Haura, Istri Pilihan Dari Desa

Haura, Istri Pilihan Dari Desa (31)

" Mbak Lina, boleh keluar duit sebentar.Aku mau bicara berdua dengan Bima," Reva meminta MUA yang sudah sangat ia kenal itu untuk menunggu sejenak di luar.

Reva tidak mau di atur-atur. Ini hidupnya. Sekalipun ia akan menikahi laki-laki yang ia sukai sejak dulu, tapi bukan dengan cara seperti ini.

Lina yang usianya hanyansatu tahun di atas Reva itu melihat ke arah Bima dan Bima menganggukkan kepalanya.

Lina tersenyum pada Reva dan menepuk pundaknya sebelum keluar.

Reva menghembuskan nafasnya.

" Bim, ini pernikahan. Aku gak bisa main-main. Apalagi menjadi pengganti,"

" Tolong aku kali ini. Aku gak abu harus gimana lagi. Tamu sudah berdatangan. Aku gak mungkin membuat orang tuaku malu,"

Orang tuanya sebelumnya memang tidak merestui hubungan Bima dan Juli. Namun, dengan kegigihan Bima, akhirnya restu itu di dapat.

Kini, saat pernikahan sudah di depan mata,rasanya ia tak kuasa membuat orang tuanya malu.

" Aku bukan gak mau bantu. Kalau kamu minta bantuan lain mungkin masih bisa aku pertimbangkan. Tapi, ini pernikahan, Bim. Pernikahan." tekan Reva.

Pernikahan yang ia dambakan hanyalah pernikahan sekali seumur hidup. Sementara ia tahu Bima. Dia tidak akan mudah berpindah ke lain hati sekalipun di khianati. Bima tipikal laki-laki yang susah move on.

" Aku tahu. Kamu pernah bilang itu," Bima mendesah.

" Kalau kamu tahu, kenapa malah ngajak aku menikah?,"

Bima diam. Saat pikirannya buntu, ia hanya teringat Reva. Wanita yang selama ini selalu ada di sekitarnya. Sahabatnya.

" Aku akan mewujudkan keinginan mu,"

Reva hanya terkekeh mendengarnya.

" Bim, ini serius. Pernikahan bukan pacaran yang bisa putus begitu saja kalau gak cocok. Ini melibatkan Allah, Bim."

" Kamu gak percaya aku akan mewujudkan mimpimu?,"

Reva hanya menggelengkan kepalanya. Ia tak tahu jalan pikiran Bima saat ini.

" Bagaimana bisa aku menikah sekali seumur hidup jika menikah dengan kamu. Kamu hanya menjadikan aku pelarian. Kamu tidak punya perasaan apa-apa padaku. Kamu juga bukan laki-laki yang mudah berpaling ke lain hati,"

Bima bungkam. Reva sangat mengenal dirinya. Tapi, bukankah itu lebih baik. Keduanya saling mengenal luar dalam. Baik dan buruknya.

" Apa yang bisa membuatmu yakin jika aku serius dengan ucapanku?," Bima tahu, Reva tidak butuh janji. Dia butuh bukti. " Apa perlu kita buat kesepakatan?," tegasnya.

Sementara itu, para tamu undangan tampak bingung. Acara sudah molor. Akad belum juga di laksanakan.

Mereka pun mulai bertanya-tanya ada apa gerangan saat kedua orang tua Bima pergi dari sana. Di susul orang tua Reva.

" A, apa ada masalah ya?," tanya Haura.

Ia juga heran karena acara belum juga di mulai. Padahal sudah setengah jam lewat dari jadwal seharusnya.

" Gak tahu." Alkana pun sama bingungnya. Ia tidak tahu apa-apa.

Hingga akhirnya Bima dan kedua orang tuanya datang dan menduduki kursi yang sudah sediakan

Namun, kebingungan tidak lantas berhenti bahkan semakin membuat semua mengerutkan keningnya saat sang mempelai wanita masuk.

" A, itu Teh Reva Kan?," Haura mengucek matanya khawatir salah melihat.

Namun, memang benar itu adalah Reva, kakak iparnya.

" Iya itu teh Reva," jawab Alkana.

Di samping kakaknya itu ada ibunya dan ayahnya juga.

" Kenapa malah teh Reva yang menjadi mempelai wanitanya?,"

" Aku gak tahu. Pasti ada sesuatu," Alkana yakin.

" Tapi, keduanya sangat serasi," Haura malah mengagumi keduanya.

Alkana hanya diam sekalipun ia mengakuinya juga.

Perubahan mempelai pengantin wanita ini cukup menarik perhatian. Sekalipun yang datang di acara akad adalah keluarga besar saja dan beberapa kerabat dekat.

Melodi tidak ada disana karena hanyabdi undang saat resepsi saja.

...******...

" Kamu sudah dengar kalau pengantin wanitanya berubah?," tanya Anggun yang sedang berada di mobil menuju tempat acara pernikahan Bima.

Berita pergantian pengantin ini ternyata sampai juga ke luar. Bahkan para tamu undangan yang hanya mendapatkan undangan di acara resepsi pun sudah tahu kabar yang beredar.

" Iya."

" Ini mengejutkan apalagi pengantin wanitanya malah jadi kakaknya Al,"

Melodi mengangguk. Namun, tidak terlalu peduli pada apa yang terjadi. Yang ia pedulikan hanyalah rencana yang ada di dalam kepalanya.

Rencana untuk menjerat Alkana untuk bisa menjadi miliknya.

Hingga akhirnya mereka sampai di tempat acara. Melodi langsung mengedarkan pandangannya mencari sosok yang ia rindukan.

Laki-laki yang memutuskan semua jalan komunikasi mereka.

" Aku benci pada Haura. Bisa-bisanya dia tetap berada di sisi Al padahal aku sudah melakukan berbagai cara," kedua tangannya mengepal.

Melodi tidak terima dan rasanya dadanya panas saat melihat sepasang pengantin itu tampak begitu harmonis.

Anggun melihat ke arah di maksud Melodi. Dalam hati ia akui, Alkana dan Haura adalah pasangan serasi.

" Kamu sudah bawa benda yang aku mau kan?," tanya Melodi di jawab anggukan oleh Anggun.

" Good. Kita eksekusi saja," Seringai jahat menghiasi bibirnya.

Melodi duduk di mejanya namun tidak menikmati makanan atau apapun yang dipersiapkan pemilik pesta. Ia malah serius melihat gerak gerik Alkana untuk mencari celah.

Ia mulai kesal karena Haura dan Alkana tak terpisahkan. Selalu berdua. Menempel seperti perangko.

Hingga akhirnya ia tersenyum saat melihat Alkana meninggalkan Haura. Sepertinya tujuannya toilet.

" Target keluar. Ikuti dan eksekusi sekarang. Aku tunggu di tempat yang sudah kita setujui. Ingat jangan lakukan kesalahan. Aku tidak menerima kesalahan sekecil apapun,"

Klik

Melodi langsung menutup sambungan telpon setelah ia memberi perintah.

" Kamu langsung ke kamar?" tanya Anggun.

Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya dan memberikan pada Melodi.

" Hmm. Aku akan menunggunya disana." jawabnya sambil berdiri. "Thanks. Kamu memang bisa di andalkan,"

Ucap Melodi sambil memasukkan barang yang ia pesan sebelumnya. Barang yang akan membuat ia mencapai tujuannya.

" Bersenang-senang lah,"

Melodi hanya mengangguk dan meninggalkan Anggun di acara yang membosankan itu. Ia sudah punya acaranya sendiri yang pastinya akan lebih seru.

" maaf kalau aku menggunakan cara ini, Al. Kamu yang memaksaku melakukan ini," gumamnya sambil terus melangkah dengan anggun.

Sementara itu Haura mulai cemas karena Alkana tidak kunjung datang. Ini sudah cukup lama jika hanya sekedar ke toilet.

Ia menatap sekitar. Bingung harus bertanya dan meminta tolong siapa. Kedua mertuanya ada di pelaminan menemani Kakak iparnya. Sementara ia tak mengenali tamu yang hadir disana.

" La, Ikut aku. Sesuatu yang buruk terjadi pada Al." seorang pria seusia suaminya mendatanginya.

Mendengar kata buruk,Haura jadi cemay.

" Aa kenapa?" tanyanya cemas.

" ikut aku sebelum terlambat,"

Haura diam sesaat. Ia tidak berani mengikuti langkah laki-laki di hadapannya.

"Aku gak akan macam-macam, La," tegasnya

Sementara di sebuah kamar, Alkana tergeletak di atas ranjang.

" Aku dan kamu pasangan serasi. Haura tidak pantas untukmu, Al,"

Melodi meminumkan air yang sudah ia campur dengan sesuatu pada Alkana yang masih pingsan.

TBC