Namanya Kanaka Harvey, dia anak keduanya Letta dan Devano, sejak awal bermimpi jadi pembalap, tapi apa daya takdir menuntunnya untuk masuk ke perusahaan peninggalan kakeknya. Terkenal dingin dan tak tertarik dengan perempuan manapun, nyatanya Kanaka justru terperangkap pada pesona bawahannya di kantor yang bernama Rere (Renata Debora) , cewek itu terkenal jutek dan galak sama siapapun. Kanaka yang tak pernah berpacaran itu begitu posesif dan overprotective terhadap Rere.
IG : 16_rens
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 : Satu Tim
Kanaka mematut diri, rasanya aneh dia harus mengenakan baju kantoran seperti ini, kalau boleh memilih Kanaka ingin memakai kaos berkerah dan celana jeans.... tapi kan tak mungkin ia lakukan.
"Mas Naka, sarapan dulu mas," Mimo sudah sigap mempersiapkan sarapan untuk keluarganya.
Kali ini dalam formasi lengkap mereka menikmati sandwich tuna dan susu sebagai sarapan mereka.
"Sudah siap Ka?" tanya Pipo.
"Siap nggak siap sih Pip, tapi kan waktu itu Naka udah janji ya harus dipenuhi kan, nggak mungkin Kanaka menghindar," jawab Kanaka bijak.
Kenzo dan Devano mengukir senyum tipis, meski tak mengucapkan sepatah kata pun tapi mereka bersyukur karena ada Kanaka yang masuk ke perusahaan peninggalan orang tua Letta.
"Kemarin uncle bilang, andai Keiko bisa masuk kesana dan pegang keuangan.... "
"Nggak ada ya, aku nggak mau kerja kantoran, aku mau kerja kayak Mimo," potong Keiko sewot mendengar ucapan Kanaka.
"Dan berharap ketemu pangeran berkuda putih seperti Pipo," ledek Kanaka sambil mencibir.
"Kapan Pipo naik kuda putih mas?" tanya Letta saat keluar dari dapur membawa jus sayur untuk sarapannya.
"Ibaratnya Mo," ucap Kanaka pelan.
Semua tertawa melihat perdebatan Kanaka dan Keiko yang tak ada habisnya itu, suatu pemandangan yang membuat hari mereka penuh bahagia bersama keluarga.
Kanaka melaju ke kantor uncle Vetsa dengan mengendarai motor sport nya, tak peduli bajunya akan kusut karena jaket pas badan yang membalut tubuhnya.
Tak lama motor itu terparkir sempurna di area yang diperuntukkan untuk karyawan, disamping Kanaka seorang gadis yang terlihat familiar juga sedang memarkir motor matic nya.
Mereka bersirobak, serta merta gadis yang tak lain adalah Rere itu mengumpat habis-habisan karena dipertemukan kembali dengan Kanaka.
Mencoba acuh dan tak mempedulikan Kanaka, Rere segera meninggalkan Kanaka yang tersenyum geli melihat tingkah Rere.
Sikap Rere yang cuek dan terkesan tak peduli itu membuat Kanaka penasaran, paham dong bagaimana biasanya ciwi-ciwi di sekitarnya yang mencoba menjual murah dirinya kepada Kanaka?
Sedang Rere ini seperti orang yang siap menabuh genderang perang setiap kali bertemu dengan Kanaka.
Mereka masuk ke ruang meeting besar di lantai tiga, bersama mereka ada beberapa mahasiswa magang yang berasal dari kampus lain.
Rere mengambil jarak sejauh mungkin dengan Kanaka, dan berharap agar mereka tak ditempatkan di departemen yang sama saat magang ini.
Tak lama staf HRD masuk dan memberikan sepatah dua patah kata sambutan, sesekali staf perempuan itu melirik Kanaka penuh minat, ganteng dan titipan Vetsa begitu kabar yang beredar di kantor ini.
Rere mendengus, mungkin memang matanya yang kabur, faktanya memang perempuan normal akan tertarik dengan Kanaka, ganteng, gagah, keren dan pasti dari keluarga terpandang.
Dan ketika staf HRD yang bernama Irene itu menyebut nama peserta magang dan beserta divisi dimana mereka ditempatkan, serta merta perut Rere mendadak mules.
Bagaimana dia tak sakit perut, kalau kenyataannya dia ditempatkan di divisi yang sama dengan Kanaka.
'Damn it!' maki Rere frustasi, pasalnya dia harus bertahan selama dua bulan di dekat Kanaka.
Lalu Irene membubarkan peserta magang tersebut dan meminta mereka menuju ke divisi masing-masing.
Rere entah kenapa merasa tak nyaman kalau harus berjalan bersisian dengan Kanaka, sampai saat inipun dia tak memperkenalkan diri secara layak karena toh mereka saling mengenal.... eh maksudnya saling tahu, Rere yakin Kanaka tak tahu namanya meski tadi sudah disebutkan oleh mbak Irene.
Kanaka masuk ke divisi marketing, Rere berdiri dibelakangnya dengan mendekap buku, sepintas penampakan keduanya mirip atasan dan sekretarisnya.
"Selamat pagi mas Kanaka, mari silakan masuk," sapa mas Dewa manager di divisi itu menyapa Kanaka dengan sopan.
Sedang dengan Rere, Dewa hanya menyambut dengan senyuman seadanya.
Beda kelas antara kasta tertinggi dan kasta terendah dalam menyambutnya, jadi tak salah kan jika Rere menganggap dirinya bagai butiran debu di mata Kanaka.
"Jadi mas Kanaka, disini ada sepuluh orang, lima orang di divisi pemasaran lokal, dan lima orang di divisi pemasaran luar negeri, untuk sementara mas Kanaka belajar di divisi lokal dulu ya, nanti biar dibimbing sama Eri selaku supervisor divisi lokal," terang Dewa sambil memperkenalkan Eri perempuan mungil berwajah manis itu hanya kepada Kanaka, catat ya hanya kepada Kanaka.
Sedang Rere hanya menggusah nafas lelah, dia harus bisa tahu diri, siapa dirinya, siapa Kanaka, yang penting dia kuat mental selama dua bulan tak dianggap.
"Saya harap saya dan temen saya ini bisa dibantu ya mbak," ucap Kanaka membuat Rere melotot.
'Tadi gue nggak salah denger kan? Kanaka nyebut gue tadi?' gumam Rere shock.
"Oh mbak ini asistennya mas Kanaka ya?" tanya Dewa sambil memperhatikan Rere dengan seksama.
"Um.... saya, saya... " Rere sampai bingung berkata apa.
"Anggap aja gitu mas," sahut Kanaka asal.
'What! Asisten?' Dan lagi-lagi Rere hanya bisa mengomel dalam hati, mau membantah tapi dia juga tak punya nyali.
Rere bukannya bodoh, beberapa kali datang ke kantor ini dan mendengar bisik-bisik manja dari karyawan yang membicarakan tentang Kanaka.
Sudah dipastikan Kanaka memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik perusahaan ini, apalagi perusahaan ini mempunyai persyaratan yang lumayan berat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa yang mengajukan magang disini, salah satu IPK nya harus tiga ke atas.
Sedangkan Rere tak yakin kalau nilai Kanaka memenuhi persyaratan untuk magang di tempat ini, tapi namanya koneksi ya pasti akan keterima apapun kondisinya.
"Nama lo?" tanya Kanaka santai saat keduanya duduk bersebelahan di meja masing-masing.
"Renata dipanggil Rere," jawab Rere.
"Gue nggak butuh nama panjang lo, nggak penting juga buat gue!" ucap Kanaka dingin.
Rere hanya melongo mendengar kalimat Kanaka itu, jelas kesombongan yang hakiki yang sudah mendarah daging dalam darah pria songong itu.
Lantas Kanaka kembali membaca dokumen SOP perusahaan tersebut yang tebalnya melebihi buku paket miliknya.
Rere melirik Kanaka yang tampak serius, ingin mencibir tapi dia takut kualat, apalagi Kanaka kayak punya taring di perusahaan ini.
"Ngapain lo ngelirik gue mulu? Baca tuh proses pemasaran produk ke market lokal sampai proses perjanjian kerjasamanya!" ketus Kanaka sambil menatap Rere dengan mata nyalang.
Rere gelagapan sambil membolak-balik dokumen di depannya dengan tangan gemetar.
"Ash..... Kanaka memang ngeselin!" gumam Rere hanya terdengar oleh telinganya sendiri.
______
Aku tuh ngetik sendiri tapi ketawa sendiri, ngerasain jadi Rere tuh kayak gimana, pasti ngegemesin gitu deh ya, hahahaha
Betewe makasih ya guys udah mampir disini.
Salam sayang dari aku buat kalian semuanyah
cerita nya bagus tapi jadi ngeh setiap bab gini mulu