Maritsa tidak pernah menyangka jika nasibnya akan berubah menjadi janda..
Setelah kehilangan suaminya, Maritsa menemui beberapa rintangan dalam kehidupannya.
Bagaimana jika keluarga dari pihak mantan suami yang terus mengusik kehidupannya?
bahkan dia di tuduh merebut calon suami dari kakak iparnnya.
Mampukah Maritsa melewati semua itu?
Siapakah yang akan tetap bertahan disampingnya?
Yuk ikuti kisah Janda kuat yg satu ini..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zi_hafs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Absurd
Maritsa berharap hari ini berlalu begitu cepat. bersama rombongan, dia meninjau beberapa mesin dalam tahap uji coba yang nantinya dikirim ke perusahaannya. seperti mendapat ilmu baru, dia memperhatikan penjelasan beberapa ahli mesin. dengan kepala manggut-manggut, Maritsa dan Wijaya merasa puas dengan company visit kali ini.
Zacky sedari tadi mencuri-curi pandang ke arah Maritsa. Hanya Dion yang mengetahuinya. Asistennya itu sesekali tersenyum melihat tingkah bosnya yang aneh itu.
Setelah berkeliling sekitar 1 jam, Maritsa merasa kaki nya mulai lelah. Dia memang hanya memakin heel 3.5 cm tapi rasanya seperti habis lari maraton.
"Bu Maritsa capek?" Tanya Wijaya.
"Iya pak, lumayan. sepertinya besok saya pakai flat shoes aja."
"Ya sudah, Bu Maritsa duduk saja dulu. Saya juga mau ke toilet sebentar."
Setelah kepergian Wijaya, Zacky menghampiri Maritsa dan menyodorkan air mineral.
tanpa sadar kedua netra mereka bertemu. Zacky yang dingin dan kaku itu tiba-tiba tersenyum manis.
"Astaghfirullah, makhluk apa ini?" Batin Maritsa.
"Bu Maritsa, apakah sudah puas memandangi wajah saya?" Tanya Zacky sambil tersenyum miring.
Maritsa yang tersadar langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Emm.. Terimakasih minumnya Pak." Maritsa mendadak salting.
Beruntung Wijaya segera datang, jadi suasana canggung ini tak berlangsung lama.
Setelah berkeliling factory, mereka segera berkumpul dengan beberapa petinggi PT. Zxx. Banyak hal yang dibahas mengenai investasi ini. Berharap kedua perusahaan mendapat keuntungan dalam jumlah besar.
Sampai pada akhirnya mereka makan siang di Restoran yang sudah dibooking jauh-jauh hari oleh sekertaris Zacky.
Restorannya sejuk, ada taman dengan banyak pepohonan. Terdapat air terjun mini dan kolam ikan. Maritsa dan Wijaya menikmati suasana yang nyaman itu.
Mereka hanya makan berempat, Zacky, Dion, Wijaya dan Maritsa. Sedangkan supir yang diutus mengantar Wijaya dan Maritsa tetap berada di dalam mobil.
Makan dengan menu khas indonesia, dan pelayanan yang ramah, membut mereka betah di restoran ini.
Setelah selesai makan, Wijaya pamit ingin pergi ke toilet. Entahlah sudah berapa kali dia keluar masuk toilet. Sepertinya ada sesuatu yang salah dengan perutnya.
Maritsa masih melanjutkan sisa minuman yang di pesannya. Dia tidak berani memulai obrolan. suasananya begitu canggung.
"Ehm..Bagaimana kabar anak saya, Zyan." Zacky tiba-tiba menanyakan hal absurd.
Maritsa yang kaget, dia sampai tersedak greentea yang dia minum.
"Uhuk uhukk uhuk.."
Zacky yang sigap berdiri dan menepuk punggung maritsa dengan pelan sambil menyodorkan air mineral.
"Maaf membuat anda kaget." Zacky terlihat khawatir karena mata Maritsa mulai berkaca-kaca.
Minuman yag manis dan pekat itu berhasil membuat tenggorokan Maritsa terasa mengganjal dan perih. Dia terus batuk hingga air matanya menetes.
"Yaa salam, sakit banget tenggorokanku. Nih orang niat banget pengen membunuhku secara mendadak" Gumam Maritsa.
"Sekali lagi saya minta maaf. Apa anda baik-baik saja?" Zacky masih terlihat khawatir.
Dion yang seperti obat nyamuk hanya bisa menahan rasa ingin tertawanya. Kelakuan bos nya itu benar-benar ingin membuatnya menepuk jidat.
"I..Iya, sudah lumayan membaik." Maritsa tidak menjawab pertanyaan pertama Zacky karena dia sendiri bingung mau menjawab apa.
Mentang-mentang sudah meng-adzani Zyan, Zacky meg-klaim Zyan sebagai anaknya.
Setelah wijaya keluar dari toilet, dia terasa lemas.
"Maaf, sepertinya perut saya tidak bisa diajak bekerja sama. bolehkah saya izin pamit terlebih dahulu? Saya ingin periksa ke dokter."
Melihat Wijaya yang sedikit pucat, mereka bertiga menjadi khawatir.
"Ya sudah, Pak Wijaya bisa pergi ke dokter sekarang, biar urusan factory tour nya nanti saya yang melanjutkan. Serahkan saja pada saya." Maritsa mencoba mengalah. Dia merasa kasian melihat kondisi rekannya itu.
Wijaya akhirnya balik terlebih dahulu dengan diantar supir. Sedangkan Maritsa nanti bisa kembali bersama Zacky dan Dion.
"Hati-hati di jalan pak, hubungi saya jika Pak Wijaya sudah sampai di rumah sakit."
"Baik Bu Maritsa, sekali lagi saya minta maaf sudah merepotkan Bu Maritsa."
"Bapak tenang saja. Semua akan baik-baik saja." Maritsa kembali tersenyum. Dia sangat menghormati seniornya itu. Meskipun jabatan mereka sama, tapi Wijaya jauh lebih tua dibanding Maritsa.
Setelah kepergian Wijaya, mereka juga harus kembali ke perusahaaan. Ketika hendak memasuki mobil, ada seseorang yang memanggil Maritsa.
"Sa, tunggu.!"
Mereka bertiga menoleh serentak. Zacky dan Dion menyipitkan matanya karena merasa asing dengan orang itu.
"Maaf Mas Restu, aku harus kembali bekerja. Jadi tidak bisa berlama-lama disini."
"Tunggu, aku ingin menjelaskan sesuatu ke kamu. Apa kamu punya waktu sebentar?"
Maritsa tidak menjawab, dia malah melihat ke arah Zacky seolah meminta ijin. Zacky yang paham langsung menganggukkan kepala pelan.
"Jangan lama-lama ya mas, aku gak enak sama investor aku."
"Emm, sebenarnya aku sudah putus sama Zetta. Kami tidak jadi menikah."
Maritsa yang sudah tau, dia tidak terkejut.
"Iya aku tau."
"Oh ya?? apa Zetta sudah memberi tahu mu?"
"Bukan hanya memberi tahu, tapi dia juga memaki ku. Seolah aku yang merebut Mas Restu darinya."
"Enggak, itu gak benar. Aku sendiri yang ingin mengakhiri hubungan itu. Aku ingin kembali seperti dulu, seperti saat kita kuliah, kamu ingat kan? Aku ingin kamu membuka hati untuk ku Sa."
Maritsa yang kikuk dan bingung harus menjawab apa, dia sampai menggaruk kepalanya yang terbungkus hijab.
Zacky yang sengaja menguping pembicaraan mereka langsung menemui Maritsa.
"Maaf Tuan, Bu Maritsa harus segera kembali ke kantor. Masih banyak hal penting yang harus di selesaikan. Jadi saya harap anda bisa membiarkan Bu Maritsa pergi." Dingin, kaku dan tegas. Zacky menarik lengan Maritsa dan menyuruhnya untuk segera masuk ke mobil.
Restu yang terpaku melihat interaksi Maritsa dan investornya itu. Dia bertanya-tanya. Kenapa mereka begitu aneh. Padahal hanya partner kerja. Tapi Zacky berani menarik tangan Maritsa dan menyuruhnya masuk mobil.
***
Di dalam mobil..
"Terimakasih." Satu kata terucap dari mulut Maritsa itu membuat Zacky tersenyum tipis.
"Apakah dia salah satu penggemar anda?"
Maritsa hanya tersenyum kikuk. Dia bingung harus menanggapi pertanyaan Zacky.
Dion juga menyetir sambil senyum-senyum. Padahal bukan dia yang lagi jatuh hati, tapi dia yang merasa bahagia.
"Oh ya, pertanyaan saya tadi belum anda jawab. Bagaimana kabar Zyan. Apa dia baik-baik saja?"
"Emm, iya alhamdulillah Zyan baik."
Mereka berdua sepertinya bingung ingin mengobrol seperti apa. Keduanya tampak canggung. Mereka pun hanya diam tanpa perbincangan hingga sampai di PT. Zxx.
Zacky sebenarnya penasaran, siapa lelaki yang menemui Maritsa tadi. tapi bukan hal yang sulit baginya untuk mencari tau tentang Restu.
"Dion, cepat cari infomasi tentang lelaki itu!"
"Baik Tuan."
"Tidak sampai 10 menit, Zacky sudah mengantongi informasi tentang Restu.
"Maritsa harus lebih berhati-hati. Bisa saja ipar Maritsa nekat melakukan hal-hal tak terduga yang bisa mencelakai nya."
Seperti mendapat tugas baru, dia sekarang mulai mengawasi gerak gerik Restu dan Zetta agar tidak mencelakai Maritsa.
.
.
.
Tak terasa sudah pulul 15.00 sore, saatnya Maritsa kembali ke perusahaannya sendiri. Dia yang awalnya ingin memesan taksi online terpaksa di batalkan.
"Biar saya yang mengantar Bu Maritsa kembali ke perusahaan." Zacky menawarkan diri.
Maritsa yang merasa sungkan dia menolak secara halus. Apa kata dunia? seorang pemilik PT.Zxx mau mengantar karyawan biasa seperti dirinya.
"Maaf Pak, Bukannya saya menolak, alangkah lebih baik saya kembali memakai jasa taksi online saja. Saya tidak ingin merepotkan Pak Zacky, lagi pula Bapak pasti sibuk, banyak hal yang harus Bapak selesaikan."
"Kalau Bu Maritsa menolak, saya akan meminta Pak Rendra untuk mengutus anda mewakili perusahaan saat Company Visit disini selama kerjasama berjalan. Paling tidak sekitar 1 tahun."
Apakah ini suatu ancaman?
"Apa?? Setahun? Bisa gila aku terus-terusan ketemu dengannya." Maritsa hanya berani bergumam.
"Baik Pak Zacky, saya menerima tawaran anda, apa kita bisa berangkat sekarang?" Maritsa lebih memilih pulang semobil hari ini dengan Zacky dari pada bertemu dengannya selama setahun.
"Dengan senang hati."
Mereka berdua berjalan beriringan hingga memasuki mobil. Hal yang di luar prediksi BMKG ini membuat Maritsa canggung. Dia kembali ingat masalalu. Bukan mengingat tentang kematian Zafran dan Fiona. Tapi tentang dirinya yang harus dilarikan ke rumah sakit kerena melahirkan.
Zacky menyetir sambil tersenyum tipis. Dia tak menyangka bisa kembali berdekatan dengan Maritsa. Andai dia bisa selalu sedekat ini... Ya, dia hanya berandai-andai...
"Bu Maritsa, apakah anda sedang dekat seseorang?"
***
What?? pertanyaan absurd apalagi ini?
Bagaimana Maritsa menjawabnya?
Mampir di karyaku jg ya