"Jadilah adik maduku Lia!" Satu permintaan Alina kepada Melia yang membuat kisah persahabatan mereka diwarnai dengan perdebatan. Dan dari sinilah kisah mereka dimulai.
Alina terus berusaha mendesak Melia untuk memenuhi permintaannya itu. Berbagai penolakan yang dilakukan oleh Melia membuat Alina menghindarinya. Lalu bagaimanakah Melia menanggapi sikap Alina? Akankah Melia menyetujui permintaan Alina tersebut?
Ikuti terus kisah mereka yang ada dalam cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ieie fla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dag dig dug
"Apa karena mas Raka?" Alina masih saja menanyakan hal yang mengganjal di hatinya.
"Kok mas Raka sih Lin? Gak ada sangkut pautnya. Hanya saja aku akan sering siang berada disini sama kamu jadi aku butuh konsentrasiku penuh di malam hari. Itu saja." aku masih sabar memberi pengertian kepada Alina.
"Malam hari aku gak akan ganggu kamu Lia, jadi kamu masih bisa bekerja disini kan? Dari pada bolah balik?" Alina masih berusaha membujukku.
Capek rasanya membantah kemauan nya Alina dan aku juga tidak mau ribut lagi. "Kita lihat kondisi nya besok saja ya Lin".
"Memang apa susahnya jawab sekarang sih Li?" aduh Alina benar-benar menguji kesabaranku.
"Ya iya dong Lin, aku sudah bilang alasannya tapi kamu masih gak bisa terima. Kan sama saja beda nya cuma nginap di sini dan disana. Gak akan ngaruh juga dong Lin. Emang kamu kenapa sih masih ngotot gitu mau aku tidur disini?" hampir saja aku kelepasan meluapkan emosi yang ada.
"Aku ngerasa masih belum siap tidur sendiri dalam kondisi seperti ini Li." jawab Alina lesu.
Alu pun mengangkat alisku, "maksud kamu apa? Kamu gak sendirian Lin. Kan ada mas Raka yang akan menjagamu," aku bertanya tentang maksud dari perkataan nya Alina.
"Justru itu Lia, kamu istri nya mas Raka juga! Sudah pasti kita akan berbagi dan mas Raka juga berhak menemuimu." Alina tertunduk sendu.
Aku menatapnya dengan seksama dan tersenyum jahil lalu agak sedikit berbisik, "Gimana, kamu nyesalkan sudah menjadikan ku adik madu mu?"
Alina langsung terperangah dan menatapku, "aku tidak bilang begitu Lia!".
"Hahaha.." Aku pun menertawakan respon nya Alina.
"Kamu kok ketawa sih?" sungut Alina melihat ku tertawa.
"Habisnya kamu lucu, kamu kan yang mau aku menikahi suamimu, sekarang kamu belum siap tidur sendirian dan berbagi denganku." aku berbicara sambil meledeknya. Tahu kan rasanya sekarang?
"Lia..bukan begitu maksudku!" Alina melempariku dengan bantal dan aku malah tambah menertawakannya.
"Aku gak bermaksud melarang mas Raka menemuimu. Hanya saja, kalau kamu tinggal disini akan lebih dekat, jadi kalau sesuatu terjadi padaku aku bisa minta tolong kalian dengan segera. Tapi kalau kamu pulang kerumah mu dan mas Raka mengunjungimu, maka aku disini hanya tinggal berdua saja dengan Aksa. Lantas siapa yang akan menolongku?" Alina menjelaskan kekhawatirannya dengan seksama.
"Oalah, gini ya Lin, Aku itu orang baik yang sangat cantiiik sekali hatinya, aku akan mengizinkan mas Raka bersamamu sampai kamu sembuh total! Ok, jadi jangan sedih lagi ya kamu gak akan sendiri." aku pun berlagak seperti anak kecil dan hendak memeluknya dengan manja, tapi Alina malah mencubit pinggangku.
"Awwa.." pekikku. "Sakit Lin.." sungutku lagi. Alina benar-benar mencubitku.
"Habisnya kamu itu becanda mulu, orang aku lagi serius ini!" Alina malah memarahiku.
"Lho apanya yang salah? Aku juga gak lagi becanda Lin!" Aku malah terperangah mendengar Alina menuduhku seperti itu. Padahal aku benar-benar serius mengizinkan mas Raka tinggal selalu bersamanya sampai ia sembuh.
"Mana bisa mas Raka selama itu bersamaku dan mengabaikanmu? Itu namanya dzalim Melia! Kamu ingin suamimu dzalim begitu?" Alina saat ini sangat serius sekali, sampai aku takut melihatnya.
"Ya kan nanti kalau kamu sudah sembuh baru mas Raka akan menemuiku. Atau malam sama kamu siangnya sama aku. Kan sama saja." aku membela diri dengan alasan sekenanya.
"Alasan kamu aja mengada-ngada. Aku tahu kamu itu pintar masa urusan begitu saja gak tahu. Kamu cuma mau lari dari tanggung jawab kan?" Alina masih saja menuduhku.
"Lho yang bilang lari siapa coba? Kan namanya juga membagi waktu, kamu malam aku siang nya, kan itu sama Lin! Lagian kamu itu sedang butuh mas Raka, masa aku dzalim kepadamu? Aku kan masih bisa mengurus diriku sendiri." aku benar-benar tak terima dikatai Alina.
Lalu di tatapnya aku tajam oleh Alina, dan aku pun seketika ciut melihatnya. Apa aku masih salah ngomong ya?
"Ya sudah begini saja, sebulan ini mas Raka sama kamu, biar bisa bantuin kamu ok." Aku pun mengalah.
"Itu terlalu lama!" sergah Alina tidak terima. Sebulan kok lama sih? Ingin aku teriak sebulan itu sebentar! Tapi gak mungkin, hehe.
"Tiga minggu kalau begitu?" aku melirik Alina, tapi tatapannya masih tajam dan itu menandakan dia tidak setuju.
"Ok, dua minggu?" aku tersenyum padanya, tapi masih belum mau di respon nya.
Dan dengan terpaksa aku mengatakan, "satu minggu!" Alina tampak sedang berpikir dan sedikit rileks tapi masih belum mau menjawab.
"Udah seminggu itu pas, kamu juga masih istirahat total kan? Kamu akan sangat butuh mas Raka dibandingkan aku. Lagian nih Lin, aku juga lagi PMS." jawabku pelan yang memang benar setelah maghrib tadi tamuku datang.
"Ya sudah kalau begitu." Alina tampak nya memang sangat menyetujui hal ini.
Ceklek.. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan berdirilah disana sesosok yang barusan kami bagi jadwalnya. Tentu tanpa sepengetahuannya.
Mas Raka pun sedikit kaget melihatku karena berada di kamarnya dan dia hanya terhenti sampai di depan pintu saja, walaupun aku rasa tadinya dia ingin langsung berduaan dengan istrinya Alina.
"Mm mama papa dan bunda barusan sudah pulang Lin." ucap mas Raka hanya kepada Alina, tentu saja.
"Oh ya Mas. Aksa sudah tidur Mas?" Tanya Alina kemudian.
"Sudah." mas Raka menjawab singkat.
"Ya sudah kalau gitu aku juga pulang dulu ya." Aku pun memeluk Alina untuk pamit pulang ke rumah.
"Iya, hati-hati. Antar Lia ke depan Mas sekalian kunci pintunya." perintah Alina kepada mas Raka.
"Ya." mas Raka lantas menuruti perkataan Alina dan mempersilahkan ku berjalan duluan lalu diikuti olehnya yang berjalan di belakangku.
Hingga aku berhenti tiba-tiba, lalu..
Bught..
Mas Raka menabrak ku dari belakang.
"Aw, lihat-lihat dong Mas!" aku dengan pelan mengomeli mas Raka.
"Maaf, kamu berhentinya tiba-tiba." mas Raka ternyata membela diri.
"Aku lupa, tas ku dimana ya Mas? Apa mungkin di bawah ya?" aku bertanya kepada mas Raka yang juga tidak tahu jawabnya dan hanya bisa mengangkat bahunya sebagai tanda tak tahu.
Karena masih tidak bisa mengingatnya aku pun berbalik lagi dan melanjutkan langkah yang tertunda untuk menuruni tangga sambil terus berpikir dimana terakhir kali aku melatakkan tas ku.
Pada saat menuruni anak tangga tiba-tiba aku ingat dimana aku menaruh tasku dan aku kembali tanpa aba-aba berhenti menuruni anak tangga. Untungnya kali ini jarak antara diriku dengan mas Raka dua anak tangga, jadi tidak mungkin dia menabrakku.
Lalu saat ingin berbalik arah ke atas, aku pun hampir terpeleset dan Mas Raka entah bagaimana lekas menangkap pinggangku dengan tangan kanannya. Sesaat kami pun saling berpandangan. Kok jantung ini dag dig dug ya?
...
Bersambung
padahal ceritanya menark
entar tau rasa loh lakinya cinta mati ke lin... ahhh dia egois gak mikirin perasaan temennya bahagia apa enggak