Kecelakaan maut yang menimpa sahabat baiknya, membuat Dara Asa Nirwana terpaksa menjalani nikah kontrak dengan Dante Alvarendra pria yang paling ia benci.
Hal itu Dara lakukan demi memenuhi wasiat terakhir almarhumah untuk menjaga putra semata wayang sahabatnya.
Bagaimanakah lika-liku perjalanan lernikahan kontrak antara Dara dan Dante?
Cerita selengkapnya hanya ada di novel Nikah Kontrak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter - 12
Satu pekan lebih Dara terus mendiami Dante, meski Dante sudah berulang kali minta maaf padanya.
Bagi Dara permintaan maaf Dante tak selaras dengan perbuatannya. Selama satu pekan ini Dante selalu pergi pagi, dan pulang larut malam.
Dara tahu kali ini Dante bukan pergi bersenang-senang, melainkan melakukan persiapan untuk program siaran IBL (Indonesian Basketball League). Namun tetap saja, seharusnya Dante sedikit meluangkan waktunya untuk Dion.
Tapi tidak apa bagi Dara, sebab dengan begitu Dion jadi lebih sering bertemu dengan Axel. Sehingga saat proses adopsinya selesai, ia bisa langsung mengajukan gugatan cerai tanpa menunggu waktu kontrak pernikahannya selesai, dan ia yakin jika Dion akan mendapatkan kehidupan lebih layak bersama Axel dibanding dengan Dante.
Ya, selama sepekan ini Dion selalu ikut dengannya ke toko, dan setiap pulang kerja Axel selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi toko. Meski Dion masih acuh terhadap Axel, namun Dara pikir itu adalah hal yang wajar, mereka butuh waktu untuk adaptasi.
Pagi ini seperti biasa Dara menyiapkan sarapan untuk putra tercintanya, ia sudah tidak lagi membuatkan Dion bubur halus sebab gusi Dion sudah tidak bengkak lagi, gigi susunya yang tumbuh membuat Dion semakin menggemaskan.
"Sarapannya sudah jadi," Dara menaruh satu piring bola-bola nasi diatas kursi makan Dion.
Dengan antusias Dion melahap dengan jemari mungilnya, sementara Dara duduk di sebelahnya menikmati semangkuk sereal kesukaannya.
"Ra, sampai kapan kau akan terus mendiamiku seperti ini?" tanya Dante yang tiba-tiba saja datang dan duduk di hadapan Dara.
"Dara mendongak, mengalihkan perhatian dari mangkuk serealnya. "Bukankah kita memang tidak pernah benar-benar berteman? Kenapa kau terlihat risau sekali sekarang?"
Dante mengusap wajahnya dengan kasar "Aku tahu aku salah, tapi aku sudah beranji tidak akan mengulanginya lagi. Aku akan selalu ada untuk Dion, kapan pun dia membutuhkanku."
"Bagus kalau begitu, kebetulan sekali sore ini aku mau makan malam dengan Axel," ucap Dara dengan santai.
"So-sore ini, apa maksudmu?" tanya Dante tergagap, pasalnya sore ini adalah program siaran IBL berlangsung, siang nanti ia sudah harus berada ditempat.
Dara menatap Dante dengan serius. "Axel mengajakku makan malam berdua, kemungkinan besar dia akan membicarakan soal hubungan kejenjang yang lebih serius."
"Tapi kau tahu kan jika hari ini programku akan siaran langsung?" protes Dante. "Program ini sangat penting bagiku, karirku di pertaruhkan hari ini."
"Hubunganku juga sangat penting bagiku," ucap Dara tak mau kalah. "Status kejombloanku yang sudah menahun di pertaruhkan."
Dante berdecak kesal. "Kalian bisa makan malam kapan pun..."
"Tidak bisa," potong Dara. "Aku sudah tidak bisa lagi menunggu lebih lama lagi! Ini demi masa depanku dan masa depan Dion yang lebih cerah."
Tak ingin memperpanjang perdebatan, Dara meraih tasnya di atas meja makan, kemudian beranjak dari tempat duduknya dan pergi.
Sebelumnya ia memang sudah siap untuk pergi, ia hanya tinggal menunggu Dante menyapa Dion agar bisa menitipkannya pada Dante.
"Come on, Dara. Kau tidak bisa seperti itu!" Dante berusaha mengejarnya, namun gadis itu sudah berada di teras.
Dante tak bisa melanjutkan perdebatannya, dan terlaksa membiarkan Dara pergi sebab diluar sedang banyak tetangga yang tengah mengerumuni mamang sayur.
Dante memaksakan diri untuk memberikan senyuman kepada tetangganya, sebelum akhirnya ia kembali pada Dion. "Dasar wanita menyebalkan," gerutunya.
***
Hingga menjelang siang, Dante memikirkan soal mau dititipkan Dion kemana agar ia bisa bekerja. Ia sudah menghubungi semua temannya, namun tak ada seorang pun yang senggang dan menyanggupinya.
Akhirnya Dante memutuskan untuk membawa Dion ke toko. Acaranya kan nanti malam, jadi kemungkinan siang ini Dara masih ada ditokonya, pikir Dante.
Dante pun bergegas mendatangi Dara ditokonya bersama dengan Dion.
Alangkah terkejutnya Dante saat tiba di sana dan mengetahui jika Dara sudah pergi sejak pukul 10.00 pagi tadi.
Gadis itu berbelanja dan mendatangi salon demi tampil sempurna di acara makan malam specialnya.
"Kalau begitu aku titip Dion di sini sebentar saja," pinta Dante pada pegawai toko. "Tidak lebih dari dua jam, aku akan kembali."
"Tidak bisa Pak! Hari ini aku jaga sendirian. Lili dan Fina sedang tidak masuk, aku sangat sibuk sekali," tolak Tati sembari membungkus pesanan.
"Ayolah sekali ini saja," Dante memaksa, ia mendudukan Dion dikursi bayinya di dekat meja kasir.
Dion menangis karena tau Dante akan meninggalkannya.
"Lihatlah anak bapak menangis!" protes Tati. "Aku tidak bisa menjaganya, aku sibuuuk." Gadis itu berlalu menuju dapur untuk mengambil stok roti di belakang.
Dante menghela napas beratnya, ia tak punya pilihan selain membawa Dion ketempat kerjanya. Ia menggendong Dion keluar dari toko, bocah itu tersenyum saat Dante memasukannya ke mobil.
"Sungguh Mamamu sangat menyebalkan..." tak hentinya Dante menggerutu sepanjang perjalanan, sesekali ia memukul kemudi mobil tuanya.
Hingga tiba-tiba saja mobil itu behenti jalan. "Sial, kenapa lagi mobil tua ini?" Hati Dante semakin kesal, ia kemudian turun dari mobilnya untuk memeriksa mesin.
"Harusnya tadi aku membawa mobil Max, bukan mobil sialan ini," gerutunya untuk kesian kali.
Dante tidak punya banyak waktu untuk memperbaiki mobil bututnya, ia kemudian memesan taxi online untuk mengantarnya menuju tempatnya bekerja.
Sungguh kebetulan yang tak di sangka-sangka oleh Dante, rupanya supir taxi yang ia pesan olehnya merupakan teman lamanya dan Max saat sekolah dulu.
"Hei, Roy. Kau masih suka makan gado-gado?" tanya Dante basa-basi, pada pria bertubuh besar yang duduk di bangku kemudi didepannya
"Tentu saja, aku bisa menghabiskan tiga porsi sekaligus," jawabnya sembari tertawa.
Mobil yang membawa Dante memasuki gerbang. "Di dekat sini ada gado-gado yang lebih enak dari yang biasa kita makan dulu, kau cobalah. Aku berikan berikan tip untukmu makan disana tapi kau jangan nyalakan aplikasi taximu." Dante memberikan dua lembar uang seratus ribuan.
Roy begitu senang karena Dante memberinya uang 3 kali lipat dari ongkos. "Kau baik sekali."
"Ini kartu namaku, simpan nomorku jika ada apa-apa." Ia turun dari taxi dengan meninggalkan Dion yang tengah tertidur lelap.
Baru beberapa langkah Dante berjalan, Roy langsung menyadari jika Dante meninggalkan seorang anak di dalam mobilnya. "Hei... Dante kau meninggalkan bayimu!" teriak Roy.
Dante menoleh. "Aku titip sebentar, kau bisa menjaganya sambil makan gado-gado di sana."
Roy keluar dari mobil, mengejar Dante. "Mana bisa seperti itu?" protesnya.
"Setelah selesai aku akan mentraktirmu lagi. Pertandingan ini hanya dua jam!"
"Aku supir taxi, bukan pengasuh. Bagaimana jika dia bangun?" tolak Roy.
"Tapi kau sudah memiliki tiga anak, jadi tentu kau sudah berpengalaman menjaga anak."
"Itu anakku, aku tidak suka anak-anak selain anakku sendiri."
"Aku mohon kali ini saja," Dante putus asa. "Mobilmu sangat nyaman, aku yakin Dion tidak akan bangun sampai pertandingan berakhir. Ayolah, Roy. Max juga kan temanmu."
Ngomong-ngomong soal mendiang Max, dia juga pernah membantu Roy. "Baiklah," dengan terpaksa ia menuruti permintaan Dante.
Dante hampir terlonjak senang, ia berbalik menuju pintu. Tapi sepertinya ia kelupaan sesuatu. "Gajahnya Dion," ia melempar boneka gajah ke arah Roy, setelah itu ia masuk ke ruang kerjanya.
karena saat kamu make love ama Dante kan saat itu kamu masih jadi istri sahnya Dante jadi tentu itu seharusnya gak ada masalah seeh
kok saya juga ikutan kepo neeeh💃💃💃
lalu mereka gak pakai cerai dulu gitukah?
kok Dara dan Dante langsung pulang ke rumah mereka sendiri-sendiri gitu
apa kamu gak capek karena seharian nangis mulu tuuuuh?
apa dengan menangis seharian, kamu bisa membuat Dion kembali ke pelukan kamu?
jawabannya: enggak kan Ra....