Berawal dari pertemuan singkat di sebuah mal dan memperebutkan tas berwarna pink membuat Aldo dan Tania akhirnya saling mengenal. Tania yang agresif dan Aldo yang cenderung pendiam membuat sifat yang bertolak belakang. Bagaikan langit dan bumi, mereka saling melengkapi.
Aldo yang tidak suka didekati Tania, dan Tania yang terpaksa harus mendekati Aldo akhirnya timbul perasaan masing-masing. Tapi, apa jadinya dengan Jean yang menyukai Aldo dan Kevin yang menyukai Tania?
Akhirnya, Aldo dan Tania memilih untuk berpisah. Dan hal itu diikuti dengan masalah yang membuat mereka malah semakin merenggang. Tapi bukan Aldo namanya jika kekanak-kanakan, dia memperbaiki semua hubungan yang retak hingga akhirnya pulih kembali.
Tapi sayangnya Aldo dan Tania tidak bisa bersatu, lantaran trauma masing-masing. Jadi nyatanya kisah mereka hanya sekadar cerita, sekadar angin lalu yang menyejukkan hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis Agresif
Bel masuk telah berbunyi. Siswa-siswi sudah memenuhi kelas masing-masing. Tania sudah berada di dalam kelasnya dan duduk di samping Amanda. Wajah gadis itu sekarang menjadi lebih segar, tidak terlihat kelelahan dan kucel. Tubuhnya juga sekarang mengeluarkan aroma wangi. Apa mungkin Tania benar-benar mandi di sekolah?
Sebelum guru masuk murid-murid mempersiapkan buku dan bolpoin untuk belajar. Kecuali Tania, dia sibuk berkaca pada cermin milik Nabilla.
"Tan, lo beneran mandi?" tanya Amanda.
"Enggaklah, pas gue masuk toilet banyak anak-anak. Jadi gue sebagai makhluk Tuhan yang baik enggak mandi karena takut mereka kebelet."
"Terus, kalau nggak mandi lo balik lagi?" tanya Nabilla dari belakang yang sedikit mencondongkan kepalanya.
"Enggak, gue cuman cuci muka aja. Terus gue minta parfum sama salah satu anak."
Amanda dan Nabilla saling pandang. Tania memang tidak tahu malu. Suka melakukan hal-hal yang kadang di luar dugaan, atau melakukan kecerobohan yang sangat fatal. Tania memberikan cermin pada Nabilla.
Ibu Jihan masuk ke dalam kelas dengan membawa setumpuk buku di tangan kirinya. Kacamata kotak dan bibir merah seperti bunga mawar menjadi salah satu ciri khas guru tersebut.
"Good morning, students!"
"Morning, Miss!"
Siswa-siswi kembali sigap. Ibu Jihan menatap seisi kelas dengan kacamata kotaknya setelah menaruh buku di atas meja guru. "Okay, please collect your English assignments at the table!"
Para murid bergegas mengumpulkan tugas bahasa Inggris di meja guru. Tania merogoh tasnya, mencari di mana buku tugas bahasa Inggrisnya. "Kok nggak ada, ya?" Tania begitu panik. Pasalnya, dia tidak menemukan buku bahasa Inggris di dalam tas. Oh, tidak! Tania lupa, dia bangun terlambat dan semalam belum mengganti buku pelajaran. Tania menepuk jidatnya. "Mampus!"
Dari banyaknya siswa-siswi yang hilir mudik mengumpulkan tugas bahasa Inggris hanya Tania yang tidak. Gadis itu berusaha bersikap biasa saja, seolah tidak pernah terjadi apa pun. Baik, Tania cukup pandai dalam bermain ekspresi. Dia merapalkan doa di dalam hati semoga ini bukan hari keburukannya.
Ibu Jihan mengecek buku anak muridnya dan mencocokkan namanya di absen. Dia melihat agenda kelas, tidak ada yang izin, sakit, ataupun alpa. Ibu Jihan melihat absensinya, satu nama dengan kolom nilai kosong.
"Of 35 students only one child does not do the assignment," ujar Ibu Jihan. "Ibu tidak akan menyebutkan siapa itu, jadi ibu minta kesadaran diri kalian saja."
Seisi kelas saling pandang dan berdesas-desus menebak siapa yang tidak mengerjakan tugas. Sedangkan Tania sendiri mencoba bersikap tenang. Sampai akhirnya tatapan Ibu Jihan terarah padanya membuat dia menyengir tidak berdosa.
"Tania, ingin bersembunyi sampai kapan?"
Tania menghela napas di kala teman-temannya menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian.
"Please, come out on here, Tania," pinta Ibu Jihan seraya menunjuk pintu dengan tangannya.
Baiklah, hukuman keluar kelas mungkin tidak terlalu buruk bagi Tania. Toh, dia sering mendapatkan hukuman seperti ini. Tania berdiri tanpa membela diri. Dia berjalan keluar kelas.
"Jangan masuk sebelum pelajaran ibu selesai, oke."
Tania mengangguk di ambang pintu. Gadis itu keluar dari dalam kelas, melihat kanan kirinya yang sepi seperti tidak berpenghuni. Dia berjalan tanpa tahu tujuan. Entahlah, yang penting bisa menghilangkan rasa kejenuhannya. "Ampun ya, Tania. Hari ini lo gini banget."
...******...
Kevin baru saja keluar dari UKS setelah meminta obat sakit kepala. Dia hendak berjalan menuju kelasnya, tapi saat dia melihat Tania berjalan lunglai di lorong kelas seberang membuat dia segera berputar arah menghampiri gadis itu.
"Tania," panggil Kevin.
Tania mendongak. Wajah yang semula fresh kini kembali sendu.
"Lo kenapa? Sakit? Atau ... lo dihukum lagi sama ibu Jihan?" tebak Kevin.
Tania duduk di teras kelas. "Iya, gara-gara gue nggak ngumpulin tugas bahasa Inggris. Buku gue ketinggalan, semalam lupa ganti mapel, tadi pagi juga kesiangan."
Mendengar berita kesialan Tania membuat Kevin tertawa geli. "Ya ampun Tania, sampai kapan lo selalu ceroboh?"
Tania tidak menjawabnya. Meratapi nasib buruk yang menimpa dirinya. Sebetulnya bukan pertama kali Tania mendapat nasib seperti ini, dulu-dulu Tania sudah kenyang melakukan kecerobohan yang lebih parah.
Mata Kevin tertuju pada sisi lutut Tania yang tergores luka. "Lutut lo kenapa? Jatuh di mana?"
Tania menatap lututnya. Ah, dia ingat, pagi tadi dia menabrak seorang laki-laki hingga jatuh tersungkur ke bawah. Tania lupa kalau lututnya terluka.
"Ikut gue yuk, ke UKS."
Tania beranjak berdiri. "Nggak usah, biar gue sendiri aja. Kak Kevin pasti mau ke kelas, 'kan?"
"Enggak, ayo!"
Tania ingin menolaknya, tapi tahu-tahu Kevin lebih dulu menarik paksa tangannya menuju UKS.
...******...
Tania duduk di atas kasur brankar sedangkan Kevin duduk di kursi menatap luka Tania. Dan gadis itu, sama sekali tidak meringis kesakitan. Mungkin nasibnya lebih sakit dari apa pun.
"Maaf ya, gue harus tutup luka lo," ujar Kevin.
Tania berdeham. Menatap Kevin yang hati-hati menutup lukanya, wajah pria itu terlihat tenang, bibir kecilnya mengatup sempurna, kumis tipisnya, rambut yang mulai menutupi kening itu begitu memesona, ditambah mata yang begitu tegas. Ah, Tania mulai tergiur.
"Selesai."
Tania tersadarkan dari lamunannya. "Ah, makasih, Kak."
"Sama-sama, kalau lo jenuh lo bisa tiduran di sini."
"Enggak ah, entar ibu Jihan nambah marah lagi."
"Iya udah, gue duluan ya ke kelas. Jangan lama-lama di sini."
Tania mengangguk bak anak kecil, Kevin mengelus puncak kepalanya. Tania menatap punggung Kevin yang kian menghilang dari balik pintu. "Kak Kevin itu ganteng, baik, perhatian, cool. Kenapa dia nggak suka sama gue ya selama kita temenan?"
"Ah, Tania sadar! Lo terlalu ceroboh!"
...******...
Bel istirahat telah berbunyi. Kantin mendadak kembali ramai. Memang ya, yang jadi primadona para anak sekolah itu kantin. Tidak ada seorang pun yang membenci tempat itu. Tania, Amanda, dan Nabilla sedang mengisi jatah perut mereka. Kalau Amanda dan Nabilla memesan makanan di kantin, maka Tania membuka kotak bekalnya, memperlihatkan dua potong sandwich berukuran sedang. Mata Tania berbinar cerah, dia langsung menyantap sandwich tersebut.
"Selama lo di luar kelas lo ke mana aja?" tanya Amanda.
"Gue ke UKS sama kak Kevin, ngobatin luka gue," jawab Tania dengan mulut penuh makanan.
"Luka?" tanya Nabilla.
Tania mengangguk. "Iya, tadi pagi gue jatuh."
Amanda dan Nabilla mendesah berat. Menatap Tania sembari menggelengkan kepala.
"Kapan sih, Tan, lo jadi cewek kayak umumnya, enggak ngelakuin hal-hal ceroboh?" tanya Nabilla.
Tania menelan sandwich di mulutnya lalu menatap Nabilla. "Namanya juga manusia, Bil. Tempatnya salah."
"Tapi lo salah terus," sarkas Amanda. "Lo sadar nggak sih, Tan, kalau selama ini kelakuan lo itu buat orang sakit kepala?"
Tania menggeleng. "Enggak."
Amanda dan Nabilla kembali mendesah berat. Berbicara dengan Tania hanya selalu membuang waktu.
"Terserah lo aja, deh," ujar Amanda mengelah. Dia menatap Nabilla. "Hari ini jangan dulu pulang ya, Bil."
Tania langsung mendongak. "Lho, kenapa?"
"Gue sama Amanda mau latihan cheers," jelas Nabilla.
"Kalau kalian latihan cheers gue pulang sama siapa?" tanya Tania dengan raut wajah sok panik.
"Halah, biasanya juga lo kalau apa-apa bisa sendiri," ujar Amanda.
"Lo kenapa enggak mau jadi anggota cheers?" tanya Nabilla.
"Enggak ah, ribet," ujar Tania membuat Amanda dan Nabilla memutar bola mata malas. Dia menutup bekal yang sudah kosong lalu mengeluarkan angin dari dalam mulutnya membuat Amanda dan Nabilla kontan menatap terkejut.
"Ih Tania, jorok banget lo jadi cewek," pekik Nabilla.
"Gue ke kelas duluan, ya. Bye!" Tania beranjak bangun dan segera pergi dari kantin.
Amanda dan Nabilla masih menatap kepergian Tania dengan kening mengernyit heran. Mereka saling pandang sebelum akhirnya menggelengkan kepala memperhatikan tingkah Tania.
...******...
Namanya Aldo, calon ketua OSIS masa jabatan yang akan datang, pria itu sedang berada di UKS bersama dengan sang sahabat; Jean, yang sekarang terbaring lemah di atas kasur brankar. Wajah cantik Jean dengan bulu mata lentik dan bola mata cokelat itu terlihat pucat pasi.
"Lo harus jaga kesehatan lo, Jean. Maag lo bisa parah kalau seandainya lo selalu telat makan," ujar Aldo seraya membuka kotak obat.
Jean tertatih untuk duduk. "Maaf, gue selalu repotin lo."
Aldo tersenyum dan memberikan obat berwarna hijau pada Jean. "Nggak apa-apa. Minum dulu obatnya."
Jean menerimanya dan langsung meminum obat tersebut. Setelah itu dia menatap Aldo. "Gue janji akan jaga kesehatan dan pola makan."
Aldo mengacak rambut Jean. Bukan hal yang baru ataupun hal tidak wajar. Aldo hanya melakukan hal itu pada Jean. "Iya, ya udah lo istirahat di sini aja, ya."
Jean menggeleng. "Gue jenuh kalau sendirian di UKS. Gue juga mau ikut lo ketemu sama anak-anak OSIS."
Aldo akan menuruti semua keinginan Jean, apa pun itu. Sebutlah dia buciners kelas kakap. Tapi bucin Aldo hanya sekadar sahabat, tidak lebih dari itu. Tapi sejauh ini, dia tidak pernah menolak permintaan Jean dan dia selalu berada di sisi Jean selama 24 jam penuh. "Iya udah, ayo turun."
Jean tertatih turun dari atas kasur. Aldo menggenggam tangannya untuk membantu berjalan, barangkali tiba-tiba Jean pingsan. Mereka keluar dari UKS, berjalan menuju ruang OSIS.
...******...
Bima berjalan di lorong kelas untuk menuju ruang OSIS sambil bersiul, menatap sekelilingnya yang ramai. Dia tidak fokus berjalan karena perhatiannya tertuju pada lapangan bola. Sampai akhirnya ....
"Awh!"
Bima terkejut dan melihat seorang gadis jatuh terduduk dengan ekspresi meringis kesakitan. Gadis itu tertatih berdiri dan memegang pantatnya yang terasa begitu ngilu. "Awh, sakit!"
Bima hanya diam. Memperhatikan ekspresi gadis itu yang menurutnya lucu. Sampai akhirnya dia dikagetkan oleh sang gadis dengan teriakan melengking.
"Iihh, lo pasti yang—" ucapan Tania terhenti saat dia menyadari kalau orang yang dia tunjuk bukanlah orang yang menabraknya sewaktu pagi.
"Maaf, gue nggak sengaja. Lo-nya aja jalan nggak lihat-lihat," ujar Bima.
"Kok lo nyalahin gue, sih? Hello, lo juga jalannya nggak lihat-lihat!"
"Iya, gue minta maaf."
"Lo harus tanggung jawab sama pantat gue yang sakit ini."
Bima melotot terkejut. Tanggung jawab dengan pantat? Bagaimana? Bima meneguk ludahnya. "Gue harus elus-elus pantat lo gitu?" tanya Bima yang langsung mendapat tamparan kotak bekal dari Tania.
"Awh!" ringis Bima.
"Dasar bangor!" ujar Tania dan bergegas pergi.
Bima masih memegang pipinya yang terasa sakit. Bukan main, tamparannya begitu mengerikan. Bima langsung berbalik dan menatap punggung Tania. "Oy, lo harus tanggung jawab sama pipi gue. Lo harus elus-elus, oy!" teriak Bima. Dia mengelus pipinya sendiri. "Benar-benar agresif tuh cewek."
Bima lantas kembali melanjutkan perjalanannya menuju ruang OSIS sembari memegang pipinya. Hanya kotak bekal, tapi kenapa rasa sakitnya seperti ditinju beton? Ah, Bima memang manusia alay.
...******...
Bima membuka pintu ruang OSIS dengan wajah meringis. Hal itu tentu saja mengundang perhatian seluruh anak OSIS yang berada di dalam ruangan, salah satunya Jean.
"Lo kenapa, Bim?"
"Ditinju gue sama cewek agresif!" ujar Bima ngegas. Dia duduk di salah satu kursi. Untung saja sebagian anak OSIS pergi ke kantin.
"Cewek agresif?" tanya Kevin tahu-tahu muncul.
"Iya, nggak tahu namanya siapa. Dia nabrak gue, eh, gue yang disalahin," ujar Bima.
"Dia yang nabrak lo, atau lo yang nabrak dia?" tanya Aldo. "Lo kalau jalan enggak sinkron sih, mata ke mana, kaki ke mana," lanjut Aldo.
"Tunggu, cewek agresif?" tanya Kevin mengulangi.
Bima mengangguk. "Kenapa? Lo kenal, Kak?"
"Ciri-cirinya?"
Bima menatap atap ruangan. Menerawang bagaimana ciri-ciri gadis yang menabraknya. "Dia cantik, putih, rambutnya digerai gitu, tingkahnya ceroboh," ujar Bima.
"Oh, itu namanya Tania," ujar Kevin.
"Lo kenal?" tanya Bima.
"Tetangga gue itu mah."
Bima mengangguk-angguk paham. Jean membantu mengobatinya dengan mengoles salep. Sedangkan Aldo, dia tiba-tiba berhenti menulis. Pikirannya terlempar pada pagi hari, di mana ada seorang gadis yang menabrak dirinya. Kalau diingat-ingat, ciri-cirinya mirip dengan gadis yang menabrak Bima. Mungkinkah menurut Aldo itu adalah orang yang sama? Ah, sudahlah, untuk apa Aldo pikirkan.
...******...
Mungkin hari ini adalah hari kesialan Tania. Dari dia bangun tidur hingga saat ini dia merasa lelah karena terus melakukan hal ceroboh. Tania berjalan lunglai di antara padatnya siswa-siswi yang ingin pulang. Dia menghela napas berat, meratapi nasibnya saat ini. Dia tidak bisa menebeng mobil milik Amanda, dia juga tidak bisa pulang bersama Nabilla. Hal yang harus dilakukannya saat ini adalah pulang naik angkot.
"Tania!"
Tania menoleh dan menemukan Kevin berjalan di sisinya.
"Kak Kevin?" lirih Tania. Gadis itu tetap berjalan lunglai membuat kening Kevin berkerut. Mustahil sekali rasanya jika Tania tidak memiliki semangat hidup.
"Lo kenapa cemberut gitu?"
"Nggak apa-apa."
"Amanda sama Nabilla ke mana, tumben nggak bareng?"
"Latihan cheers."
Kevin mengangguk-angguk. "Mau gue anter pulang?"
Kontan energi Tania kembali penuh. Dia menatap Kevin dengan senyum merekah. "Serius, Kakak mau nganterin gue pulang?"
"Iya, ayo!"
Mata Tania lantas tertuju pada beberapa lembar kertas di tangan Kevin. Tania kembali cemberut. "Enggak usah deh, Kak Kevin pasti repot kan di OSIS. Gue pulang sendiri aja."
"Enggak apa-apa, rapat masih lama kok. Ayo, gue anter."
"Serius ya, nanti anggota OSIS enggak ada kan yang marah sama Kakak karena nganterin gue pulang duluan?"
"Enggak ada Tania. Ayo!" Kevin menarik tangan Tania untuk segera berjalan menuju parkiran.
Parkiran terlihat sepi. Hanya terdapat beberapa motor siswa-siswi yang mengikuti kegiatan ekstra di sekolah. Mobil milik Amanda juga terparkir manis. Sesampainya di parkiran Kevin memberikan setumpuk kertas dan buku pada Tania. "Pegang dulu, ya."
Tania mengangguk. Sembari menunggu Kevin mengeluarkan motor, iseng-iseng dia melihat-lihat kertas di tangannya. Membaca sebuah surat pengajuan diri sebagai calon ketua OSIS. Mata Tania membola di kala dia melihat foto ukuran 3x4 yang tertera di salah satu kertas. Tania membaca nama orang yang ada di foto itu.
"Aldo," lirih Tania.
Kevin telah mengeluarkan motor. Bersiap memberikan helm pada Tania. Namun sayangnya saat dia hendak melakukan itu tiba-tiba Tania lari tanpa permisi dan memberikan tumpukan kertas itu padanya.
"Lho, Tania mau ke mana?" tanya Kevin panik. Buru-buru dia turun dari motor dan langsung mengejar Tania, tidak peduli pada motornya yang terparkir sembarangan.
Tania berlari lebih cepat dengan amarah yang tertahan. "Gue harus perhitungan sama dia!" ujar Tania. Dia ingat betul wajah orang yang menabraknya sewaktu pagi.
"Tania! Tania tunggu! Mau ke mana?" Kevin masih setia mengejar.
Tania melihat Aldo turun dari anak tangga bersama dengan seorang perempuan. Tania semakin mempercepat langkahnya agar segera sampai di depan Aldo.
"Tania!" teriak Kevin masih setia mengejar. Huh, lari Tania begitu cepat mengalahkan seekor macan tutul.
"Lo—" Tania sampai di depan Aldo dan menunjuk wajah pria itu.
Aldo yang dituding tanpa tahu sebab akibatnya mengerutkan kening.
"Lo yang udah nabrak gue waktu pagi. Dan gara-gara lo, lutut gue luka. Gara-gara lo juga, gue hari ini selalu sial!" ujar Tania.
Aldo menaikkan sebelah alisnya. Berpikir kalau gadis di depannya ini adalah gadis gila.
"Tania, kenapa lo tiba-tiba lari?" tanya Kevin yang akhirnya sampai mengejar Tania.
"Dia Kak yang udah buat lutut gue luka."
Kevin mengikuti arah telunjuk Tania yang tertuju pada Aldo. "Aldo?"
"Iya itu mungkin nama dia. Pokoknya dia yang buat gue jatuh waktu pagi."
"Terus?" tanya Aldo menaikkan sebelah alis.
"Lo bilang terus? Gue minta tanggung jawab sama lo."
"Gue nggak hamilin lo."
"Tapi lo buat gue terluka!"
"Lo sendiri yang larinya nggak lihat-lihat!"
Baru saja Tania akan memaki Aldo jika saja ucapan Kevin tidak mengurungkan niatnya.
"Udah deh Tania jangan lakuin hal gila, itu cuman masalah kecil. Ayo gue anter lo pulang dulu." Kevin menggenggam tangan Tania. "Tunggu 15 menit ya, Do," ujar Kevin seraya memberikan tumpukan kertas pada Aldo.
Aldo menerimanya dan mengangguk. "Oke."
Kevin segera menarik Tania sebelum gadis itu memulai aksinya untuk mencakar tiap inci wajah Aldo. Tania tidak ingin disalahkan. Memang, dia memegang prinsip teguh bahwasanya cewek selalu benar.
"Siapa, Do?" tanya Jean ketika Kevin dan Tania menghilang dari pandangan.
Aldo mengedikkan bahu. "Nggak tahu, cewek gila kali."
Mereka lanjut berjalan menuju ruang OSIS. Mungkin Aldo dan Tania sama-sama lupa kalau mereka pernah bertengkar di sebuah mal.