NovelToon NovelToon
Dipaksa Kawin Kontrak

Dipaksa Kawin Kontrak

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Pelakor jahat
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Dini Nuraenii

Kaila tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis hanya dalam semalam. Seorang perempuan sederhana yang mendambakan kehidupan tenang, mendadak harus menghadapi kenyataan pahit ketika tanpa sengaja terlibat dalam sebuah insiden dengan Arya, seorang CEO sukses yang telah beristri. Demi menutupi skandal yang mengancam reputasi, mereka dipaksa untuk menjalin pernikahan kontrak—tanpa cinta, tanpa masa depan, hanya ikatan sementara.

Namun waktu perlahan mengubah segalanya. Di balik sikap dingin dan penuh perhitungan, Arya mulai menunjukkan perhatian yang tulus. Benih-benih perasaan tumbuh di antara keduanya, meski mereka sadar bahwa hubungan ini dibayangi oleh kenyataan pahit: Arya telah memiliki istri. Sang istri, yang tak rela posisinya digantikan, terus berusaha untuk menyingkirkan kaila.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini Nuraenii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Hujan baru saja reda. Udara malam terasa lembap dan dingin, seolah menyerap semua keheningan yang membungkus rumah mewah itu.

Kaila duduk di tepi ranjang di kamar yang disediakan untuknya, menatap kosong ke arah jendela yang masih berembun. Suara detik jam dinding terdengar nyaring di antara keheningan.

Tak ada suara dari luar. Bahkan langkah kaki pun nyaris tak terdengar. Sejak Nayla menyambut kedatangannya dengan senyuman palsu dan sindiran halus, Kaila tahu malam ini akan panjang.

Pintu kamar tiba-tiba diketuk pelan.

Klek...

Pintu terbuka perlahan. Arya muncul, mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku. Wajahnya dingin, tapi kali ini tanpa tatapan menusuk.

"Aku hanya ingin memastikan kamu sudah makan malam," ujarnya datar.

Kaila mengangguk singkat. "Sudah.tadi Mbak Diah pengurus rumah ini membawakan makanan ke kamar."

Arya bersandar di bingkai pintu. Matanya menatap ruangan, lalu berhenti pada wajah Kaila. "Maaf untuk sambutan Nayla tadi. Dia memang... tidak mudah diatur."

"Aku tidak apa-apa," jawab Kaila pelan. Tapi jelas dari nada suaranya, dia menyimpan gelisah.

Arya melangkah masuk. "Aku akan pastikan kamu tetap aman di sini. Terlepas dari semua ini kontrak atau bukan, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuhmu... atau mempermainkanmu."

"Termasuk Nayla?" tanya Kaila dengan lirih, tetapi nadanya tajam.

Arya terdiam. Satu detik. Dua detik.

"Termasuk Nayla."

Hening kembali merayap di antara mereka. Lampu gantung mengeluarkan cahaya lembut, memperlihatkan bayangan wajah Kaila yang mulai lelah. Perlahan Arya berjalan ke arah jendela, membuka tirai sedikit dan memandangi taman gelap di luar.

"Rumah ini terlalu besar untuk satu orang," gumamnya tanpa menoleh. "Tapi anehnya, saat diisi banyak orang... justru terasa makin sepi."

Kaila tidak menjawab. Kata-kata itu terasa janggal, tapi juga menyimpan kepedihan yang ia tak mengerti sepenuhnya.

Arya menoleh padanya, suaranya kembali datar namun serius. "Mulai besok, kamu ikut ke kantor. Aku tidak ingin kamu sendiri di rumah ini."

"Kenapa?" tanya Kaila refleks.

Arya hanya tersenyum tipis. "Karena aku tidak percaya siapa pun di rumah ini, kecuali diriku sendiri."

Setelah itu, ia berbalik dan berjalan keluar dari kamar. Pintu tertutup pelan, menyisakan Kaila dalam keheningan yang kembali merayap, namun kali ini terasa sedikit berbeda dan lebih berat...

.....

Pagi yang baru menyambut Kaila,entah pagi yang membawa banyak harapan baru. Atau justru pagi yang mengantar penderitaan baru untuk Kaila di kediaman Arya Satya.

Kaila duduk diam di ujung meja makan. Ia mengenakan blouse putih sederhana dan celana panjang berwarna krem.

Di hadapannya, secangkir teh hangat mulai mendingin. Suara langkah kaki terdengar mendekat.

“Pagi yang indah, ya?” ucap Nayla sambil menarik kursi dan duduk dengan elegan. Senyumnya manis, namun matanya menyimpan sesuatu yang tidak bisa ditafsirkan sebagai keramahan.

Kaila hanya mengangguk kecil. “Pagi…”

Belum sempat percakapan berlanjut, Arya turun dari tangga dengan jas sudah melekat di tubuhnya. Wajahnya serius.

“Aku harus ke bandara. Ada urusan penting di Singapura. Mungkin tiga hari.”

Kaila menatap Arya dengan sedikit kaget. “Hari ini?”

“Iya. Sekarang,” jawab Arya sambil menatap sekilas ke arah Nayla, lalu kembali pada Kaila. “Kalau ada apa-apa, hubungi aku. Jangan segan.”

Kaila mengangguk pelan. “Baik.”

Nayla menyandarkan tubuh di kursi, menatap Arya dengan senyum sinis. “Jangan khawatir. Istrimu akan kuurus dengan baik selama kamu pergi.”

Arya tidak menanggapi, hanya menatap Nayla sekilas lalu berbalik dan pergi dengan langkah panjang.

Begitu suara mobil Arya menghilang, suasana berubah drastis. Nayla berdiri dan menatap Kaila dari atas ke bawah.

“Jadi, kau pikir bisa tinggal di rumah ini hanya karena secarik kertas? Lucu,” ucap Nayla sambil mendekati Kaila.

“Selama Arya tidak di sini, aku yang berkuasa. Dan kau… bukan siapa-siapa.”

Kaila berdiri perlahan, menegakkan bahu. “Saya hanya ingin menjalani hari dengan tenang. Tidak lebih.”

Nayla tertawa kecil. “Tenang? Sayang sekali, aku tidak sedang ingin membiarkanmu tenang. Mulai hari ini, kamu yang akan mengurus semua kebutuhan pribadiku. Anggap saja latihan jadi istri yang berguna.”

“Apa maksudmu?” tanya Kaila, bingung.

“Maksudku… kamu akan membawakan sarapanku ke kamar setiap pagi, menyiapkan pakaian yang akan kupakai, dan tentu saja… membersihkan ruanganku. Paham?”

Kaila menggigit bibirnya. “Saya bukan pembantu.”

Nayla mendekat, menatap Kaila nyaris tanpa jarak. “Tapi kamu juga bukan istri, bukan? Kau hanya alat di Rumah ini. Jadi, jangan terlalu tinggi hati.”

Kaila ingin menjawab, tapi ia sadar, saat ini Arya tidak ada. Dan Nayla… bisa melakukan apa saja.

“Baiklah,” ucap Kaila akhirnya. “Jika itu membuatmu puas.”

“Bagus,” jawab Nayla sambil tersenyum menang. “Kau bisa mulai dengan membawakan sarapanku ke kamar sekarang.”

Kaila memandangi meja makan, lalu berbalik, mengambil nampan dengan tangan bergetar. Dalam diam, ia tahu tiga hari ini akan menjadi neraka kecil baginya.

Kamar Nayla – Pagi Hari

Kaila berdiri di depan pintu kamar Nayla, membawa nampan berisi sarapan lengkap. Tangan kirinya memegang gagang pintu, sementara napasnya ditarik perlahan sebelum ia mengetuk.

Tok tok tok.

“Masuk saja,” terdengar suara Nayla dari dalam. Dingin dan tidak sabar.

Kaila membuka pintu perlahan. Ruangan itu mewah dan tertata dengan gaya feminin modern. Di atas ranjang, Nayla bersandar dengan jubah tidur satin dan masker wajah setengah terbuka.

“Letakkan di meja rias,” perintahnya tanpa menoleh.

Kaila mengangguk pelan, meski tak ada yang melihatnya. Ia meletakkan nampan dengan hati-hati.

Nayla akhirnya menoleh. “Kamu ini lamban sekali, ya? Sudah berapa lama jadi Pelayan Resto ? Bahkan membawa sarapan saja masih seperti pembantu baru.”

“Saya akan memperbaikinya,” jawab Kaila tenang, mencoba menahan gejolak perasaannya.

“Memperbaiki?” Nayla tertawa pelan. “Kalau menurutku, kamu sebaiknya tidak terlalu berharap. Arya bisa saja mencampakkanmu kapan saja. Dia bukan pria yang punya kesabaran panjang. Kau tahu itu, kan?”

Kaila menatap Nayla sejenak, lalu kembali menunduk. “Kalau tidak ada yang perlu saya bantu lagi, saya permisi.”

“Siapa bilang tidak ada?” Nayla memutar matanya. “Sikat sepatuku di rak lemari. Dan setrika gaun merahku, aku mau memakainya siang ini.”

“Baik.”

“Oh, dan satu lagi,” Nayla menambahkan sambil menyeruput teh hangatnya. “Kalau kamu merusaknya… aku tidak akan segan melaporkanmu sebagai penyusup ke rumah ini. Jangan kira aku tidak bisa menciptakan drama.”

Kaila membeku sejenak, lalu menarik napas. “Saya akan berhati-hati.”

Sambil berjalan ke arah lemari, hatinya berkecamuk. Ia merasa terhina, diremehkan, dan dijatuhkan. Namun ada satu hal yang tidak boleh ia lupakan ini semua untuk kelangsungan hidupnya, dan untuk bertahan hingga kontrak itu selesai.

Kaila berdiri di dekat setrika, menggosok gaun Nayla dengan cermat. Peluh membasahi pelipisnya. Sesekali, ia menatap ke arah jendela, berharap hari cepat berganti.

“Hidup seperti ini tidak akan selamanya,” bisiknya lirih.

Dan saat itu, di dalam hatinya mulai tumbuh tekad baru ia tidak akan membiarkan Nayla menang selamanya.

1
R 💤
jangan mau kaila,
R 💤
hadir Thor 👋🏻
R 💤: siap Thor 👋🏻
Dini Nuraeni: Thanks dah mampir dan jadi yang pertama mengomentari 🥹🫶
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!