau memelihara rasa bersalah… rasa kehilangan. Dan dalam satu malam lemahmu, kau menghancurkan segel yang dunia ciptakan demi menahanku."

Shion melangkah mundur. Seluruh tubuhnya gemetar. Itu bukan karena takut akan serangan, tapi karena kenyataan yang diungkapkan terasa terlalu dalam, terlalu akurat.

"…Kenapa kau datang ke sini…?" bisiknya dengan suara yang pecah.

"Untuk berterima kasih," ujar Jellal lirih, lalu tersenyum miring. "Dan untuk menunjukkan pada dunia... bahwa kaulah yang menyebabkan kehancuran."

"Tidak… tidak…"

"Ya!!"

Jellal melangkah ke tepi sungai, menatap cermin air yang sebelumnya dipandangi Shion. Kini, yang ia lihat adalah pantulan dunia yang akan segera dikuasainya kembali.

"Araksha akan segera bangkit. Karena belas kasih seorang manusia." Ia menoleh pelan. "Kau. Shion Aurelia Von Rosenberg. Wanita yang dikenal sebagai Cahaya Putri Madya... kini menjadi obor yang membakar dunia itu sendiri."

Shion menutup mulutnya dengan tangan. Air matanya mengalir, bukan karena rasa takut… tetapi karena keyakinan yang mulai runtuh.

Dan di malam itu, di tengah nyanyian sunyi sungai tua, sang Cahaya dan sang Kegelapan berdiri hanya selangkah dari satu sama lain, terikat oleh takdir yang telah mereka tulis bersama ratusan tahun lalu.

Namun kali ini, hanya satu dari mereka yang masih memiliki keyakinan penuh pada jalannya. Dan itu bukanlah sang kesatria.

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
Protocetus
jika berkenan mampir ya ke novelku Mercenary of El Dorado
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!