Akademi Debocyle adalah akademi yang paling luas, bahkan luasnya hampir menyamai kota metropolitan. Akademi asrama yang sangat mewah bagaikan surga.
Tahun ini, berita-berita pembunuhan bertebaran dimana-mana. Korban-korban berjatuhan dan ketakutan di masyarakat pun menyebar dan membuat chaos di setiap sudut.
Dan di tahun ini, akademi Debocyle tempatnya anak berbakat kekuatan super disatukan, untuk pertama kalinya terjadi pembunuhan sadis.
Peringatan : Novel ini mengandung adegan kekerasan dan kebrutalan. Kebijakan pembaca diharapkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Garl4doR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 : Terus Maju
Vella menghembuskan napas perlahan, matanya masih terpaku ke arah ventilasi tempat makhluk itu menghilang. Ia merasakan sesuatu sebelumnya—hawa membunuh yang begitu kuat. Tapi sekarang…
“Sudah hilang,” bisiknya.
Alvaro mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”
Vella menggeleng pelan. “Aku tidak merasakan apa pun lagi. Seakan… makhluk itu benar-benar pergi.”
Latania tetap waspada, meskipun tangannya sedikit menurunkan senapan. “Bisa saja dia masih mengawasi dari jauh.”
Shally menelan ludah, matanya melirik ke arah tumpukan dokumen yang tadi mereka periksa. “Jadi… kita lanjut?”
Bu Ruby menghela napas, lalu mengangguk. “Kita harus memastikan tidak ada yang terlewat.”
Mereka pun kembali berkeliling, menyusuri ruangan-ruangan lain di laboratorium yang dipenuhi peralatan usang dan dokumen-dokumen yang telah dimakan waktu. Namun, semakin lama mereka mencari, semakin jelas bahwa mereka tidak menemukan sesuatu yang baru.
Komputer-komputer yang mereka temui sudah mati total, data yang tersisa sebagian besar tidak terbaca, dan dokumen yang ada hanya berisi laporan teknis yang sulit dipahami tanpa konteks yang lebih dalam. Bahkan Latania, yang biasanya paling bersemangat dalam mengumpulkan informasi, mulai kehilangan kesabaran.
“Ini buang-buang waktu,” gumamnya, menutup map terakhir yang ia periksa.
Alvaro mengepalkan rahangnya. Ia tidak suka jalan buntu. Ada sesuatu yang masih tersembunyi di tempat ini, ia yakin. Tapi di mana?
Lalu, di ujung salah satu koridor, mereka menemukannya.
Sebuah lift.
Pintu logamnya masih kokoh, meskipun dinding di sekitarnya telah mulai ditumbuhi lumut. Panel kontrolnya gelap, menandakan tidak ada daya. Tapi yang menarik perhatian mereka adalah sesuatu yang terukir samar di atas pintu.
Akses Terbatas – Level Eksperimen
Latania menyipitkan mata. “Laboratorium ini sudah cukup buruk… dan ini adalah bagian yang bahkan lebih terbatas?”
Alvaro melangkah mendekat, tangannya menyentuh panel kontrol yang dingin. Ia tahu… jika ada jawaban yang mereka cari, itu mungkin ada di bawah sana.
“Tapi bagaimana kita menyalakan ini?” tanya Shally, suaranya penuh kecemasan.
Bu Ruby menatap panel itu dalam diam. Lalu, dengan suara pelan, ia berkata, “Ada satu tempat yang mungkin masih memiliki daya.”
Semua mata tertuju padanya.
“Ruang generator.”
Mereka bergerak cepat, menelusuri lorong-lorong yang semakin gelap dan pengap. Udara di sekitar terasa lebih berat, seolah menyimpan sesuatu yang tak terlihat. Vella tetap waspada, tapi sejak makhluk itu menghilang, ia belum merasakan kehadiran energi lain.
Akhirnya, mereka tiba di sebuah ruangan besar dengan pintu baja yang sedikit terbuka. Tulisan di atasnya sudah pudar, tapi masih bisa terbaca:
Ruang Generator – Akses Teknis
Latania mengangkat senjatanya sebelum mengintip ke dalam. “Kosong… sejauh yang bisa kulihat.”
Mereka masuk dengan hati-hati. Ruangan itu dipenuhi dengan mesin-mesin tua, kabel-kabel berserakan di lantai, dan bau oli yang masih menyengat. Di tengah ruangan, sebuah generator besar berdiri—tampak masih dalam kondisi utuh, tapi tidak aktif.
Bu Ruby segera mendekati panel kontrol di sisi generator. “Seharusnya masih bisa dihidupkan. Tapi kita harus memeriksa dulu apakah masih ada daya cadangan.”
Alvaro memperhatikan diagram listrik yang terpasang di dinding. “Baterai cadangan harus diaktifkan dulu sebelum kita bisa menyalakan generator utama.”
Mereka berpencar, mencari panel yang mengontrol daya cadangan. Shally menemukannya lebih dulu—sebuah kotak logam besar dengan beberapa sakelar yang sudah berkarat.
“Ini dia!” katanya, tapi begitu ia mencoba menarik tuas utama…
Klik.
Tidak bergerak.
Latania mendekat dan mencoba menarik dengan lebih kuat. “Sial, macet!”
Alvaro mengerutkan kening. “Mungkin ada sesuatu yang menghalangi.”
Vella menyinari bagian bawah panel dengan senternya, dan saat itulah mereka melihatnya.
sebuah tangan.
Tidak, bukan tangan manusia. Jemarinya lebih panjang, kukunya tajam, dan kulitnya seperti karet yang telah mengering. Tangan itu mencengkeram kabel di dalam panel, seakan berusaha memutus aliran listrik sebelum mereka bisa mengaktifkannya.
Shally menjerit pelan dan mundur. Latania langsung mengangkat senapannya, tapi sebelum ia bisa menarik pelatuk—
Tangan itu bergerak.
Dengan gerakan cepat dan abnormal, tangan itu mencengkram lebih dalam ke dalam panel, seolah mencoba menarik sesuatu keluar. Seketika, suara listrik berderak memenuhi ruangan. Lampu-lampu berkedip liar, dan udara menjadi lebih dingin.
Bu Ruby berteriak, “Kita harus menarik tuasnya sekarang!”
Alvaro bergerak cepat. Ia mencabut dagger dari ikat pinggangnya dan menusukkannya ke tangan itu.
Sesuatu di dalam panel mengeluarkan suara mendesis, lalu tangan itu meronta hebat sebelum akhirnya melepaskan cengkeramannya dan menghilang ke dalam kegelapan.
Tanpa membuang waktu, Latania langsung menarik tuas dengan sekuat tenaga.
KLIK!
Panel menyala. Generator berdengung pelan. Cahaya-cahaya di ruangan itu mulai stabil.
Mereka terdiam sejenak, napas masih memburu.
Alvaro menatap panel yang masih terbuka. Apa pun tadi itu… tidak ingin mereka menyalakan listrik.
Vella menelan ludah. “Sekarang, kita lihat apakah liftnya sudah bisa digunakan.”
***
Lift bergetar pelan saat mulai bergerak turun. Suara mesin tua yang berderak memenuhi ruang sempit itu, menciptakan atmosfer tegang di antara mereka. Tidak ada yang berbicara—semuanya fokus pada perasaan yang mulai mengganggu.
Ketika akhirnya pintu lift terbuka, udara pengap dan dingin menyambut mereka. Cahaya dari senter mereka menyapu ruangan besar yang terbentang di depan.
Sebuah penjara bawah tanah.
Deretan sel berjejer di sepanjang koridor yang luas. Jeruji besi yang melengkung dan berkarat menunjukkan betapa tempat ini telah lama ditinggalkan. Namun, yang membuat bulu kuduk mereka berdiri bukan hanya keadaannya yang kosong…
Tetapi bagaimana tempat ini hancur seakan baru saja terjadi pertumpahan darah yang mengerikan.
Dinding-dindingnya penuh bekas cakaran dan noda kecoklatan yang sudah mengering. Lantai dipenuhi puing-puing dari tempat tidur besi yang bengkok dan sobekan pakaian yang tak lagi berbentuk. Beberapa sel bahkan terbuka dengan jeruji yang tampak dicabik paksa, bukan dipotong atau dirusak dengan alat biasa.
Shally menelan ludah, suara napasnya terdengar dalam kesunyian. “Apa yang terjadi di sini…?”
Vella menyentuhkan jarinya ke dinding dan mengerutkan kening. “Tidak ada energi yang tersisa di sini. Apa pun yang dulu berada di tempat ini… semuanya sudah pergi.”
Alvaro melangkah ke depan, meneliti sel demi sel. “Eksperimen gagal…” gumamnya pelan. “Orang-orang yang menjadi kelinci percobaan… atau mungkin sesuatu yang lebih buruk.”
Mereka berjalan lebih jauh ke dalam, menyusuri lorong panjang yang terasa semakin sempit seiring mereka melangkah lebih dalam.
Tiba-tiba, Latania berhenti dan mengarahkan senternya ke lantai.
Jejak kaki.
Jejak kaki manusia… tetapi ada sesuatu yang aneh. Bentuknya lebih besar dari ukuran normal, dan beberapa di antaranya bercampur dengan bekas seretan.
Mata Alvaro menyipit. “Mereka tidak pergi dengan tenang.”
Bu Ruby memeriksa dinding sel terdekat. Ada tulisan samar yang tercakar kasar di permukaannya.
"KAMI TIDAK BOLEH KELUAR."
***
Di kedalaman penjara eksperimen yang gelap dan sunyi, suara gemuruh tiba-tiba menggema, menyeru dalam kegelapan yang sudah lama berdiam.
Bayangan besar bergerak dengan kecepatan mengerikan, mencabik-cabik tembok dan pilar besi yang menghalangi jalannya. Bentuknya tidak lagi manusiawi—tulang-tulangnya mencuat keluar dari daging yang menghitam, otot-ototnya berdenyut seperti jaring saraf yang terus beregenerasi. Lengannya panjang dan tidak simetris, jari-jarinya seperti cakar tajam yang dapat merobek baja dengan mudah. Dari tengkoraknya yang cacat, sepasang mata redup menyala merah, dipenuhi insting berburu yang sudah lama terkunci di dalam laboratorium terkutuk ini.
Makhluk itu mengaum, suara serak dan berlumpur yang terdengar seperti kesakitan sekaligus kemarahan. Ia tidak bisa berpikir seperti manusia lagi—hanya ada naluri bertahan dan membunuh.
Lalu, dari balik reruntuhan, sesuatu yang bukan makhluk hidup merespons.
Dua mata merah dingin menyala di kegelapan, menatap tanpa emosi. Badannya besar, hampir setinggi pintu baja, dibalut dengan logam usang yang penuh goresan. Unit keamanan lama yang seharusnya sudah punah, kini berdiri tegak, menyalakan sistemnya yang telah lama tertidur.
Dada logamnya berdenyut dengan cahaya biru samar saat energi mulai dialirkan ke senjata di lengannya. Ada suara mekanik berderak, suara sistem yang aktif kembali setelah bertahun-tahun tertidur.
“Pendeteksian Ancaman: Tingkat Bahaya Kritis.”
Tanpa peringatan, ia mengangkat lengannya yang berat, dan dalam sekejap—ledakan listrik memenuhi udara.
Makhluk mutan itu meraung ketika tubuhnya tersengat, otot-ototnya kejang akibat arus tegangan tinggi yang mengalir ke dalam tubuhnya. Tapi ia tidak menyerah begitu saja. Dengan gerakan liar, ia melompat dan mencabik perut besi robot itu, menggoreskan cakarnya dengan kekuatan brutal.
Logam terkelupas, tetapi tidak cukup untuk merusak sistem inti. Robot itu hanya bergeser beberapa langkah ke belakang, sebelum balas menyerang dengan brutal.
Tangan baja itu meraih kepala makhluk itu, lalu menghantamkannya ke dinding dengan kekuatan yang bisa meremukkan mobil.
Darah hitam berceceran, tetapi makhluk itu tetap berusaha menyerang—hingga sebuah suara letusan pendek terdengar.
Tepat di antara kedua mata mutan itu, ada lubang kecil yang terbakar hangus.
Sistem keamanan lama tidak memberi kesempatan kedua. Dari lengan kirinya, laras kecil masih mengepulkan asap, peluru energi baru saja ditembakkan dengan presisi mematikan.
Makhluk mutan itu menggelepar sekali… sebelum akhirnya diam selamanya.
Robot itu tetap berdiri, tanpa ekspresi, tanpa emosi. Ia hanya melihat mayat yang kini tergeletak tak bernyawa di bawah kakinya.
Kemudian, setelah memastikan ancaman telah dieliminasi, matanya yang merah kembali meredup.
“Status: Area Aman. Melanjutkan Protokol Pengawasan.”
Suara mekaniknya memudar seiring langkahnya menjauh. Mesin usang itu kembali menghilang ke dalam kegelapan… meninggalkan tubuh mutan yang sudah tak bergerak.
Apa pun yang terjadi di laboratorium ini bertahun-tahun lalu, tidak pernah benar-benar berakhir.
misteri? keqnya masih org dalam kan. hmmm
mumgkin katanya aja kebetulan, aslinya memang sengaja /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
ok next