Quinevere King Neutron, putri Nathan Ace Neutron bersama dengan Clementine Elouise King, kini sudah tumbuh menjadi seorang gadis dengan kepribadian yang kuat. Tak hanya menjadi putri seorang mantan mafia, tapi ia juga menjadi cucu angkat dari mafia bernama Bone. Hidup yang lebih dari cukup, tak membuatnya sombong, justru ia hidup mandiri dengan menyembunyikan asal usulnya. Quin tak pernah takut apapun karena ia sudah banyak belajar dari pengalaman kedua orang tuanya. Ia tak ingin menjadi pribadi yang lemah, apalagi lemah hanya karena cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MAAFKAN GRANDMA
“Hart, maaf,” Quin menghubungi sepupunya dan kalimat pertama yang keluar adalah permintaan maaf.
“Ada apa?” tanya Arthur.
“Aku tak bisa pergi ke sana, Dad dan Grandpa memerlukanku di sini,” jawab Quin.
“Tak apa, Quin. Aku yang akan membawa Rea ke tempatmu,” ujar Arthur.
“Benarkah?”
“Hmm … Bukankah kalian bersahabat?”
Quin menampakkan senyumannya pada layar ponsel yang juga menampakkan wajah Arthur. Tiga tahun yang lalu, Rea mengalami kecelakaan dan Arthur yang menjaganya karena Quin harus meneruskan kuliah masternya di Kota Oxford.
Namun, saat Rea terbangun, ia tak mengenali siapa pun. Quin yang mendapatkan kabar itu merasa sakit dan semakin merasa bersalah. Hampir tiap hari Quin menghubungi Arthur untuk berbicara dengan Rea, hingga jalinan persahabatan itu kembali, meski dengan ingatan yang baru untuk Rea.
“Ya, tentu saja. Tapi … apa hal itu tak mengganggu jadwal kerjamu?” Meskipun Arthur kini sudah menjadi dokter di rumah sakit yang merupakan milik Keluarga Smith, tapi pria itu tetap bersikap profesional.
“Jatah cutiku masih banyak, tenang saja,” jawab Arthur dengan senyuman yang begitu menenangkan hati.
“Aku akan menyiapkan semuanya untuk Rea di sini. Kabari aku jika kalian akan berangkat,” pinta Quin.
“Baiklah, aku akan kembali bekerja dulu. See you, Quin.”
Quin menghela nafasnya dalam sebelum memutus panggilan video di ponselnya tersebut. Ia masih memikirkan permintaan Dad Nathan dan Grandpa Bone. Mereka memintanya untuk memimpin Perusahaan Bone karena Grandpa Bone tak memiliki penerus karena Rocco, yang merupakan penerus Bone, sudah meninggal.
Selain itu, Grandpa Bone tak bisa mempercayai orang-orang di sekelilingnya dengan mudah, apalagi ia pernah tumbuh serta hidup dalam lingkungan dan lingkaran mafia dan dunia gelap, sama seperti Nathan.
Quin yang sudah mengenakan piyama tidurnya, berjalan menuju ke arah balkon. Ia membuka pintu pembatas antara kamar tidurnya dengan balkon, lalu melangkah keluar dan bersandar pada railing.
“Hai bintang di atas sana, maukah membantuku mengambil keputusan?” tanya Quin sambil menatap langit malam yang malam ini bertabur bintang, “Apa aku harus memilih jalan ini?”
Quin tersenyum tipis saat melihat salah sayu bintang tersebut berkelap-kelip seakan sedang berbicara padanya.
***
Pagi ini, Quin telah siap untuk pergi Perusahaan Bone. Grandpa Bone akan mengajari beberapa hal yang harus ia lakukan dan memperkenalkannya sebagai CEO pada para direksi, menggantikan dirinya. Usia Grandpa Bone yang memang sudah tak lagi muda, bahkan bisa dikatakan lanjut, memerlukan seseorang untuk mengurus perusahaannya.
Sejak Quin lahir, Grandpa Bone sudah berencana untuk memberikan Perusahaan Bone untuk dikelola dan dimiliki oleh cucu pertama Keluarga Neutron itu. Dirinya yang tak lagi memiliki keluarga, apalagi seorang penerus, menemukan kebahagiaan saat berada di dekat Elouise, wanita yang kini menganggapnya sebagai Daddy.
“Apa mereka akan menerimaku, Grandpa?” tanya Quin. Pasalnya usia Quin terbilang muda jika dibandingkan para petinggi perusahaan yang lain.
“Kamu tak perlu kuatir masalah itu, para direksi adalah orang-orang kepercayaan Grandpa. Mereka akan selalu ada di belakangmu. Hanya saja kamu tetap harus waspada dan jangan mempercayai mereka seratus persen,” jawab Grandpa Bone.
“Thank you, Grandpa. Aku mengerti,” kata Quin sambil tersenyum.
Quin masuk ke dalam Perusahaan Bone bersama dengan Grandpa Bone. Para staf perusahaan yang berada di lobby, melihat kedatangan keduanya dengan kasak-kusuk karena mereka tak pernah melihat sosok Quin sebelumnya. Selain itu, setahu mereka Bone tak memiliki putri ataupun cucu. Pikiran-pikiran buruk serta dugaan-dugaan tanpa bukti mulai bermunculan dan menjadi bahan pembicaraan di antara mereka.
***
“Grandma …,” Fox duduk di samping Grandma Stella yang tengah menikmati taman belakang Mansion mereka yang berada di atas bukit.
Fox sengaja mencari tempat tinggal yang tenang dengan keamanan yang kini berlapis-lapis. Ia tak ingin terjadi hal buruk pada Grandma Stella seperti sebelumnya. Meskipun Fox merasa dirinya belum cukup kuat dan berkuasa, tapi ia akan berusaha mempertahankan apa yang menjadi milik keluarganya.
Seorang pelayan berdiri tak jauh dari keduanya sambil membawa sebuah nampan. Sejak tadi pagi, Grandma Stella menolak untuk makan, dan benar-benar mengatupkan mulutnya, tak mau bicara sedikit pun.
Ia hanya duduk di salah satu sofa yang mengarah ke taman belakang dan diam sambil melamun. Terkadang ia tersenyum tipis, tapi kadang ia seakan ingin menangis. Hal itu membuat para pelayan tak berani menegurnya dan memilih untuk menghubungi majikan mereka saja, yakni Fox.
Grandma Stella menoleh ke arah Fox, ia tersenyum . Dengan tangannya yang sudah keriput, ia mengusap pipi Fox, “Kamu sudah besar sekarang dan Grandma semakin tua. Apa kamu akan memaafkan Grandma jika Grandma membuat kesalahan?”
“Grandma jangan bicara banyak dulu, lebih baik makan dulu. Aku akan menyuapi Grandma, hmm …”
Fox sudah mengambil piring dari nampan yang dibawa pelayan dan ingin menyuapkan makanan tersebut pada Grandma Stella. Namun, Grandma Stella menggelengkan kepalanya lalu berkata,
“Maafkan Grandma, sayang. Grandma bersalah padamu. Mereka mengejarmu karena Grandma. Seharusnya kamu berada di tangan yang tepat, maka tak akan ada siapa pun yang berani mengusikmu. Kalau saja dia tahu, apa dia akan memaafkan Grandma?” ujar Grandma Stella dan air mata pun luruh di pipinya.
“Grandma …,” Fox terdiam dan mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Grandma Stella.
“Kalau saja aku tak membawanya, mungkin ia bisa hidup dengan baik dan mendapat perlindungan. Ia tak perlu mati dan meninggalkanmu,” kembali Grandma Stella mengusa pipi Fox.
“Maafkan Grandma, sayang. Maafkan Grandma.”
🌹🌹🌹