Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Rindu tanpa temu
Sudah hampir satu bulan sejak hari itu, dan Adnan tak bisa menemukan Aruna. Sempat ada niat ingin datang ke rumah yang Ia ketahui alamatnya, namun rasanya ada yang menghalangi. Dan selama itu pula, Alice merengek bahkan kesehatannya sampai drop karena ingin bertemu dengan Aruna yang tak tahu kini dimana. Setiap hari, Adnan selalu berharap ada kebetulan yang kembali mempertemukan mereka. Ia selalu berangan-angan jika Ia bisa melihat sosok Aruna di jalan yang Ia lewati, di tempat yang Ia kunjungi, dan dimana pun Ia berpijak. Pengharapan yang terlalu besar dengan perasaan tanpa balasan.
"Dimana kamu, Aruna? Setelah berhasil mencuri hati Alice, dan bahkan perhatian saya, kamu dengan tanpa bersalahnya pergi begitu saja. Ada beribu pertanyaan yang tak bisa saya katakan, ada beribu jawaban yang tak bisa saya temukan tentang siapa kamu sebenarnya, dan apa hati kamu masih tak ada terselip sebuah nama? Kenapa di saat saya ingin mengenal kamu lebih jauh, kamu pergi tanpa pamit? Bahkan menghilang bagai ditelan bumi." Gumamnya bernada pelan dengan bersandar di kursi kerjanya seraya memejamkan mata membayangkan wajah Aruna yang sampai saat ini tak bisa ia gapai. Dimana keberaniannya menemui sang pujaan hati seperti dulu Ia menemui mendiang Istrinya sebelum menikah?
Sepulang bekerja, jam berapapun itu, Adnan selalu melewati rumah Aruna dengan sengaja. Meski tak ada keperluan di jalan tersebut, namun rasa penasarannya terlalu besar hingga Ia mengambil keputusan untuk terus mengawasi Aruna walaupun tanpa ada jejak dan petunjuk apapun. Dan yang membuatnya penasaran, mengapa ponselnya tak bisa dihubungi sampai sekarang? Apa dia menikah bersama orang lain? Atau dijodohkan tanpa sepengetahuannya? Pikiran itu sering muncul di benak Adnan, namun sebisa mungkin Ia tepis jauh-jauh.
...----------------...
Pagi ini, Adnan sudah siap pergi bekerja. Setiap Ia mengancingkan lengan kemejanya, pikiran tentang Aruna selalu terlintas. Dimana mereka akan bertemu, bagaimana kabarnya, dan seperti apa responsnya saat bertemu. Semua seperti tertata rapi di pikiran Adnan.
"Adnan..." panggil Rahayu dari ambang pintu. Sontak saja Adnan menoleh dan gegas menghampiri sang Ibu. Kekhawatiran Rahayu tak bisa ditutupi lagi. Melihat Adnan yang selalu diam, berpikir keras, dan keluar rumah yang bukan di jam kerja. Ia sendiri selalu bertanya-tanya kemana sebenarnya Adnan pergi? Mengapa setiap hari jarang ada di rumah seperti sebelumnya, tepat saat hadirnya sosok Aruna.
"Nanti pulangnya beli makanan kesukaan Alice ya! Mumpung kondisinya membaik." Ujar Rahayu kemudian.
"Alice masih nanyain Aruna, Bu?" Tanya Adnan tanpa mengiyakan permintaan Rahayu. Terlihat Ibunya itu menunduk sendu mendengar pertanyaan Adnan tersebut. Tanpa dijawab pun, Adnan sudah menerka apa yang ada di pikiran sang Ibu. "Ya sudah Bu. Adnan berangkat dulu." Sambungnya setelah tak mendapati jawaban atas pertanyaannya.
...----------------...
Aruna menggeliat di balkon kamarnya. Ia merasakan udara sejuk pagi hari setelah semalam dilanda dinginnya gerimis. Ponselnya belum Ia gunakan sama sekali sejak Aryan membelikan untuknya, dan sejak saat itu juga lelaki berstatus suaminya itu tak lagi terlihat. Hal itu tak membuatnya sedih, justru membuatnya senang dan merasa lega.
"Bu... ada kiriman untuk Ibu." Ujar Bi Ima setelah mengetuk pintu balkon terlebih dahulu. Aruna yang mendengarnya pun merasa penasaran sekaligus takut akan kiriman apa yang dimaksud.
"Untuk saya, Bi?" Tanyanya memastikan.
"Kata kurir pengantarnya, iya Bu."
"Dari siapa?" Kembali Ia bertanya sebelum menerima langsung kiriman tersebut. Ia takut jika dari Adnan, karena sejauh ini yang tahu tentang alamat rumahnya hanya Adnan saja. Dengan penuh keraguan, Aruna bergegas turun dari kamar dan menghampiri kurir yang tengah berdiri di depan rumah. Kirimannya tidak besar, namun cukup membuatnya waswas. Dari siapa? Isinya apa? Pikirannya mulai berkecamuk menerka sebuah kemungkinan. Tak bisa dipungkiri, pikirannya hanya tertuju pada Adnan seorang. Sebab tak mungkin jika Aryan yang mengirimkan sebuah hadiah lewat pengirim seperti ini.
"Dari siapa Mas?" Tanya Aruna.
"Pengirim tanpa nama Bu. Tapi di sini tertera jelas nama Ibu Aruna Lea Andita. Benar?"
"Benar, itu saya."
"Baiklah. Ibu tanda tangan di sini." Ujar petugas pengirim seraya menyodorkan sebuah kertas yang familiar di mata Aruna. Ia memang selalu menerima kiriman di rumah Oma Setya sebagai perwakilan ketika Oma tak ada di rumah.
"Bukan bom kan?" Tanyanya mengundang tawa sng petugas, apa lagi saat melihat wajah polosnya bak anak sekolah.
"Maaf Bu. Saya tidak bermaksud. Tapi sepertinya bukan. Jika Ibu masih takut, Ibu bisa membukanya di sini. Dengan saya." Dengan menurut, Aruna membuka bungkusan paket itu dan pertama kali Ia lihat adalah kartu ucapan.
"Semoga kamu suka." Ucapnya membaca tulisan tangan yang begitu rapi. Jika dari Adnan, tulisannya akan sangat jelek karena dia dokter. Persepsi orang pada dokter memang tak luput dari tulisan tangan yang sulit dimengerti orang lain. Namun, hal itu sangat mudah dimengerti oleh beberapa orang petugas kesehatan. "Bukan dari Mas Adnan sepertinya." Gumamnya kemudian. Setelah itu, petugas yang sudah memastikan penerima tidak curiga lagi, Ia berpamitan pergi.
Meski Aruna sudah memasuki rumah, Ia tak berniat memalingkan pandangannya dari benda yang ada di genggamannya. Berulang kali Ia memutar dan mencari petunjuk akan siapa yang mengirimnya benda canggih yang sama dengan hadiah dari Aryan.
"Kalau kirimannya ponsel, hanya dua orang yang bisa aku tebak. Oma, atau Mas Adnan. Tapi, tidak tertera dari mana asal pengirimnya?" Lagi-lagi Aruna bergumam sendiri sampai Ia kembali di kamar. Meski bimbang, Aruna memilih untuk menggunakan ponsel dari orang misterius ini daripada dari suaminya sendiri. Ia hanya berpikir jika ini mungkin dari Oma yang tak sabar bertukar kabar lewat ponsel lagi. Karena setiap kali Oma dan Aruna mengobrol via telepon rumah, Oma selalu mengeluh ingin melihat wajah Aruna. Dan beberapa kali juga Aruna selalu mencari alasan untuk mengelak agar Ia tak menggunakan ponsel dari Aryan.
...----------------...
"Bu Aruna sudah menerima kiriman dari anda Pak." Ujar Sania tepat sesaat setelah Ia memasuki ruangan Rio. Lelaki itu memutar kursi kerjanya sehingga kini berhadapan dengan asistennya tersebut. Ia menarik senyum manisnya kembali dan hal itu membuat Sania muak. Ia tak habis pikir jika memang Rio menginginkan Aruna yang jelas adalah istri Aryan, dan sangat mustahil digapainya. Ia pun berpikir masih banyak wanita diluar sana yang mengaguminya, baik diam-diam atau pun terang-terangan. Dan jika tidak tahu watak aslinya, mungkin Sania juga jatuh cinta pada bosnya ini. Hanya saja, Ia tak ingin menjadi salah satu korban ghosting lelaki berparas tampan paripurna yang setiap merasa mangsanya sudah berharap, Ia selalu meninggalkannya tanpa alasan. Tapi, yang membuat Sania kagum pada Rio, Ia lajang, dan murni masih perjaka meski usianya sudah hampir berkepala tiga, dan setiap saat selalu berganti wanita yang Ia ajak pacaran.
"Baguslah. Apa menurutmu dia suka hadiahku?" Tanyanya dengan antusias.
"Emm sepertinya beliau menyukainya, Pak." Jawab Sania asal. Ia sendiri tak tahu bagaimana perasaan Aruna saat menerima hadiah Rio. "Tapi, apa ini tidak akan menimbulkan masalah keluarga anda, Pak?" Lanjutnya bertanya.
"Aryan saja tidak memberitahu siapapun kalau Aruna itu istri ke duanya, lalu mengapa aku harus khawatir? Aku hanya perlu tidak tahu apa-apa saja kan? Lagi pula, mereka memperkenalkan Aruna di depan keluarga besar itu hanya sepupu Gita. Kalau nanti ada permasalahan karena aku mengincar wanita itu, kita punya cara untuk membuatnya diam. Bukan begitu Sania?" Sania yang tak ingin mendengar celotehan Rio pun hanya mengangguk saja. Namun tetap dalam hati kecilnya Ia khawatir akan apa yang terjadi kedepannya.
"Pak Rio selalu saja bertindak sembrono." Gumamnya.
...-bersambung...
gimana ya thor aruna dg Adnan
biar nangis darah suami pecundang
masak dak berani lawan
dan aku lebih S7, Aruna dg Adnan drpd dg suami pecundang, suami banci
drpd mkn ati dg Aryan, sbg istri ke 2 pula
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..