Rumah tangga Nada Almahira bersama sang suami Pandu Baskara yang harmonis berubah menjadi panas ketika ibu mertua Nada datang.
Semua yang dilakukan Nada selalu salah di mata sang mertua. Pandu selalu tutup mata, dia tidak pernah membela istrinya.
Setelah kelahiran putrinya, rumah tangga mereka semakin memanas. Hingga Nada ingin menyerah.
Akankah rumah tangga mereka langgeng? Atau justru akan berakhir di pengadilan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Budy alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Hugo, aku minta maaf soal kemarin," kata Nada, ia tidak enak dengan Hugo sudah jauh-jauh datang ke rumahnya tapi harus pulang kembali gara-gara suaminya.
"Aku yang minta maaf, harusnya tidak membawa pekerjaan di rumah." Hugo pun tidak enak karena membuat Nada dan suaminya bertengkar.
"Apa kalian masih bertengkar? Aku akan menemui suamimu untuk minta maaf," imbuh Hugo, dia tidak mau membuat rumah tangga seseorang hancur karena dirinya.
Nada menggelengkan kepala, "Sebelum kamu datang kami memang sudah bertengkar."
Wajah Nada berubah kecut membahas pertengkaran dengan Pandu.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Hugo cemas dengan keadaan Nada.
Nada memandang Hugo dengan tersenyum, "Aku tidak apa-apa Kok. Kau jangan cemas seperti itu."
Hugo mengangguk, dia ingin bertanya lebih banyak tapi takut mencampuri privasi orang sehingga dia mengurungkan niatnya bertanya.
"Nada, ada Pandu di luar," kata Sabrina dengan napas tersengal-sengal. "Dia memaksa mau masuk, aku sudah melarangnya."
Nada menghela napas panjang, "Biarkan dia masuk, aku mau tahu dia mau apa?"
"Nada, kenapa mereka tidak mengizinkan aku masuk? Kamu sengaja?" katanya sembari membuka pintu dengan kasar.
Pandu menggenggam tangannya, mengeratkan giginya. Tanpa aba-aba dia memukul wajah Hugo.
"Aku sudah bilang jauhi istriku! Kau tuli!" teriaknya sembari menarik kerah Hugo dan terus memukulinya.
Hugo tidak bisa memberikan perlawanan karena posisinya duduk.
"Mas Pandu, berhenti!" terika Nada sembari menarik Pandu dengan meminta bantuan Sabrina karena tubuh kekar Pandu sehingga sangat kuat.
"Kalau kamu datang hanya ingin membuat keributan, lebih baik pergi!" usir Nada dengan menunjuk ke arah pintu.
"Jadi, semua gara-gara dia?!" Pandu menunjuk Hugo dengan mengangguk-anggukan kepala.
"Maaf, ini semua salah paham. Aku hanya relasi kerjanya." Hugo membantu menjelaskan status dirinya dengan Nada.
"Benar Pandu, Pak Hugo ini adalah relasi perusahaan kami. Berhenti memukulnya, jika tidak akan menghancurkan perusahaan kami." Sabrina membatu menjelaskan kepada Pandu.
"Kalau hanya relasi, kenapa aku tidak boleh masuk?" Pandu masih curiga. Dia tidak bisa percaya begitu saja dengan omongan Hugo dan Sabrina.
Karena mereka berdua berada dipihak Nada, pasti akan menutupi semuanya.
"Ini perusahaanku, aku bebas menerima atau tidak kunjungan orang. Berhenti bersikap seperti suami." Nada mendorong tubuh Pandu.
"Ingat Mas, sampai kapan pun aku tidak akan menarik gugatan ceraiku!" cercanya. "Silakan pergi sendiri atau satpam mengusirmu!" ancam Nada.
Keputusannya bercerai dengan Pandu tidak tergoyahkan, sikapnya semakin hari membuatnya semakin yakin untuk berpisah.
"Tapi, Nada, aku datang ke mari untuk membicarakan tentang syarat yang kamu berikan." Pandu memegang tangan Nada yang langsung ditepisnya.
"Sayang, aku akan kembali ke rumah. Kita bisa tidur bersama dan ... ,"
"Cukup, Mas!" Nada memotong pembicaraan Pandu. "Aku sudah tidak minat denganmu, semua terlambat." Nada menarik pergi Pandu dari ruangannya lalu meminta karyawan cowok untuk mengusirnya.
Nada kembali ke ruanganya laku duduk di sofa dengan menutup wajahnya. Ia malu harus ribut di depan teman-temannya.
"Nad, kamu beneran gugat cerai Pandu?" tanya Sabrina sembari duduk di sampingnya.
Sabrina mengusap lembut punggung Nada, ia tidak menyangka sahabatnya benar-benar mengambil jalan itu.
Sabrina pikir Nada tidak akan berani mengambil langkah itu, karena selalu takut dengan statusnya.
Nada mengangguk "Aku tidak kuat lagi Sab, dia terus meminta aku mengerti. Tapi, tidak mau mengertiku." Nada mulai menangis. Sabrina memeluk sahabatnya itu erat.
Ia terus menguatkan dan mendukung keputusan yang dia ambil.
...----------------...
"Pak Hugo, saya mewakili Nada meminta maaf. Karena kejadian hati ini." Sabrina menundukan kepalanya.
"Tidak apa-apa. Panggil saja saya Hugo sama seperti kamu memanggil Nada," pinta Hugo, agar tidak terlalu formal.
"Boleh aku tanya sesuatu tentang Nada?" tanya Hugo.
Sabrina terdiam, dia sudah janji untuk tidak menceritakan kepada semua yang sudah di curhatkan Nada untuknya.
"Aku tidak bisa menjawab terlalu banyak," Sabrina menatap Hugo.
Hugo tersenyum dengan menganggukkan kepala, tandanya paham.
"Kenapa Nada ingin bercerai dengan suaminya? Bukan kah dia sangat mencintai suaminya?" Hugo penasaran.
Dia melihat Nada baik-baik saja, dia juga tidak pernah mengatakan hal-hal buruk tentang suaminya. Dia menceritakan hal-hal yang membuatnya bahagia.
"Iya, karena Pandu tidak mau menyentuh Nada dan mertuanya yang terus mencampuri urusan keluarganya," kata Sabrina dengan kesal.
"Suaminya, tidak mau menyentuh orang secantik Nada?" Hugo heran dan merasa aneh dengan Pandu. Bisa-bisanya menyia-nyiakan orang secantik Nada.
"Begitulah orang yang tidak pernah bersyukur. Nada yang keren saja masih dia selingkuhi, dia terlalu mendengarkan ibunya," katanya lalu menutup mulutnya, dia terlalu jengkel sampai kelepasan dan bicara terlalu banyak.
"Tunggu, kamu bertanya macam-macam apa memiliki tujuan lain?" Sabrina merasa ada yang aneh dengan Hugo. Dia menduga kalau Hugo ingin mendekati Nada.
"Aku hanya sedih dulu Nada gadis yang ceria, tapi sekarang senyumannya pun sangat dipaksakan." Hugo merubah raut wajahnya menjadi prihatin.
"Kamu kenal dengan Nada?"
"Sangat kenal, dia adalah teman sekelasku dulu," katanya dengan tersenyum mengingat masa SMAnya.
"Kamu, Hugo Dwi Marwan?" Sabrina menanyakan nama panjang Hugo.
"Iya, kok kamu tahu?" Hugo menatap Sabrina heran karena hanya teman satu kelasnya saja yang tahu nama pandangnya.
Sabrina melongo lalu menutup mulutnya, pantas saja Nada mengatakan akan terus bekerja sama dengan Hugo. Ternyata cinta pertamanya.
"Sabrina, apa kita pernah kenal?" tanya Hugo.
Sabrina menggelengkan kepala, "Nada yang cerita."
"Nada cerita apa tentangku?" Hugo penasaran, dia ingin tahu cerita seperti apa yang dia ceritakan kepada orang lain tentangnya.
"Kamu cinta pertamanya, dia memendam perasaan yang lama untukmu." Sabrina menjawab dengan jujur.
"Benarkah?" Hugo terbelalak mendengar dirinya menjadi cinta pertamanya. Dia tak menyangka jika cintanya dulu terbalas. Andai dulu dia berani mungkin saja saat ini mereka bisa bersama.
"Iya, tapi jangan bilang sama Nada. Aku pasti kenna pukul karena mengatakan semua ini," kata Sabrina.
"Kamu tenang saja, aku akan menyimpannya rapat-rapat. Andai aku tahu perasaan Nada kepadaku dulu," dengusnya. Memang penyesalan datang belakangan.
"Jangan bilang, kamu juga suka dengan Nada?" Sabrina menggeser tubuhnya. Jika benar maka akan menjadi seru kisah percintaan sahabatnya.
Hugo mengusap tengkuknya, wajahnya memerah karena malu.
"Beneran, kamu suka?" Sabrina kembali di buat terheran-heran.
"Nada pasti bahagia cinta pertamanya ternyata terbalas," batin Sabrina.
"Tunggu dulu, kamu mengatakan semua ini bukan karena tahu Nada ingin bercerai kan?" Sabrina berhenti bahagia. Dia mencurigai Hugo mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Hugo membuka dompetnya dan menunjukan foto dia dengan Nada yang tersimpan sejak pengambilan foto itu. Lalu menunjukan album tersembunyi di ponselnya. Foto dan Video yang berisikan Nada semua.
Sabrina bergumam, "Dia bahkan lebih bucin daripada Nada."