Di tengah reruntuhan planet Zefia, Arez terbangun dari tidur panjangnya—sebuah dunia yang hancur akibat bencana besar yang dikenal sebagai Bang. Setiap seratus tahun, planet ini mengalami Reset, sebuah siklus mengerikan yang membawa kehancuran, memunculkan monster, dan membangkitkan kejahatan dari masa lalu. Dunia di mana perdamaian tak pernah bertahan lama, di mana peradaban selalu bangkit hanya untuk jatuh kembali.
Arez, seorang pahlawan yang terlupakan, bangkit tanpa ingatan tentang masa lalunya. Digerakkan oleh naluri untuk melindungi Zefia, ia harus bergabung dengan para Refor, pejuang pilihan yang memegang kekuatan elemen untuk menjaga keseimbangan dunia. Namun, Arez tidak menyadari bahwa ia adalah kunci dari siklus kehancuran yang terus berulang. Monster dan musuh dari masa lalu mengenali jati dirinya, tetapi Arez terjebak dalam kebingungan, tak memahami siapa dirinya sebenarnya.
Apakah di@ adalah penyelamat dunia, atau justru sumber kehancurannya? Apakah Arez akan berhasil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daffa Rifky Virziano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemandu
Erlana dan Arez akhirnya menemukan sebuah bar dengan penginapan di lantai atas. Begitu mereka masuk, suasana bar terasa riuh, penuh dengan penduduk desa yang sedang menikmati minuman mereka. Beberapa sudah tampak mabuk, dan ketika Arez dan Erlana melangkah masuk, mereka segera disorot oleh tatapan sinis dari beberapa orang di sudut-sudut ruangan. Erlana mencoba mengabaikan tatapan itu, tetapi dia tidak bisa menghindari rasa tidak nyaman yang merayap.
Arez, yang lebih tenang, berjalan dengan percaya diri menuju resepsionis. Di sana, seorang wanita berambut panjang dengan telinga kelinci tersenyum menyambut mereka. “Selamat malam, Tuan dan Nyonya. Apa kalian ingin memesan kamar untuk honeymoon?” Wanita itu tersenyum penuh arti, menatap keduanya dengan pandangan yang menggoda.
Erlana dan Arez saling menatap canggung, wajah mereka memerah seketika. “Ah, tidak, tidak. Kami hanya ingin memesan satu kamar untuk istirahat malam ini,” jawab Erlana cepat, mencoba menyembunyikan rasa malunya. “Kami akan berangkat ke Kasios besok pagi.”
Wanita kelinci itu terkekeh pelan, “Oh, tentu saja. Maaf atas kesalahpahaman. Satu kamar untuk malam ini. Silakan, kuncinya,” katanya sambil menyerahkan sebuah kunci. “Nikmati malam kalian.”
Setelah berterima kasih, mereka berdua menuju tangga menuju kamar di lantai atas. Namun, sebelum mereka sempat mencapai tangga, seorang wanita bertelinga kucing yang cantik tiba-tiba muncul dari kerumunan dan dengan sengaja menabrakkan dirinya ke Arez. “Ah, maaf!” ucap wanita itu, suaranya manis dan sedikit menggoda.
Arez tersenyum canggung. “Tidak apa-apa.”
Wanita itu mengedipkan mata ke arah Arez, lalu melirik Erlana, seolah menilai. “Wah, kalian berdua sepertinya ingin pergi ke Kasios, ya?” tanyanya dengan nada yang sedikit menggoda.
Erlana yang sudah merasa tak nyaman sejak masuk ke bar ini segera menjawab dengan nada tegas, “Ya, Ada perlu apa?”
Wanita bertelinga kucing itu tersenyum miring, jelas menikmati ketegangan yang muncul. “Oh, aku hanya penasaran setelah mendengar percakapan didepan tadi, Kasios tempat yang indah, tetapi juga berbahaya untuk orang-orang yang tidak siap,” katanya sambil menyapu rambutnya ke belakang dengan gerakan yang anggun. “apa kalian sudah dapat kapal untuk besok?, Jujur saja besok tak ada keberangkatan satupun loh..tak akan ada yang mau berlayar”
"Eh serius ???" Erlana Terkejut betanya-tanya.
Arez, yang menangkap ketegangan antara Erlana dan wanita itu, segera mencoba mengakhiri percakapan. “Benarkah?Memang ada apa?.”
Wanita itu mendekat sedikit, suaranya menjadi lebih pelan namun tetap terdengar penuh misteri. "Besok adalah Hari Ombak Laut, hari pertarungan wilayah bagi ras kami. Tidak ada kapal yang berlayar di hari itu, kecuali…"
"Apakah kamu bisa membantu kami berlayar?" tanya Arez langsung, meskipun Erlana terlihat semakin curiga.
"Ya, tentu saja. Tapi harganya tidak murah," jawab wanita itu dengan senyum menggoda.
"Berapa Novac yang kau butuhkan? Kami bisa membayarnya," ujar Arez tanpa ragu.
Wanita itu menggeleng. "Bukan soal uang, Tuan yang tampan."
Erlana berbisik dengan waspada kepada Arez, "Arez, kitA tidak bisa mempercayainya. Kita bahkan tidak tahu siapa dia."
Wanita bertelinga kucing itu tersenyum lebar. "Aku bisa mendengar kalian, loh. Namaku Camelia. Aku pemandu di sini, dan aku bisa membantu kalian."
...CAMELIA...
"Oke Camelia apa kesepakatannya??" Ucap Arez tanpa Ragu.
"Hei arez!" ucap Erlana berusaha menahan
Erlana tampak tidak setuju, tapi Arez tetap fokus pada Camelia. Camelia tertawa kecil sebelum menjawab, "Besok adalah Hari Ombak Laut, hari di mana desa-desa kami bertarung satu sama lain. Kalau kau mau membantuku sebagai petarungku, aku bisa mengatur keberangkatan kalian."
"Jadi kau ingin aku bertarung untukmu?" tanya Arez, matanya menyipit.
"Kau memang cepat paham. Aku semakin suka padamu," jawab Camelia dengan nada menggoda. "Ya, jadilah petarungku."
Erlana mendesah, merasa ini bukan ide yang bagus. "Arez, mungkin kita bisa menunggu sampai pertarungan selesai."
Namun, Arez menatapnya tegas. "Erlana, kita tidak punya banyak waktu. Aku akan melakukannya."
Erlana tampak kecewa, tapi mengangguk lemah. "Baiklah, kalau itu yang kau inginkan."
BRAK
Tiba-tiba, pintu bar terbuka dengan keras, disertai suara langkah berat. Seorang pria bertubuh besar dengan telinga serigala masuk, diikuti oleh sekelompok pria dengan wibawa mengerikan. Semua orang di bar langsung terdiam, ketegangan memenuhi udara.
Pria itu, Liloid ketua dari kelompok Noid Beast, dia tertawa sinis saat melihat Camelia. "Ah, Camelia. Kau mencoba merekrut petarung luar lagi, ya?"
"Cih, Liloid. Sepertinya kita akan bertemu di pertarungan besok," jawab Camelia, menantangnya dengan tatapan tajam.
...Liloid...
Liloid tertawa keras, disertai tawa kasar dari anak buahnya. "Berapa kali kau harus kalah, Camelia? Berapa banyak petarungmu yang harus mati untukmu, huh?"
"Kali ini apa yang akan kau pertaruhkan. Ca... Me... Li... A" ucap liloid meledek.
Camelia meNatapnya dengan penuh kebencian. "Jika aku menang, kau harus keluar dari desa ini. Dan bebaskan orang-orang yang tidak bisa bertarung yang telah kau tangkap."
"Arez mengerutkan kening, bingung. "Apa maksudmu?"
Camelia menoleh kepadanya. "Nanti aku akan menjelaskan, Arez."
Liloid tertawa lagi, nadanya penuh penghinaan. "Baiklah, aku setuju. Tapi kalau aku menang, semua orang di desa ini harus membayar pajak padaku. Dan desa ini akan jadi milikku dengan aku yang memimpin!"
Tiba-tiba, seorang pria berkepala babi di bar berdiri dan memukul meja dengan keras. "Kau pikir siapa dirimu, bajingan!"
Tanpa peringatan, Liloid melompat dan memukul pria itu dengan kejam, membuatnya jatuh ke lantai.
BUGH
"Siapa pun yang melawan akan bernasib sama seperti ini, kalian paham kan hari ombak lau adalah hari sakral ras kita" ucap Liloid sambil menjenggut pria itu.
"kau ?? apa begitu caramu melakukan sesama mu" ucap Arez yang terlihat marah.
Dia menatap Arez dengan pandangan dingin. "Dan kau, kalau Aku menang besok, aku akan mengambil kepalamu sebagai pajangan di mejaku."
"Aku setuju boss" ucap anak buah nya.
"Baiklah aku setuju ucap Arez, Mari bertarung" ucap Arez
Liloid menyeringai, lalu berjalan keluar bersama anak buahnya. "Besok, Camelia. Aku tak sabar untuk melihatmu kalah lagi."
Suasana di bar berubah sunyi setelah Liloid dan pengikutnya pergi, menyisakan ketegangan yang pekat. Camelia menarik napas dalam-dalam, pandangannya berubah muram, dan ia mengisyaratkan kepada Arez dan Erlana untuk duduk di meja di sudut ruangan yang sedikit lebih sepi.
Setelah mereka duduk, Camelia memulai ceritanya, suaranya pelan namun penuh emosi. "Hari Ombak Laut dulunya adalah tradisi yang terhormat di desa kami. Sebuah ajang pertarungan antara para petarung terbaik dari ras-ras kami, untuk mempertahankan kehormatan dan sumber daya yang dibutuhkan setiap tahun. Yang kalah harus menyerahkan sebagian harta atau apapun yang mereka miliki. Tapi..." Camelia berhenti sejenak, matanya menatap Arez dengan penuh rasa bersalah. "Liloid menyalahgunakannya."
Arez, yang duduk dengan tenang, melirik Erlana sebelum kembali menatap Camelia. "Bagaimana bisa dia menyalahgunakannya?"
Camelia menghela napas panjang, menggenggam erat tangannya di atas meja. "Liloid telah lama menjadi petarung terkuat di desa ini. Setiap kali Hari Ombak Laut tiba, dia akan memastikan dirinya menang. Dia tidak peduli dengan aturan yang sebenarnya. Dia membuat pertarungan ini hanya untuk keuntungannya sendiri. Wilayah-wilayah yang dia ambil, semua itu miliknya sekarang. Dan mereka yang tidak bisa bertarung... dianggap tidak layak hidup sebagai bagian dari ras kami." Camelia berhenti, tampak kesulitan mengucapkan kata-kata berikutnya. "Orang-orang yang tak bisa bertarung ditangkap. Mereka dipekerjakan tanpa belas kasihan, dipekerjakan hingga mereka jatuh. Aku telah melawan Liloid berkali-kali, tapi... aku selalu kalah."
Erlana, yang sejak awal bersikap curiga dan waspada, kini mulai melunak.
Camelia tersenyum pahit. "Setiap kali aku kalah, desa ini semakin menderita. Aku tidak punya pilihan lain selain terus melawan." Dia memandang Arez, matanya memohon. "Itulah mengapa aku membutuhkanmu, Arez. Aku tahu kau memiliki kekuatan yang luar biasa. Aku bisa melihatnya dari caramu membawa dirimu. Tolong, bantu aku."
Arez menatap Camelia sejenak, melihat ketulusan di matanya. Dia merasakan simpati dan dorongan untuk membantu. "Aku akan membantumu Camelia" sambil tersenyum.
Camelia Tersenyum dan kembali bercerita "Dalam tradisi ini, pertarungan adalah hukum tertinggi. Tidak ada yang bisa menantang hasil dari Hari Ombak Laut. Jika kita menang, kita bisa mengubah nasib desa ini. Kita bisa mengambil kembali wilayah yang dia kuasai dan membebaskan orang-orang yang ditahan. Tapi kalau kita kalah..." Camelia terdiam, jelas berat baginya untuk memikirkan konsekuensinya.
Arez duduk sejenak, merenung. Dia bisa merasakan beban yang dipikul Camelia, beban yang mungkin terlalu berat bagi satu orang untuk ditanggung. "Jangan khwwatir," jawab Arez akhirnya, nadanya tegas. "Aku akan bertarung besok dan kita akan mengalahkan Liloid. Kita akan membebaskan desa ini
Camelia mengangguk pelan, air mata terlihat mulai menggenang di sudut matanya. "Terima kasih. Terima kasih banyak," katanya dengan suara serak. "Kalian tidak tahu betapa pentingnya ini bagi kami semua."
Setelah beberapa saat, mereka Arez dan Erlana bangkit dari meja dan berjalan menuju kamar mereka di lantai atas. Sebelum keatas Camelia memanggil menatap Arez dan Erlana dengan senyum tipis. "Besok pagi, kita akan bertemu di dekat pelabuhan. Di sanalah arena pertarungan diadakan."
Arez mengangguk. "Baik, kita akan bertemu di sana."
Camelia tersenyum lagi sebelum melangkah perg. Arez dan Erlana masuk ke kamar mereka. Kamar itu sederhana, dengan tempat tidur kayu yang terlihat cukup nyaman dan jendela kecil yang menghadap ke pelabuhan.
Arez duduk di tepi tempat tidur, berpikir keras tentang apa yang akan dihadapi esok hari. Sementara itu, Erlana berdiri di dekat jendela, menatap keluar ke arah laut yang gelap. "Kau yakin ini ide yang bagus, Arez?" tanyanya pelan, memecah keheningan.
Arez menatapnya dari tempat tidur. "Aku tidak tahu, Erlana. Tapi aku tahu satu hal, aku tidak bisa membiarkan orang seperti Liloid terus menindas mereka. Jika ada kesempatan untuk mengakhiri ini, aku akan mengambilnya."
Erlana menghela napas dan berjalan mendekat. "Aku hanya berharap kau tahu apa yang kau lakukan." Dia duduk di sebelahnya, menatapnya dengan mata penuh kekhawatiran.
Arez tersenyum tipis, menepuk bahu Erlana dengan lembut. "Aku akan baik-baik saja. Aku pernah menghadapi yang lebih buruk."
Erlana hanya mengangguk, meskipun masih ada kekhawatiran di wajahnya. Mereka berdua kemudian berbaring, mencoba beristirahat untuk menghadapi apa yang akan datang esok hari.
Untuk tulisan bagus dan rapi melebih standar tulisan author2 di sini kebnyakan. Pendeskripsian juga sudah bagus namun aku saran lebih menerapkan showing ke konten yg ada di cerita.
Untuk Alur termasuk lambat, World Building ada untuk pengenalan cukup, ada beberapa narasi yg janggal namun untuk tidak terlalu mengganggu keseluruhan bacanya.
Saranku, lebih eksplor setting Post Apocalyptic-nya dlu baik sebelum bertemu Elara ataupun ketika baru bertemu dengannya.
Feelnya menurutku bukan seperti novel Post Apocalyptic kebnyakan dan malah seperti Novel isekai pada umumnya.
Skrng jadi emas /Facepalm/