Quinevere King Neutron, putri Nathan Ace Neutron bersama dengan Clementine Elouise King, kini sudah tumbuh menjadi seorang gadis dengan kepribadian yang kuat. Tak hanya menjadi putri seorang mantan mafia, tapi ia juga menjadi cucu angkat dari mafia bernama Bone. Hidup yang lebih dari cukup, tak membuatnya sombong, justru ia hidup mandiri dengan menyembunyikan asal usulnya. Quin tak pernah takut apapun karena ia sudah banyak belajar dari pengalaman kedua orang tuanya. Ia tak ingin menjadi pribadi yang lemah, apalagi lemah hanya karena cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pansy Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TINGGALKAN DIA
Jenia Demeter, usianya kini sudah tak lagi muda, tapi dendamnya pada Keluarga Bone dan Neutron, masih ada di hatinya, mengakar dengan begitu kuat. Masih teringat bagaimana Rocco mengkhianatinya dan pada akhirnya setengah harta Keluarga Bone tak menjadi miliknya.
Belum lagi dirinya yang masuk ke dalam penjara karena telah menghabisi Rocco dengan tangannya sendiri. Ia menusuk pria itu dengan pisau dengan membabi buta karena saat itu dirinya diliputi oleh amarah. Namun, saat ia berada di dalam penjara, ia tak menyangka bisa bertemu dengan seorang aliansi bawah tanah yang mengenalkannya pada sosok Remus.
Keberuntungan yang tak disangka oleh Jenia ketika Remus ternyata memiliki dendam pada Keluarga Diggory, yang tak lain adalah keluarga mantan istri Bone. Jenia sendiri kaget saat pertama kali melihat foto Paul Diggory, yang merupakan anak sambung Smith Diggory. Paul ternyata adalah putra Stella yang dibawanya saat menikah dengan Smith.
Paul sangat mirip, bahkan bak pinang dibelah dua dengan Rocco, mantan kekasihnya. Awalnya ia mengira bahwa itu adalah Rocco. Namun, ia kembali mengingat bagaimana ia telah menusuk Rocco dan menghabisi pria itu hingga akhirnya ia mendekam di dalam penjara. Remus juga menjelaskan bahwa Paul bukanlah Rocco King, seperti yang dikira oleh Jenia.
“Halo, honey,” Remus dengan rambut putih dan kumis tebal pun melangkah memasuki kamar tidur dan mendekati Jenia. Ia memegang tengkuk Jenia lalu mencium bibir wanita itu sebelum ia naik ke atas tempat tidur.
“Bagaimana perkembangan kehancuran Keluarga Diggory?” tanya Jenia membuka pembicaraan. Ia sangat ingin tahu karena Remus sepertinya tak mau membantu Jenia jika ia belum selesai dengan Keluarga Diggory.
Remus tersenyum, “kamu sangat ingin tahu? Mengapa?”
Jenia menghela nafasnya, “bukankah kamu berjanji akan mengabulkan permintaanku jika aku menjadi penghangat ranjangmu?”
Remus tertawa sambil sedikit memilin kumis tebalnya, “tentu saja, honey. Aku akan mengabulkan apapun permintaanmu.”
“Bisakah kamu segera menghancurkan Keluarga Bone dan Neutron? Daddaku sesak setiap kali melihat kebahagiaan mereka,” ujar Jenia sambil mengepalkan tangannya lalu meletakkannya di dadda.
Remus membelaii pipi Jenia, “tak masalah, honey. Bone sudah sangat tua dan ia akan hancur sebentar lagi. Tak akan butuh waktu lama untuk menghancurkannya.”
Jenia tersenyum, “lalu bagaimana dengan keluarga Neutron?”
“Puaskan aku terlebih dulu, setelahnya aku akan memberitahu apa yang akan kulakukan pada mereka yang telah menyakitimu,” kata Remus dengan senyum sinisnya.
Tanpa berlama-lama, Jenia pun membuka pakaiannya hingga tubuhnya kini benar-benar polos. Ia membuka kancing kemeja Remus satu-persatu dengan gaya yang menggoda, bahkan sesekali menciumm bibir Remus dan mengelus pipi pria itu.
Remus mulai memberikan sentuhan pada tubuh Jenia. Ia tak pernah tahan lama jika digoda oleh wanita penghangat ranjangnya itu. Bahkan tak perlu waktu lama bagi Remus untuk mendapatkan kepuassan.
***
Dengan gaun hitam panjang dan model sabrina di bagian atas, Quin keluar dari kamar tidurnya. Rambutnya digulung ke atas dan membiarkannya sedikit menjuntai. Ia akan pergi bersama Grandpa Bone untuk makan malam bersama dengan CEO DG Coorp yang tak lain adalah Fox.
Namun sebelum itu, ia memasuki kamar tidur yang persis di sebelah kamar tidurnya. Quin pun mengetuk pintu.
“Re, bolehkah aku masuk?” tanya Quin.
Rea yang berada di dalam kamar pun beranjak bangkit dari atas tempat tidur lalu membukakan pintu untuk Quin, “masuklah.”
“Kamu cantik sekali, Quin. Kamu akan pergi ke mana?” tanya Rea sambil memindai penampilan Quin dari atas ke bawah.
“Aku akan makan malam bersama rekan bisnis Grandpa Bone. Hari ini kamu istirahat dulu, lain waktu aku akan mengajakmu kalau kita bertemu dengan klien,” jawab Quin.
Quin tak ingin Rea kelelahan apalagi sampai banyak pikiran, karena tak baik untuk kesehatannya. Rea harus dalam keadaan nyaman dan tenang, agar tak membuat trauma kecelakaan sebelumnya kambuh.
“Semoga berhasil, Quin.”
“Thank you, Re. Kalau ada perlu apa-apa, kamu bisa memanggil pelayan. Dad dan Mom serta adik-adikku sedang pergi malam ini,” ujar Quin.
“Hmm, terima kasih, Quin.”
Quin pun turun ke lantai bawah karena Grandpa Bone sudah menunggunya. Mereka akan pergi bersama ke restoran untuk acara makan malam.
“Kamu cantik sekali, sayang,” puji Bone pada cucu angkatnya itu.
“Grandpa juga sangat tampan.”
Bone tertawa, “apa kamu suka dengan pria seperti Grandpa hmm?”
“Tentu saja, aku yakin Grandpa sangat tampan saat masih muda dulu. Bahkan sampai sekarang masih terlihat dengan jelas. Dulu pasti banyak wanita yang mengejar Grandpa, bukan?” tanya Quin yang kembali membuat Bone tertawa.
“Tentu saja, siapa yang akan menolak Grandpa,” jawab Bone kembali tertawa.
Hanya dia, ya hanya dia yang akhirnya pergi meninggalkanku. Stella … - batin Bone.
***
Bone dan Quin telah sampai di depan sebuah restoran mewah. Bone telah memesan sebuah ruang VIP di sana untuk acara makan malam kali ini. Saat kaki keduanya memasuki restoran tersebut, tatapan beberapa orang langsung mengarah pada keduanya, yang seakan menilai buruk pada Quin.
Namun Quin tetap tersenyum. Baginya, tak perlu mempedulikan bagaimana pandangan orang tentangnya, yang terpenting apa yang ia ketahui dan apa yang sebenarnya.
Mungkin orang-orang akan mengira bahwa ia adalah kekasih atau mungkin simpanan Grandpa Bone, jadi biarlah mereka berpikir demikian. Klarifikasi pun tak akan ada guna-nya karena orang-orang akan lebih percaya apa yang mereka lihat dan mereka yakini.
Saat mendekat ke arah sebuah pintu, tiba-tiba saja jantungnya berdetak dengan cepat. Ntah mengapa pertemuannya kembali dengan Fox, membawa perasaan berbeda pada dirinya.
“Grandpa, aku mau ke toilet sebentar,” ujar Quin.
“Baiklah, Grandpa akan menunggumu di dalam.”
Quin tersenyum kemudian melangkahkan kakinya ke arah toilet. Sepasang mata melihat keberadaan Quin, kemudian melangkahkan kakinya mendekat. Namun baru saja ia meraih pergelangan tangan Quin, ternyata Quin lebih cepat meraih pergelangan tangannya lalu membantingnya ke lantai.
“Arghhh …,” errang Elon yang merasakan sakit di tubuhnya.
“Jangan pernah menyentuhku,” kata Quin dengan mata yang menyorot tajam ke arah Elon.
“Aku tahu kamu masih mencintaiku, Quin. Kamu masih marah padaku karena pernikahanku? Tenang saja, aku sudah bercerai dan kali ini aku hanyabakan setia padamu,” Elon masih terus berusaha untuk meraih Quin kembali.
Jika Quin kembali padanya, maka ia bisa menguasai Perusahaan Bone dan juga Ace Coorp, atau mungkin Perusahaan Neutron. Ia bisa hidup nyaman dan juga berhasil mengabulkan Dad George untuk bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar itu.
Saat Quin fokus pada Elon, sebuah tangan meraih tangan Quin, hingga membuatnya menoleh.
“Fox.”
“Tinggalkan dan jangan hiraukan dia lagi.”
🌹🌹🌹