"Aku hamil."
Savanna yang mendengar sahabatnya hamil pun terkejut, dia menatap sahabatnya dengan tatapan tak percaya.
"Dengan Darren , maaf Savanna."
"Nadia, kalian ...." Savanna membekap mulutnya sendiri, rasanya dunianya runtuh saat itu juga. Dimana Darren merupakan kekasihnya sekaligus calon suaminya telah menghamili sahabatnya.
***
"Pergi, nikahi dia. Anggap saja kita gak pernah kenal, aku ... anggap aku gak pernah ada di hidup kalian."
Sejak saat itu, Savanna memilih pergi keluar kota. Hingga, 6 tahun kemudian Savanna kembali lagi ke kota kelahirannya dan dia bertemu dengan seorang bocah yang duduk di pinggir jalan sedang menangis sambil mengoceh.
"Daddy lupa maca cama dedek hiks ... dedek di tindal, nda betul itu hiks ..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perdebatan sengit Reno dan Darren
"Sejak kapan kalian dekat?" Tanya Darren sambil menatap cangkir kopi yang yang masih panas.
Keduanya menikmati kopi panas di sebuah kafe yang dekat dari rumah sakit atas usulan Darren karena suasana yang lebih sepi dan nyaman.
"Cukup lama," ujar Reno dengan cuek.
Darren menganggukkan kepalanya, dia meminum kopi yang masih asapnya mengepul itu. Bibir dan lidahnya memang panas. Tetapi, hatinya lebih panas saat mendengar dua kata saja dari Reno.
"Bisa kamu jauhi Savanna? aku masih mencintainya," ujar Darren dengan sopan.
" Maaf, tidak bisa. Sejujurnya, sudah sangat lama aku mencintai Savanna. Namun, aku terpaksa harus mundur karena komitmen yang kalian pegang. Aku paham posisiku saat itu, sehingga aku memilih untuk mundur," ujar Reno dengan tegas.
Darren pun diam, dirinya sadar siapa yang akan menyerahkan wanita yang ia cintai deki permintaan seorang laki-laki lainnya?
"Darren, aku tahu kamu mencintai Savanna. Tapi, sadarlah. Dulu kau menyakitinya, kau meninggalkannya dengan luka yang menganga di hatinya. Bahkan untuk melihatmu saat ini pun, dirinya enggan," ujar Reno dengan senyuman tipisnya.
"Savanna masih mencintaiku, dia masih mencintaiku. Bahkan, kami berhasil menahan perasaan kami hingga bertahun-tahun lamanya." Lirih Darren.
Reno terkekeh, dia menyeruput kopinya dan menatap dalam mata Darren yang kini menatapnya dengan tatapan tajam.
"Itu Dulu,"
"Coba kamu pikir, jaman sekarang mana ada wanita yang menerima anak orang? apalagi hasil dari perselingkuhan." Sambung Reno.
BRAK!!
"TUTUP MULUTMU ITU RENO!!!" Gertak Darren. Bahkan kini semua pengunjung menatap mereka dengan tatapan kaget akibat Darren yang menggebrak meja.
Reno tak terkejut, dia sudah tahu sifat temannya yang mudah marah. Seperti saat ini, Darren pria yang mudah tersulut emosi. Berbeda dengan Reno yang tenang, tetapi mematikan.
"Apa yang salah? Gabriel dan Gibran merupakan anak dari perselingkuhanmu dengan Nadia."
"Aku tidak berselingkuh!" Tekan Darren dengan tangan terkepal.
"Ooohh gak selingkuh, terus si kembar hasil benih siapa kalau gitu?" Tanya Reno dengan bibir menyeringai.
Reno pun bangkit dari duduknya, dia berjalan mendekat ke arah Darren sambil memasukkan tangannya ke dalam saku celananya.
"Dengar baik-baik Darren, sekali saja kamu menyakiti perasaan seorang wanita. Maka baginya kamu adalah butiran debu yang sekalinya di tiup Huffh ... langsung hilang dari hatinya dalam sekejap." Bisik Reno sambil memperaktekkan meniup debu di tangannya.
Reno puas melihat wajah Darren yang menatapnya penuh amarah, dia pun mengambil dompetnya yang berada di kantong celananya dan mengeluarkan beberapa lembar uang merah dari sana.
Tak!
Reno tersenyum miring setelah meletakkan uang di atas meja, dia kembali memasukkan dompetnya dan pergi begitu saja dari hadapan Darren.
Darren tetap terdiam, kata-kata Reno membuat amarahnya meletup. Kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya, menatap nyalang uang yang Reno berikan.
"Coba kamu pikir, jaman sekarang mana ada wanita yang menerima anak orang? apalagi hasil dari perselingkuhan,"
Darren mengusap kasar wajahnya, dia juga turut menaruh uang tak peduli jika uang mereka terlalu banyak. Setelahnya Darren memutuskan untuk kembali ke rumah sakit dengan perasaan yang kacau.
Cklek!!
"Abisnya kamu lucu kalau senyum,"
"Apan sih Ren! diam, jangan berisik. Kau suka sekali menggombal! syutt diam! si kembar sedang tidur!"
Baru saja hatinya sakit karena ucapan Reno, Darren kembali di buat patah hati kala melihat Reno dan Savanna saling duduk di tepi brankar Gibran dengan bercanda ria.
EKHEM!!
Keduanya sontak terkejut mendengar deheman dari Darren, Savanna yang salah tingkah pun bangkit dari duduknya dan mengambil tas selempangnya yang berada di nakas.
"Maaf kak, kami harus pulang. Sebagai perwakilan sekolah, kami doakan agar Gibran segera pulih kembali." Ucap Savanna sambil menatap Darren dengan wajah datarnya.
Darren pun mengangguk, tak lupa dirinya mengucapkan terima kasih. Savanna berniat berpamitan pada si kembar yang kini tidur berdua di atas brankar.
"Jangan di ganggu, biarkan mereka istirahat," ujar Darren dengan nada dingin.
Tubuh Savanna sampai terjingkat kaget, dia menoleh menatap Darren dengan wajah kikuknya. Awalnya, dia berniat memberi kecupan selamat tinggal pada keduanya sebelum ia pulang. Namun, rupanya Darren tak mengizinkannya.
"Dan tolong, jangan kasih mereka perhatian lebih. Aku takut, mereka akan ketergantungan denganmu. Savanna," ujar Darren dengan membuang wajahnya ke samping. Dirinya enggan menatap wajah wanita yang ia cintai.
Savanna mengangguk kaku, dia pun pergi lebih dulu sebelum Reno. Setelah Savanna hilang di balik pintu, Reno mendekati Darren yang tetap pada posisinya.
"Aku setuju dengan keputusanmu, sobat." Gumam Reno sambil menepuk bahu Darren sebelum dirinya pergi menyusul Savanna.
Terdengar suara pintu kembali tertutup, Darren pun melemaskan bahunya. Dirinya benar-benar lemas, apalagi saat melihat wajah datar Savanna atas keputusan dirinya.
"Benar kata Reno, mana mau Savanna kembali denganku." Kekeh Darren dengan mata yang berkaca-kaca.
***
Malam hari, Gibran sudah menghabiskan makan malamnya dengan semangat. Bahkan, saat minum obat pun anak itu tidak menolak. Awalnya Darren heran, tak biasanya putranya semenurut ini.
"Daddy, mana puding dedek?" Tanya Gibran sambil mengusap mulutnya sehabis minum air.
"Puding?" Beo Darren.
"Iya, tadi di kacih cama bu gulu tantik. Mana?" Tanya Gibran menagih pemberian Savanna.
Darren melihat ke sekeliling ruangan, netranya terjatuh pada paperbag yang tadi Sore Savanna bawa. Dia pun mendekati benda itu yang tergeletak di atas nakas.
Darren mengambilnya dan membukanya, dia duduk di tepi brankar sambil menatap puding yang Savanna buat untuk putranya.
"Cinikan!" Pekik Gibran mengambil paksa puding yang berada di tangan Darren.
"Hati-hati bukanya, tanganmu bisa terluka." Khawatir Darren saat melihat Gibran berusaha membukanya.
Trak!
Gibran berhasil membukanya, dia mengambil sendok yang berada di tangan Darren dan menyendok puding itu dengan cepat.
Melihat sang putra yang lahap sekali memakan puding buatan Savanna membuat Darren memperhatikan puding itu, dulu Savanna pernah membuatkannya semasa mereka SMA.
"Coba dek, bagi." Cicit Gabriel menatap penuh minat puding coklat milik Gibran.
"Nda boleh!" Pekik Gibran.
"Adek, gak boleh gitu. Bagi abang," ujar Darren dengan lembut sambil mengusap kepala putra bungsunya.
Gibran dengan tak rela pun menyerahkan kotak puding itu pada sang kembaran, Gabriel dengan semangat merebutnya dan menyendokkannya.
"Jangan banyak-banyak loh! nda betul itu!!" Pekik Gibran saat Gabriel menyendokkan sangat banyak.
Gabriel menghiraukannya, dia memakan puding itu. Sekali suap, Gabriel memejamkan matanya menikmati puding yang begitu enak.
"Enwak cywekali!" Seru Gabriel dengan mulut penuh dengan puding.
"AABAANGGG!!" Rengek Gibran.
"Sudah-sudah, daddy juga mau!" Rebut Darren.
"DADDY!!!!" Pekik keduanya.
Darren memakannya dengan suapan besar, setelahnya dia memberikan kotak puding yang sisa sedikit itu ke pangkuan Gibran.
Dengan tatapan sedihnya Gibran menatap puding yang masuk ke dalam mulut sang daddy. Hingga, Gibran tak menyadari jika sisa puding tadi sudah habis termakan oleh Gabriel yang secara diam-diam mengambil puding itu dengan tangan kosong.
"Daddy tuh, Giblan kan makanna jadi ce-di ... kit. Loh kok, habis?!" Pekik Gibran menatap kotak puding yang sudah habis tak tersisa.
Seketika Gibran menoleh, dia melihat Gabriel menjilati tangannya dengan mulut menggelembung.
"AAAABAAANGG!!! HIKS ... HUAAAA!!!NDA BETUL! NDA BETUL! NDA BETUL POKOKNAAA!!!"
Gibran menidurkan tubuhnya dan meliuk-liuk sambil menangis, dia sudah seperti cacing kepanasan saat ini. Membuat Darren dan Gabriel terkekeh melihatnya.
"Puding dedek huaaa!!!"
"Sudah jangan seperti itu, nanti sakit pinggang nya," ujar Darren dan membenarkan letak tidur putranya.
"Puding dedek hiks ... Puding hiks ...." Isak Gibran yang masih menangis.
"Iya, abang keluarin lagi nih. Sini, mana tangannya."
Dengan polosnya, Gibran menghentikan tangisannya dan menyerahkan tangannya. Gabriel tersenyum menyeringai, dia menarik telapak tangan adiknya dan meludahkannya.
"Pyuh!!"
"IIIHHH JOLOOOKKK HIKS HUAAAA!!!! NDA BETUL DACAAALL!!"
"Gabriel." Peringat Darren.
"Pudingnya gak mau keluar daddy." Jawab Gabriel dengan wajah lugunya membuat Darren menepuk keningnya.
Beginilah Gabriel, dingin-dingin tapi jail. Yah, dia hanya jail pada Gibran saja. Selain itu, jangan harap dirinya menunjukkan sikap humorisnya pada siapapun selain kembarannya.
_____
Lanjut gak nih🤭🤭🤭