NovelToon NovelToon
Menjadi Guru Di Dunia Lain

Menjadi Guru Di Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sistem / Akademi Sihir / Penyeberangan Dunia Lain / Elf
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: Ned_Kelly

Arthur seorang guru honorer di sekolah negeri yang memiliki gaji pas-pasan dengan jam mengajar yang tidak karuan banyaknya mengalami kecelakaan pada saat ia hendak pulang ke indekosnya. Saat mengira kehidupannya yang menyedihkan berakhir menyedihkan pula, ternyata ia hidup kembali di sebuah dunia yang sama sekali berbeda dari sebelumnya.

Tetapi uniknya, Arthur kembali menjadi seorang guru di dunia ini, dan Arthur berasa sangat bersemangat untuk merubah takdirnya di dunia sekarang ini agar berbeda dari dunia yang sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ned_Kelly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 32: Kutukan Terangkat

Akhirnya, setelah perdebatan yang cukup panjang, kami memutuskan untuk pergi ke mansion keluarga Pennyroyal. Charlotte, meski sudah diperingatkan keras oleh ayahnya, tetap bertekad ingin ikut. Seperti biasa, tekadnya tak bisa digoyahkan. Tuan Leonardo hanya bisa mendesah frustrasi, tetapi ia tahu bahwa tak ada lagi yang bisa menghentikan putrinya.

Aku berdiri di tengah kelas, merapikan jubahku dan mengalihkan pandanganku ke para murid yang masih sibuk dengan tugas-tugas mereka. Tak ada kekhawatiran di wajah mereka, karena ini bukan pertama kalinya mereka melihat portal yang akan kubuka. Worm hole—portal yang sering kugunakan untuk berpindah ke tempat-tempat jauh—sudah pernah kubuka di kelas ini sebelumnya. Para muridku sudah terbiasa dengan keajaiban ini, bahkan ada beberapa yang menunjukkan rasa ingin tahu yang mendalam tentang bagaimana cara kerjanya.

Namun, meskipun mereka terbiasa dengan hal ini, kali ini atmosfer terasa berbeda. Ada ketegangan yang menggantung di udara, bukan dari murid-muridku, tetapi dari tujuan yang akan kami tuju.

Aku mengangkat tanganku, merasakan energi magis yang mengalir melalui tubuhku. Lingkaran hitam mulai terbentuk di udara di hadapanku, berputar perlahan-lahan dan membesar. Aura gelap yang muncul dari portal ini selalu memunculkan perasaan aneh, meski bukan sesuatu yang berbahaya. Itu hanya pintu menuju tempat lain, tak lebih dari itu. Kali ini, worm hole ini akan menghubungkan kami ke mansion keluarga Pennyroyal.

Ruangan kelas perlahan terisi oleh suara angin yang berbisik lembut ketika portal terbuka sepenuhnya. Lingkaran hitam itu tampak melayang di tengah ruangan, menghubungkan dua tempat yang terpisah jauh.

Aku berbalik dan menatap murid-muridku yang kini duduk dengan tenang. “Tetap di sini, lanjutkan pelajaran seperti biasa. Jangan ada yang mencoba hal-hal aneh sementara aku pergi,” ucapku dengan nada yang tegas, tetapi penuh keyakinan bahwa mereka akan patuh. Murid-muridku mengangguk dengan antusias, meskipun ada beberapa yang terlihat penasaran dengan tujuan perjalanan kami kali ini.

“Baiklah,” gumamku, lalu aku mengalihkan pandanganku ke Lewis, Tuan Leonardo, dan Charlotte. “Sudah siap?”

Charlotte mengangguk tanpa ragu, meski ketegangan jelas terlihat di matanya. Lewis, dengan senyum tenang yang tak pernah meninggalkan wajahnya, hanya memberi isyarat dengan anggukan. Tuan Leonardo, yang tampak lebih murung dari sebelumnya, menatap portal itu sejenak sebelum melangkah maju.

Aku melangkah pertama, diikuti oleh Charlotte yang tetap berada di sampingku dengan kepala tegak, tak gentar sedikit pun. Lewis menyusul di belakangnya, langkahnya ringan seperti biasa, seolah dia tidak terganggu oleh apa pun. Dan terakhir, Tuan Leonardo masuk ke dalam portal, dengan wajah yang penuh kecemasan.

Begitu kami melewati worm hole, kami tiba di tempat yang terasa sangat berbeda. Sensasi familiar muncul saat kami melewati dimensi itu, namun kali ini tidak ada getaran aneh atau firasat buruk. Hanya angin dingin yang sesekali terasa menembus kulit, namun selebihnya, perjalanan kami melalui portal berlangsung tenang. Setelah beberapa saat, kilatan cahaya hitam di sekeliling kami mulai memudar, dan pemandangan yang baru terbuka di hadapan kami.

Mansion keluarga Pennyroyal berdiri megah di depan kami. Bangunan batu yang besar dengan jendela-jendela tinggi dan pilar-pilar kokoh menjulang di bawah langit sore yang kelabu. Tak ada tanda-tanda ancaman atau kegelapan yang menggantung di sekitar tempat itu. Justru sebaliknya, mansion itu terlihat sunyi dan tenang, dikelilingi oleh taman hijau yang terawat dengan baik. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membawa aroma bunga yang segar dari kebun di sekelilingnya.

Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tidak ada tanda-tanda bahaya, tidak ada hal yang mencurigakan. Hanya suasana tenang dan damai yang menyelimuti mansion. Sepertinya, apa pun kutukan yang menimpa Nyonya Minerva, itu tidak memengaruhi keseluruhan rumah ini. Aku sedikit menghela napas lega, meskipun aku tahu kami belum benar-benar aman dari misteri yang tersimpan di dalam.

Lewis dengan ramah memanduku masuk ke dalam mansion, Charlotte tidak melepaskan pegangannya di bahuku. Aku bisa merasakan kecemasannya, dirinya mungkin tidak siap melihat kondisi ibunya yang sudah sangat parah menurut apa yang dituturkan oleh Lewis sebelumnya.

Lewis dengan senyum ramah, meski lebih serius dari biasanya, memanduku masuk ke dalam mansion. Tangan Charlotte masih erat menggenggam bahuku, seolah aku adalah satu-satunya jangkar yang membuatnya tetap tenang. Dari sentuhannya yang gemetar halus, aku bisa merasakan kecemasannya. Meskipun Charlotte berusaha terlihat kuat, aku tahu jauh di dalam hatinya, dia khawatir. Mungkin dia tidak benar-benar siap untuk melihat kondisi ibunya yang, menurut penuturan Lewis sebelumnya, sudah sangat parah.

Saat kami melangkah melewati ambang pintu, suasana mansion terasa sunyi dan menekan. Langit-langit tinggi dan dinding-dinding yang dipenuhi karya seni klasik tampak tak bersuara, seolah mereka menyimpan rahasia yang tak ingin diungkapkan. Setiap langkah kami bergema di lorong yang luas, namun Charlotte tetap tak melepaskan pegangannya. Aku bisa merasakan gelombang emosi yang bergejolak di dalam dirinya—ketakutan, ketidakpastian, dan harapan yang rapuh.

Lewis melangkah lebih jauh ke dalam mansion, memanduku melewati koridor-koridor yang panjang dan berdekorasi elegan, meskipun sekarang terasa sunyi dan dingin. Charlotte tetap menggenggam bahuku dengan erat, langkahnya perlahan seolah-olah dia sedang mencoba menyiapkan dirinya untuk apa yang akan datang. Rasa cemas yang membebani kami semakin nyata saat kami mendekati kamar Nyonya Minerva.

Ketika Lewis membuka pintu kayu besar itu, ruangan di baliknya terasa seperti dunia yang terpisah. Cahaya matahari senja yang masuk melalui jendela besar di sebelah ranjang hanya menambah nuansa sendu yang sudah memenuhi udara. Di sana, di atas kasur yang tampak terlalu besar untuk tubuhnya, terbaring Nyonya Minerva.

Tubuhnya sangat kurus, seolah-olah semua kehidupan telah dihisap keluar darinya. Kulitnya pucat pasi, hampir transparan, menempel erat pada tulang-tulangnya yang menonjol. Wajahnya yang dulu anggun kini berubah, kehilangan semua tanda-tanda kekuatan dan kehangatan. Rambutnya yang dulu berkilauan kini tampak kusam, dan matanya terpejam rapat, seolah terjebak di antara dunia nyata dan kematian. Ia terlihat seperti seseorang yang sedang menunggu ajalnya, dan suasana di ruangan itu membuat napasku terasa lebih berat.

Charlotte berhenti sejenak di ambang pintu, tubuhnya tampak kaku. Tapi hanya sesaat. Tanpa berkata apa-apa, dia langsung berlari menuju tempat tidur, berlutut di samping ibunya dan memeluknya erat, seolah-olah ia takut ibunya akan menghilang jika dia melepaskannya.

“Ibu… Ibu!” Charlotte menangis, suara tangisannya penuh dengan keputusasaan. Air matanya mengalir deras, jatuh ke tangan kurus ibunya yang ia genggam erat-erat. “Kenapa tidak memberitahuku? Kenapa tidak ada yang bilang ini sebelumnya?”

Nyonya Minerva tidak memberikan respons apa pun. Tubuhnya tetap lemah, tak bergerak, seolah-olah jiwanya sudah setengah meninggalkan tubuhnya. Hanya napasnya yang teratur, meski sangat lemah, menandakan bahwa ia masih berjuang untuk bertahan.

Aku berdiri di belakang Charlotte, menyaksikan adegan itu dengan hati yang berat. Rasa putus asa yang mengalir dari Charlotte terasa sangat menyakitkan, bahkan untukku yang hanya menjadi saksi. Sementara itu, Lewis tetap berdiri di dekat pintu, wajahnya serius dan penuh perhatian. Tuan Leonardo, yang sejak awal tampak tenang namun penuh kecemasan, kini berdiri di sudut ruangan, menatap pemandangan memilukan di depan matanya dengan tatapan kosong. Aku bisa merasakan betapa hancurnya hatinya melihat kondisi istrinya dan putrinya yang terluka secara emosional.

Aku melangkah mendekat, berusaha menawarkan sedikit ketenangan. “Charlotte…” bisikku, suaraku pelan, mencoba meredakan tangisannya. Tapi aku tahu, tak ada kata-kata yang bisa menghibur hatinya saat ini. Nyonya Minerva berada di ambang kematian, dan Charlotte baru sekarang melihat betapa parah kondisi ibunya.

Charlotte terus menangis, isaknya memenuhi ruangan yang sunyi itu. Ia menundukkan kepalanya, memeluk tubuh ibunya yang kurus dan dingin. Aku melihatnya menggigil, bukan karena udara dingin, tapi karena ketakutan dan rasa sakit yang tak terlukiskan.

Tuan Leonardo akhirnya melangkah maju, berdiri di sebelah ranjang dengan tatapan berat. Suaranya pelan dan terdengar lelah saat ia berbicara, “Aku tidak ingin kau melihatnya seperti ini, Charlotte… Aku ingin melindungimu dari rasa sakit ini.”

Charlotte, masih terisak, mengangkat kepalanya. Tatapannya penuh dengan air mata, tetapi di balik itu ada kemarahan yang jelas. “Mengapa, Ayah? Kenapa harus aku yang disembunyikan dari semua ini? Ini ibuku! Ibu sedang sekarat dan aku bahkan tidak diberi kesempatan untuk bersamanya?”

Tuan Leonardo menarik napas panjang, menundukkan kepalanya. “Karena aku tahu kau akan hancur melihat kondisinya seperti ini… Aku ingin menyelamatkanmu dari penderitaan ini.”

“Tapi aku berhak tahu! Berhak berada di sini, di sisinya!” Charlotte menangis lebih keras, suaranya memecah kesunyian ruangan. “Kenapa harus menunggu sampai semuanya terlambat? Kenapa Ayah tidak memberitahuku lebih awal?”

Tuan Leonardo tak bisa menjawab, hanya diam dengan tatapan penuh penyesalan.

Lewis, yang masih berada di dekat pintu, akhirnya membuka suara, “Charlotte… Kami semua berpikir seperti itu, bahwa mungkin jika kau tidak melihatnya, kau akan lebih kuat… Tapi aku rasa kami semua salah. Kau lebih kuat dari yang kami kira.” Tatapan Lewis berubah lebih lembut, senyumnya samar di bibirnya. “Kami butuh kekuatanmu sekarang.”

Charlotte memandang ke arah Lewis, air matanya masih mengalir. Tapi ada sesuatu dalam kata-katanya yang menyentuhnya. Perlahan, tangisannya mereda, meskipun isakannya masih terdengar.

Aku melangkah mendekat, berdiri di samping Charlotte, menatap Nyonya Minerva yang terbaring tak berdaya. “Charlotte, ini bukan akhir… Mungkin kondisinya parah, tapi kita masih punya waktu. Aku di sini untuk membantu. Kita bisa berusaha bersama-sama.”

Charlotte menatapku dengan mata yang penuh harapan dan keputusasaan. “Kau pikir… kau bisa menyelamatkannya, Pak Guru?”

Aku mengangguk pelan. “Aku tidak akan berjanji, tapi kita tidak akan menyerah tanpa mencoba.”

Charlotte menggenggam tangan ibunya lebih erat, lalu dengan suara yang lebih tenang namun penuh tekad, ia berkata, “Aku akan melakukan apa pun. Tolong, selamatkan ibuku.”

Tuan Leonardo, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara dengan suara serak. “Jika ada sesuatu yang bisa kau lakukan, Arthur, maka aku memohon padamu… lakukanlah. Aku rela melakukan apa pun.”

Lewis juga melangkah maju, matanya serius dan penuh keyakinan. “Kami semua di sini untuk berjuang bersama, Pak Guru. Apa yang perlu kami lakukan, kami akan melakukannya.”

Aku menghela napas dalam-dalam, merasa beratnya situasi ini menekan di pundakku. Kutukan yang menimpa Nyonya Minerva bukanlah hal yang mudah diatasi. Tapi dengan semua orang di sini, aku tahu bahwa kami setidaknya memiliki peluang untuk melawan.

Saat suasana di ruangan semakin tegang, tiba-tiba terdengar suara yang sangat lemah dari ranjang. Nyonya Minerva, yang sejak tadi terbaring diam seperti tanpa kesadaran, membuka matanya perlahan. Mata yang tadinya tampak kosong kini berusaha fokus, berusaha mencari sosok yang sangat dikenalnya.

"Charlotte…" Suaranya serak, hampir tak terdengar, seperti bisikan yang dihembuskan angin.

Charlotte, yang tadi masih terisak, terkejut mendengar ibunya berbicara. "Ibu?" suaranya bergetar saat ia mendekatkan wajahnya pada ibunya. "Ibu, aku di sini."

Dengan susah payah, Nyonya Minerva mengangkat tangannya yang lemah, menyentuh wajah putrinya dengan jari-jari kurusnya. "Maafkan ibu… Maafkan ibu yang tidak memberitahumu," ucapnya terbata-bata, setiap kata seperti memerlukan usaha yang luar biasa.

Charlotte memeluk tangan ibunya dengan penuh kasih, air mata kembali mengalir di pipinya. "Tidak, ibu… Aku yang seharusnya meminta maaf karena tidak berada di sini lebih awal… Aku seharusnya lebih memahami apa yang terjadi."

Nyonya Minerva tersenyum lemah, senyum yang penuh rasa cinta meski tubuhnya hampir tak mampu lagi bergerak. "Kau anak yang kuat… Selalu begitu… Jangan biarkan rasa bersalah menghancurkanmu."

Aku dan yang lain hanya bisa berdiri terdiam, menyaksikan momen penuh emosi ini. Tuan Leonardo berusaha menahan emosinya, namun jelas terlihat betapa berat beban yang dia tanggung melihat istrinya dalam kondisi seperti ini.

Nyonya Minerva lalu mengalihkan pandangannya padaku, tatapannya lembut namun jelas. "Arthur… Kau selalu punya harapan. Aku tahu kau akan menemukan cara…" beliau selalu percaya padaku bahkan saat pertama kali aku bertemu dengannya.

Aku membalas tatapannya, merasa beban tanggung jawab semakin besar. "Aku akan melakukan apa pun yang aku bisa, Nyonya Minerva. Aku tidak akan menyerah."

Minerva tersenyum lemah, suaranya semakin pelan. "Terima kasih... Tapi ingatlah, takdir kadang tak bisa diubah... Namun, selama masih ada cinta dan keberanian, tidak ada yang sia-sia."

Charlotte menunduk lebih dalam, memeluk ibunya erat, seolah-olah tidak ingin melepaskannya lagi.

Lalu sebelum lebih jauh, aku memohon izin kepada Tuan Leonardo untuk sedikit menyentuh tubuh istrinya, tentu saja karena itu akan sangat tidak sopan kalau aku langsung main sentuh saja. Ku tatap wajah Tuan Leonardo, mencari jawaban atas pertanyaanku dan beliau seolah berkata 'lakukan saja apapun itu!'

Aku melakukan diagnosa menggunakan penglihatanku, kutukan yang Nyonya Minerva derita seperti kanker, sebuah penyakit mematikan dari dunia ku sebelumnya, sebelum aku bereinkarnasi ke dunia ini, aku bahkan tidak tahu apakah di dunia ini ada penyakit kanker juga. Saat aku memperhatikan dan menyentuh beberapa bagian tubuh Nyonya Minerva seperti mengecek denyut nadinya, Mordraxx berbicara padaku menggunakan telepati kalau dia menemukan hal yang ganjil dari Nyonya Minerva.

Aku menarik napas dalam-dalam, menyadari betapa pentingnya setiap langkah yang akan kuambil. Sebelum bertindak lebih jauh, aku memohon izin kepada Tuan Leonardo untuk menyentuh tubuh istrinya. Meskipun situasinya mendesak, aku tetap merasa tak pantas jika langsung menyentuh tanpa izin.

Aku menatap Tuan Leonardo, berharap jawaban darinya. Mata kami bertemu, dan di sana, di balik sorot lelah dan putus asa, aku seolah mendengar jawabannya tanpa kata-kata—"Lakukan apa pun yang perlu kau lakukan."

Dengan sedikit anggukan dari Tuan Leonardo, aku mendekati Nyonya Minerva, tangan sedikit gemetar karena rasa hormat dan beban yang kurasakan. Perlahan, aku menyentuh pergelangan tangannya, merasakan denyut nadinya yang sangat lemah. Aku memfokuskan penglihatanku, melakukan diagnosa yang selama ini telah kulatih dengan baik. Kurasakan aura kutukan yang mengalir di tubuhnya, hampir seperti jaringan yang tak terlihat, menyelimuti organ-organ vitalnya.

Ketika aura itu mulai memancar, perasaan tak nyaman muncul. Kutukan ini... terasa familiar. Seperti kanker—sebuah penyakit yang menghantui kehidupan di duniaku sebelumnya. Penyakit yang perlahan-lahan menggerogoti kehidupan seseorang, tanpa ampun, tanpa tanda-tanda jelas hingga terlambat. Di dunia ini, aku belum pernah mendengar penyakit serupa, tapi gejalanya… tanda-tandanya begitu mirip. Rasanya seperti aku terjebak antara dua dunia.

Saat aku menyentuh beberapa bagian tubuh Nyonya Minerva untuk memeriksa lebih lanjut—pergelangan tangannya, lehernya, dan di sekitar jantungnya—sebuah suara terdengar di dalam kepalaku.

"Arthur, ada sesuatu yang aneh di sini," suara Mordraxx bergema dalam pikiranku. Telepati nya selalu tajam dan langsung ke intinya.

Aku menegang sejenak. "Apa yang kau temukan, Mordraxx?"tanyaku dalam hati.

Belum sempat aku berkata lebih jauh, Mordraxx muncul di hadapanku dalam bentuk kecilnya yang menggemaskan, bukan sebagai naga kegelapan yang menakutkan. Lewis dan Tuan Leonardo langsung terkejut, dan Lewis bahkan mengeluarkan kuda-kuda bertarung, karena meski Mordraxx kecil, aura gelapnya tetap terasa kuat.

Aku segera menjelaskan, “Jangan khawatir, Lewis. Ini adalah familiarku, Mordraxx.”

Namun, Lewis tampak bingung. “Familiar? Maksudmu makhluk mengerikan itu?”

Aku mengangguk. “Ya, meski tampaknya kecil, kekuatannya sangat besar. Mordraxx tahu banyak tentang kutukan dan sihir gelap.”

Mordraxx, yang mendengar percakapan ini, menambahkan dengan nada sinis, “Hmph, makhluk mengerikan, katanya? Aku lebih suka disebut ‘menawan’.”

Lewis akhirnya menurunkan posisinya, meski tetap waspada. “Baiklah, tapi tetap hati-hati.”

Tuan Leonardo, kini lebih tenang, menatap Mordraxx dengan rasa ingin tahu. “Jadi, familiar ini benar-benar memiliki kekuatan besar?”

Aku mengangguk. “Benar. Mordraxx akan membantu kita mengatasi kutukan ini.”

Mordraxx, dalam bentuk kecilnya yang menggemaskan, mengamati situasi dengan sinis. Dengan nada meremehkan, dia berkata, “Kutukan ini? Ah, ini seperti kulit kacang bagi aku. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Semua orang di ruangan memandang dengan cemas saat Mordraxx melayang di atas ranjang Nyonya Minerva, aura gelap di sekelilingnya semakin intens. Aku merasakan ketegangan di udara. Dengan penuh percaya diri, Mordraxx mulai melakukan aksinya.

“Biarkan aku menunjukkan caranya,” ucap Mordraxx sambil membuka mulut kecilnya. Energi gelap di sekitar tubuh Nyonya Minerva tampak seperti kabut hitam yang mulai berkumpul menuju Mordraxx. Proses ini mirip dengan bagaimana magnet menarik logam, namun jauh lebih dramatis dan berkilauan.

Charlotte, Tuan Leonardo, dan Lewis menatap dengan takjub saat kekuatan gelap itu menarik diri dari tubuh Nyonya Minerva, seperti benang-benang hitam yang ditarik ke dalam tubuh Mordraxx. Aku bisa merasakan ketegangan perlahan mengendur di ruangan saat kutukan mulai menghilang.

Tuan Leonardo, yang sebelumnya tampak tertekan, akhirnya mengeluarkan napas panjang penuh lega. “Apakah ini benar-benar berhasil?” tanyanya dengan penuh harapan.

Mordraxx menutup mulutnya, tampak puas dan sedikit sombong. “Selesai! Kutukan ini sudah dihapus. Seharusnya wanita ini akan merasa lebih baik dalam waktu dekat.”

Charlotte menatap ibunya dengan harapan. Melihat Nyonya Minerva tampak lebih tenang, dia hampir tidak bisa menahan air matanya. “Ibu, bagaimana rasanya?” Charlotte bertanya, hampir tak percaya dengan apa yang terjadi.

Nyonya Minerva membuka matanya, sedikit lebih hidup. “Aku… merasa lebih baik. Terima kasih,” katanya dengan suara yang lebih kuat daripada sebelumnya.

Aku berbalik melihat Mordraxx, yang tampaknya bangga dengan karyanya. "Kau memang hebat, Mordraxx. Kau benar-benar naga penguasa kegelapan," kataku, memberikan pujian yang tulus.

Mordraxx menyeringai dengan sombong. "Ah, itu hanya pekerjaan kecil. Kutukan ini adalah kutukan kuno yang sering digunakan oleh raja iblis zaman dulu. Bagiku, itu sudah basi. Bahkan anak naga bisa menghadapinya dengan mudah."

Aku tertawa kecil, terkesan dengan kepercayaan diri Mordraxx. "Kau benar-benar tidak pernah kehabisan cara untuk membuat segalanya terlihat mudah, ya?"

Mordraxx hanya mengibaskan ekornya ke arahku dengan sikap acuh tak acuh. "Itulah yang aku lakukan. Sekarang, kalau tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, aku akan istirahat sejenak. Menjadi pahlawan itu melelahkan." Mordraxx lalu terbang ke pundakku dan bertengger.

Nyonya Minerva, yang kini terlihat lebih tenang, menggenggam tangan Charlotte dengan lembut. Charlotte menatap ibunya dengan penuh rasa syukur dan keharuan. Saat dia menoleh kepada Tuan Leonardo, air mata kebahagiaan mulai mengalir di pipinya.

Tuan Leonardo, matanya penuh haru, mendekati ranjang dan memandang istrinya dengan penuh kasih sayang. “Minerva, aku... aku sangat bersyukur kau ada di sini dengan kita. Aku tidak tahu bagaimana harus mengungkapkan betapa berartinya ini bagiku.”

Nyonya Minerva menatapnya dengan mata lembut. “Leonardo, aku juga sangat bersyukur. Aku merasa jauh lebih baik. Aku tahu betapa kerasnya kau berjuang untukku, dan sekarang kita mendapatkan kesempatan baru.”

Charlotte, dengan suara penuh emosi, menambahkan, “Ayah, Ibu, aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpa kalian, aku sangat bersyukur kutukan ibu sudah terangkat ”

Tuan Leonardo menunduk, suaranya bergetar. “Aku tidak pernah merasa begitu putus asa seperti saat itu. Melihatmu dalam keadaan seperti itu... itu membuat hatiku hancur. Dan sekarang, melihatmu lebih baik, aku benar-benar tidak bisa mengungkapkan betapa terharunya aku.”

Nyonya Minerva menarik tangan suaminya ke arah wajahnya, penuh rasa terima kasih. “Kita harus berterima kasih pada Arthur dan familiarnya, kalau tidak ada dia mungkin aku benar-benar akan mati di ranjang ini hari ini.”

Charlotte menoleh kepada kami, air mata masih mengalir di pipinya. “Aku hanya ingin mengatakan terima kasih dari lubuk hatiku. Pak guru telah memberi kami harapan baru. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jika semuanya tidak berakhir seperti ini.”

Tuan Leonardo menoleh kepadaku dengan mata bersinar penuh rasa syukur. “Kau telah menyelamatkan istriku yang sangat kucintai, aku berhutang padamu Pak Guru Arthur!”

Aku merasa hangat mendengar kata-kata Tuan Leonardo. “Saya hanya melakukan apa yang bisa saya lakukan, lagipula Mordraxx lah yang mengangkat kutukan itu. Yang terpenting adalah Nyonya Minerva sekarang bisa pulih dan kembali bersama keluarga. Itu sudah lebih dari cukup.”

Charlotte memeluk ibunya lebih erat, wajahnya dipenuhi kebahagiaan dan kelegaan. Tuan Leonardo, Nyonya Minerva, dan Charlotte semua menatap ku dengan penuh rasa syukur. Suasana di ruangan menjadi penuh harapan dan kehangatan.

1
~YUD~
lajrooot!!
Ned: entar dulu ye kasih Ned nafas dulu wkwkwk...
total 1 replies
Ned
Parah nich, dari pagi tadi update eh kelarnya sore
~YUD~
di festival lunaris ini Arthur bakal ikut main apa cuma jadi guru pengawas doang?
Ned: Jadi pengawas doang, tapi....ada tapi nya hehe/CoolGuy/.... tungguin apa yang bakalan terjadi di sana
total 1 replies
~YUD~
nanti Arthur sama Brandon bakal duel gak author?
Ned: Ya tunggu aja tanggal mainnya
total 1 replies
Gamers-exe
kirain masamune date 👍🗿
~YUD~
nanti Charlotte sama Arthur bakal saling cinta gak author?
Ned: Yakin gak ada yang mau sama Celestine nih /CoolGuy/
「Hikotoki」: betul sekali, jadi meski charlotte umur 16 masih available buat dinikahi
total 8 replies
Erwinsyah
mau nabung dulu Thor🤭
Ned: Monggo silakan, jangan lupa vote dan rate bintang 5 nya kakak
total 1 replies
~YUD~
apa tuh yang segera terungkap?
Ned: apa tuh kira-kira hehehe
total 1 replies
R AN L
penasaran sekali reaksi murinya lihat kekuatan asli guru ny
Ned: tar ada kok, tunggu aja tanggal main nya heheh
total 1 replies
Ned
Update diusahakan tiap hari, setidaknya akan ada 1 BAB tiap hari...kalo Ned bisa rajin up mungkin 2-3 BAB...

Minggu Ned libur
R AN L
di tunggu up ny
Ned: kalo gak berhalangan tiap hari update, Ned usahakan ada 1 chapter update lah minimal sehari....Minggu kayaknya libur...doain aja Ned bisa nulis terus
Ned: kalo gak berhalangan tiap hari update, Ned usahakan ada 1 chapter update lah minimal sehari....Minggu kayaknya libur...doain aja Ned bisa nulis terus
total 4 replies
R AN L
Luar biasa
vashikva
semangatt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!